Penurunan Angka Stunting Masih jauh dari Target, Ini Penyebabnya

Penurunan Angka Stunting Masih jauh dari Target, Ini Penyebabnya

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Prevalensi kasus stunting di Indonesia kian menunjukkan penurunan sejak beberapa tahun belakangan. Meskipun demikian, penurunannya masih jauh dari target nasional sebesar 14 persen pada tahun 2024.

Masih rendahnya penurunan kasus stunting di Indonesia, terutama dipengaruhi oleh rendahnya tingkat konsumsi protein hewani masyarakat. Berdasarkan data Food and Agriculture (FAO) pada tahun 2017, total konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia hanya sebesar 8 persen.

Angka tersebut berbeda secara signifikan dibandingkan negara Asia lainnya, seperti Malaysia dan Thailand yang tingkat konsumsi protein hewaninya masing-masing mencapai 30 persen dan 24 persen.

Prof Dr drg Sandra Fikawati MPH, ahli gizi kesehatan masyarakat dan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menyampaikan, manusia membutuhkan protein yang terdiri atas asam-asam amino sebagai zat pembangun tubuh.

“Tubuh manusia membutuhkan sebanyak 20 jenis asam amino. Dan Sembilan di antaranya adalah asam amino esensial yang harus didapatkan dari makanan. Protein hewani memiliki kandungan asam amino esensial yang lebih lengkap. Dibandingkan protein nabati,” kata Sandra dalam diskusi yang digelar secara hybrid bertema Penuhi Asupan Protein Hewani, Sambut Generasi Bebas Stunting, Rabu (3/8/2022). Diskusi digelar oleh Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA).

Sandra melanjutkan, dalam kaitannya dengan pencegahan stunting, asupan protein hewani tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Akan lebih baik, apabila asupan protein hewani dicukupi sejak awal di 1.000 hari pertama kehidupan yakni sejak ibu hamil hingga anak berusia dua tahun.

Periode ini, katanya, merupakan periode emas pertumbuhan dan perkembangan anak, masa yang menentukan perkembangan fisik dan kecerdasan jangka panjang.

“Protein hewani, selain mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap dan lebih banyak dibandingkan protein nabati, juga memiliki kandungan vitamin dan mineral yang beragam serta memiliki kualitas yang lebih baik untuk mendukung daya tahan tubuh manusia. Oleh karenanya, penting agar mengkonsumsi jenis makanan yang mengandung protein hewani setiap harinya,” kata Sandra.

Rachmat Indrajaya selaku Direktur Corporate Affairs JAPFA menyampaikan stunting menjadi masalah genting, sebab memiliki dampak jangka panjang yang berkontribusi pada produktivitas ekonomi dan pertumbuhan negara.

Padahal salah satu pencegahannya dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi makanan yang mengandung protein hewani. Namun, sayangnya total konsumsi protein hewani di Indonesia masih tergolong rendah.

“Itulah, mengapa kami terus mendorong peningkatan konsumsi protein hewani, melalui berbagai cara. Salah satunya edukasi seperti ini. Selain merupakan bagian dari komitmen perusahaaan untuk memberikan edukasi dan sosialisasi guna meningkatkan konsumsi protein hewani di masyarakat, hal ini juga sejalan dengan rencana pemerintah dalam menekan angka stunting di Indonesia,” kata Rachmat.

Sebagai penyedia protein hewani di Indonesia, JAPFA kata Rachmat, berkomitmen memberikan kualitas produk terbaik dengan harga terjangkau. Dalam menjamin kualitas produk, JAPFA selalu memperhatikan penerapan Standard Operating Procedure (SOP) yang ketat serta didukung oleh tenaga lapangan yang profesional.

Sehingga, produk olahan protein hewani yang dihasilkan memenuhi konsep ASUH (Aman, Sehat, Utuh Untuk segera disiarkan dan Halal). “Kami berharap, semakin banyak masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi protein hewani demi generasi unggul Indonesia di masa mendatang,” kata dia. (*)