Pertanian Kota, Potensi Kekuatan Ekonomi Lokal

Pertanian Kota, Potensi Kekuatan Ekonomi Lokal

FENOMENA pertanian kota atau urban farming semakin semarak akhir-akhir ini. Komunitas pertanian kota ini tidak hanya terdiri dari orang tua (ibu rumah tangga), namun juga anak-anak muda. Di kota Yogya, komunitas pertanian kota ini bahkan sudah memiliki jejaring dengan organisasi petani kota di berbagai daerah, seperti dengan Bekasi Berkebun, Jakarta Berkebun, Makassar Berkebun, dan lain-lain. Justru anak-anak muda inilah yang giat membuat jejaring, melakukan kegiatan secara daring seperti workshop kelas hijau dan halo kebun. Hampir semua kota di Indonesia sudah ada kelompok petani kota atau pekebun kota yang tergabung dalam Indonesia berkebun. 

Kegiatan pertanian kota ini sebenarnya sudah banyak dirasakan manfaatnya. Manfaat ekologi, karena tanah-tanah yang kosong di perkotaan kemudian menjadi hijau. Selain itu, juga manfaat ekonomi, mengingat hasil pertanian kota berupa sayur maupun bunga bisa dijual. Kegiatan yang tidak hanya sebagai pengisi waktu luang, tetapi juga bermanfaat bagi ekonomi rumah tangga dan kesehatan lingkungan.

Pertanian Kota pada Masa Pandemi

Pada masa pandemi seperti sekarang ini, kegiatan pertanian memiliki peran tambahan. Pada awal pandemi, ketika pergerakan manusia menjadi sangat terbatas, bahkan pedagang sayur keliling juga berhenti karena beberapa kampung menutup wilayahnya (lockdown), pertanian kota menjadi alternatif sumber sayur keluarga. Dalam hal ini, sesama warga anggota pertanian kota saling menukarkan hasil kebunnya sesuai keperluan. Bahkan, semangat menanam apa yang dimakan dan makan apa yang ditanam (nandur opo sing dipangan, mangan opo sing ditandur), menjadi motto penyemangat tersendiri. Tidak terasa bahwa pertanian kota telah menjadi penyangga kebutuhan sumber bahan makanan, sehingga ketahanan pangan (food security) di kota menjadi terbantu.

Tidak dipungkiri bahwa pada masa pandemi ini kegiatan pertanian kota menjadi salah satu strategi meningkatkan imunitas. Banyak kegiatan pertanian kota yang dilakukan secara mandiri oleh anggota keluarga.  Karena berkurangnya aktivitas bekerja di kantor serta masih terbatas kegiatan kumpul-kumpul dengan tetangga, kegiatan mandiri ini menjadi meningkat. Secara tidak sengaja berkebun di pagi hari merupakan aktivitas olahraga, aktivitas berjemur, serta menumbuhkan rasa bahagia ketika menikmati hasil kebun serta tanaman hijau di sekitar rumah.

Jika diamati secara makro, bisnis pertanian kota ini justru berkembang pesat pada masa pandemi. Tidak dipungkiri bahwa keharusan bekerja dari rumah (working from home, wfh) telah mendorong banyak orang untuk memperhatikan pekarangannya. Sebuah grosir pot dan peralatan berkebun di daerah jalan Palagan misalnya, selalu ramai dikunjungi pelanggan untuk membeli pot dan berbagai peralatan lainnya. Penjualan pot gerabah di daerah Bayat Klaten juga meningkat. Diyakini perkembangan ini juga terjadi di tempat-tempat penjualan tanaman hias (taman), maupun penjualan peralatan hidroponik, rak pot bunga dan lain-lain. Tidak aneh bahwa sektor pertanian secara makro justru tumbuh pada masa pandemi. Dorongan kebutuhan bahan makanan yang tetap harus tersedia, serta kreativitas pertanian kota dan pemeliharaan pekarangan yang muncul pada masa pandemi menjadi saksi fenomena ini.

Pertanian Kota dan Pemerintah

Pertanian kota tersebut dirasakan menjadi spesial bagi ibu-ibu rumah tangga. Banyak organisasi kelompok wanita tani (KWT) berkembang di Provinsi DIY, baik di kota Yogyakarta maupun di kabupaten Sleman, Bantul, Kuloprogo dan Gununkidul. Mereka inilah tulang punggung pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Program yang digagas oleh Kementerian Pertanian RI, diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan pekarangan atau lahan terbatas di sekitar rumah yang dilakukan secara intensif untuk budidaya tanaman pangan, sayuran, buah-buahan, peternakan, dan perikanan darat. Program yang tidak saja menunjang ketahanan pangan, tetapi juga mendorong ibu-ibu rumah tangga untuk menjadi lebih produktif secara ekonomi, membantu kebutuhan pangan keluarga.

Pada level daerah, kabupaten dan kota, pengembangan pertanian kota secara umum dan pengembangan Kelompok Wanita Tani dan kelompok pertanian kota lainnya, bisa menjadi strategi jitu untuk berbagai hal. Sebagaimana diuraikan di atas, kegiatan pertanian kota menjadi basis ketahanan pangan keluarga, kawasan sehat secara individu pada era pandemi, serta sehat secara lingkungan yang menjadi hijau sumber oksigen warga setempat. Kelompok Wanita Tani (KWT) dan pegiat pertanian kota lainnya juga telah menjadi perekat kekeluargaan warga setempat.

Berbagai manfaat dan inisiasi yang telah dilakukan di atas, kiranya bisa dikelola pemerintah secara lebih profesional, menjadi bekal untuk menumbuhkan usaha ekonomi warga. Oleh karena itu, upaya mengembangkan usaha KWT dan pertanian kota pada umumnya perlu didorong misalnya menggunakan Alokasi Dana Desa (ADD) atau sumber Dana Desa lainnya. Mereka bisa berkembang dalam Badan Usaha Milik Desa (BUMDES), koperasi, atau kelompok usaha lain, bahkan bisa melakukan penjualan secara online, sehingga KWT dan pertanian kota berkembang menjadi kekuatan ekonomi lokal. Semoga. **

 

Prof. Catur Sugiyanto

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM