Penanganan Klitih Harus Menyentuh Akar Masalah

Penanganan Klitih Harus Menyentuh Akar Masalah

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Kasus kejahatan jalanan atau biasa disebut klitih, harus mendapat perhatian serius semua pihak. Mulai kepala daerah hingga tataran RT, masyarakat dan lingkungan serta orang tua. Penanganan terhadap kasus seperti ini harus menyentuh ke akar masalah, sehingga remaja tidak terjerumus kepada tindak pidana yang kadang mereka hanya ikut-ikutan teman atau pergaulan tanpa tahu konsekuensi hukumnya.

Hal itu dikatakan oleh pakar pendidikan dari Forum Masyarakat  Peduli Pendidikan Kabupaten Bantul (FMPPB), DR Rahmad Santoso, didampingi Ketua FMPPB, Zahrowi, saat ditemui di sekretariat Dusun Plebengan, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Bambanglipiro, Bantul, Sabtu (14/5/2022).

“Kebijakan untuk melibatkan masyarakat dan semua elemen dalam penanganan kejahatan jalanan sangat perlu. Kalau sekarang yang digencarkan adalah patroli kewilayahan, itu bagus. Namun saya menilai itu belum ke substansi pokok permasalahan yang dihadapi remaja. Karena mereka pasti pintar-pintarnya untuk ngakali patroli, dan tetap melakukan aksi,”kata Rahmad.

Maka menurut dosen Unsoed Purwokerto tersebut, para remaja yang ada di Bantul harus dirangkul. Mereka harus diberi ruang seluas-luasnya untuk berekspresi, berkreasi dan melakukan hal-hal yang positif. Sehingga energi mereka yang meledak-ledak bisa tersalurkan dengan baik.

Karena anak remaja daya kerativitasnya sedang tinggi-tingginya dan mereka sedang mencari jati diri. Maka ketika tidak ada ruang yang cukup, mereka akan mencari di luar dan terkadang ada yang terjerumus dalam pergaulan negatif.

Ruang bagi remaja, lanjut Rahmad, dimulai dari kebijakan kepala daerah turun ke bawah hingga di level lingkungan. Bisa berupa wahana olahraga, sasana seni, pembinaan kelompok hobi, gelaran berbagai kompetisi, fasilitasi kegiatan remaja   dan beragamkegiatan lainnya. Semakin terarah remaja, akan semakin baik pula kehidupan dan pergaulan yang mereka jalani.

Senada dikatakan Zahrowi. Semua pihak harus ikut bergerak dalam penanganan kejahatan jalanan. Tidak bisa dilakukan secara parsial atau sendiri-sendiri. Keterlibatan juga perlu dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan (ormas), termasuk ormas keagamaaan. Misalnya dengan fasilitasi kegiatan festival atau lomba keagamaan bagi remaja jenjang SMP dan SMA, kegiatan kajian agama bagi remaja dan kegiatan lain yang dilakukan secara kontinyu.

“Karena perlu kepekaan dan sensitifitas dari banyak pihak agar masalah ini bisa tuntas. Ibarat penyakit, diobati sampai ke akar-akarnya, bukan hanya dioles obat di permukaan yang kemudian sembuh sementara, namun suatu saat kambuh lagi,” kata pensiunan guru SD tersebut.

Pria yang sukses menghantarkan semua anaknya ke jenjang pendidikan tinggi ini mewanti-wanti pentingnya menerapkan pendidikan sepanjang hayat. Artinya mulai kepala daerah, para pejabat, guru, pihak sekolah, orang tua dan masyarakat juga ikut belajar terhadap kondisi sosial yang terus berkembang. Kemudian belajar untuk bersama-sama mencari solusi atas permasalahan yang ada. Jangan sampai tidak peduli terhadap lingkungan, karena sibuk dengan kepentingan pribadi masing-masing.

“Mari kita bersama-sama belajar. Bagi pemimpin, jadilah figur teladan sehingga remaja kita bisa belajar kenegarawanan secara nyata,” tandas Zahrowi.

Dengan adanya kepedulian ini, dirinya yakin esensi kewajiban sebagaimana tertuang dalam alinea IV UUD 1945 bisa terealisasi. Sehingga dampak liberalisme yang berujung pada krisis eksistensi dan penyakit sosial bisa diatasi. Penyakit sosial tersebut adalah sikap konsumtif materlialis, individualis, apatis (tidak peduli, red) serta machiavelis atau sikap menghalalkan segala cara. (*)