Platina Besar Ini Selama 15 Tahun Tertanam di Punggung Seorang Wanita

Platina Besar Ini Selama 15 Tahun Tertanam di Punggung Seorang Wanita

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Rini Pujilestari sedikit lega, sehabis menjalani operasi di RSA (Rumah Sakit Akademik) UGM kawasan Ring Road Utara Sleman, Juni 2021. Wanita berusia 41 tahun ini tak lagi harus menggendong platina besar dan berat yang tertanam di  punggungnya. Benda itu sudah 15 tahun bersemayam di sana, agar dia bisa duduk dengan punggung tegak.

Ketika musibah gempa besar melanda DIY dan sekitarnya 27 Mei 2006, itulah penderitaannya bermula. Rumahnya di Jetis RT 30 RW 08 Kelurahan Sorosutan Yogyakarta roboh, senasib dengan rumah-rumah di sekitarnya. Secara  insting sebagai ibu, Rini begitu dia biasa disapa ngrungkepi Bagas Ryan Saputra, anak keduanya yang saat itu berusia 14 bulan.

Bagas memang selamat setelah dievakuasi Yanto, ayahnya. Namun kedua tangan Rini patah. Lebih fatal lagi, tulang punggungnya patah tertimpa tembok dan genteng. Praktis dia tak mampu lagi duduk karena tak lagi punya tulang penyangga.

Untung, operasi pun bisa segera dilakukan dan sejak itu dia harus duduk di atas kursi roda. Sementara bagian pusar ke bawah syarafnya mati. Sama sekali tidak berfungsi. Beruntung, dia bisa dirawat di YAKKUM Pakem Jalan Kaliurang Sleman.

Di tempat itu Rini dan korban gempa lainnya tidak cuma dirawat dan diobati tetapi dididik mandiri. Mengurus diri sendiri, masak, mencuci, membersihkan kamar dan lingkungannya. Juga diajar membuat kerajinan, dengan harapan setelah keluar dari YAKKUM tidak harus bergantung pada orang lain.

Sedang anak sulungnya, Adelia Riana Putri yang biasa dipanggil Dela selamat. Karena Allah "menempatkannya" di sebuah runtuhan bangunan berbentuk lorong. Kemudian diselamatkan Widayanto, ayahnya.

Bukan tanpa kendala

Alhamdulillah Rini di rumah bisa menyelesaikan tugas-tugas rumah tangganya. Memasak, mencuci bahkan menjemur pakaian dia juga bisa. Menggunakan galah untuk mencantolkan di tempat jemurannya," kata Ny Jumiyem Narnosuwito, ibunya Rini kepada koranbernas.id di rumahnya beberapa hari usai Rini pulang dari operasi.

Tetapi bukan berarti tanpa kendala. Dalam perjalanannya punggungnya sering luka. Berair. Sakit sekali. Berkali-kali Rini keluar-masuk rumah sakit.

Beruntung keluarga Yanto, karyawan swasta itu punya kartu jaminan kesehatan. Kalau tidak, dari mana dia bisa membayar biaya rumah sakit yang memang mahal.

Operasi terakhir, menurut Yanto, dilakukan tim yang dipimpin Dr Adam Mulyono SpOT (K) dengan melibatkan dokter ahli jantung, ahli penyakit dalam, ahli paru dan yang terkait. Bisa dibayangkan kalau  harus bayar, berapa? Juga dari mana uangnya?

“Memang tidak seluruhnya tertutup dana kesehatan. Tetapi syukur, hampir semua gratis. Saya hanya membayar infus Rp 2,5 juta. Alhamdulillah bisa saya pinjamkan dari uang yang saya cadangkan untuk biaya sekolah Bagas," kata Yanto.

Dia bersyukur ada uang itu. Seandainya tidak, dia masih bisa berharap pinjam Endy, adiknya. Padahal menjelang operasi, HB Rini sangat rendah sehingga harus transfusi darah.

Kalau dirupiahkan, berapa lagi? Dia juga merasa berterima kasih sekali, pelayanan di RSA UGM sangat bagus meski untuk pasien tidak bayar.

Operasi memang sudah selesai. Platina sudah diambil. Tetapi bukan berarti semua derita berakhir. Rini harus bersabar. Dia belum bisa duduk sendiri. Masih harus belajar.

Mungkin jalan terbaik, tempat tidurnya akan dipasang stainless steel, besi tahan karat yang biasa dipakai pegangan kaum difabel di tempat-tempat umum itu. Waktu itu masih menunggu dana. Entah dari mana.

Namun demikian wanita berkulit hitam manis ini sangat bersyukur. Dalam keadaan keuangan pas-pasan untuk hidup sehari-hari, Allah tetap memberikan kemudahan. Coba kalau tidak, apakah mungkin rumah tinggal milik ayah mertuanya, Wiji, yang kesehariannya menjadi penjual angkringan harus dikorbankan?

Dia juga bersyukur pada masa pandemi saat banyak sekali orang kehilangan pekerjaan, suaminya masih tetap dipekerjakan.

Bagas yang dulu masih belajar jalan kini sudah sekolah di SMK Negeri 5 belakang pabrik Sari Husada. Sedang Dela yang usianya hanya sedikit di atas Bagas, sudah kelas akhir di salah satu SMK.

Mereka sangat menyayangi ibunya. Demikian juga Yanto begitu sayang pada Rini. Sore itu ketika koranbernas.id berkunjung ke sana, Yanto baru saja memandikan Rini. Kamar Rini bersih beraroma wangi. (*)