Pemilih Muda dan Media Sosial, Menjadi Tantangan dan Peluang bagi Calon Legislatif

Pemilih Muda dan Media Sosial, Menjadi Tantangan dan Peluang bagi Calon Legislatif
Diskusi di Sintesis Coffee and Space, Sabtu (25/11/2023). (muhammad zukhronnee ms/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan menjadi ajang perebutan suara pemilih muda, yang memiliki karakteristik dan perilaku yang berbeda dengan pemilih generasi sebelumnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi pemilih muda adalah media sosial, yang menjadi sarana interaksi dan informasi bagi mereka.

Hal ini diungkapkan oleh Totok Hedi Santoso, calon legislatif (caleg) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk DPR RI, dan Atik Heru, caleg dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

“Perilaku pemilih itu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Militansi hanya 14%, yang lain berdasarkan petunjuk orang yang diidolakan, yang lain coba-coba karena kecewa dengan pilihan sebelumnya. Ini spekulasi, ini terjadi karena publik kita hopeless,” kata Totok dalam sebuah diskusi di Sintesis Coffee and Space, Sabtu (25/11/2023).

Totok mengatakan, dirinya harus membangun infrastruktur untuk menjaga suara-suara yang sudah ia dapatkan, terutama dari pemilih baru. Ia mengakui bahwa perilaku pemilih sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk media sosial.

“Realitas baru mereka atau keberadaan dia dijamin interaksi dia di dunia maya. Sehingga harus dipetakan berapa pemilih milenial yang lebih percaya terhadap apa yang ia dengar dari dunia media sosial. Di dunia maya mereka berinteraksi, maka perkara ini menjadi tantangan kita bersama,” ujarnya.

Selain itu, tantangan yang dihadapinya dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2023 adalah masyarakat lebih antusias terhadap Pemilihan Presiden (Pilpres) daripada Pileg.

“Persoalannya adalah saya sebagai caleg menjadi tertantang untuk bersinergi dengan calon yang kami usung, dalam hal ini pasangan Ganjar dan Mahfud dari PDIP. Publik lebih antusias terhadap soal pilpres,” kata Totok.

Totok menambahkan, bahwa ia juga harus bersaing dengan delapan caleg lain dari partai yang berbeda untuk mendapatkan kursi di DPR RI. Ia harus memiliki modal sosial, kultural, simbolik, dan finansial untuk bisa dikenal dan dipilih oleh publik.

“Bagaimana saya menitipkan pesan, bagaimana saya bisa dikenal publik. Ini menjadi problematik bagi caleg seperti saya,” ujarnya.

Totok juga mengingatkan bahwa PDIP telah berjuang untuk memperoleh hak istimewa bagi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ia menyebut bahwa salah satu anggota panitia kerja yang mengusulkan dana keistimewaan itu adalah Ganjar Pranowo, yang kini menjadi calon presiden dari PDIP.

“Dengan demikian, secara implisit saya mengatakan ada perjuangan besar Ganjar Pranowo, bersama rakyat dan diam-diam bersama PDIP, untuk memperjuangkan keistimewaan DIY,” tuturnya.

Atik Heru, caleg dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menambahkan, bahwa Pileg tidak kalah penting dengan Pilpres, karena anggaran negara ditetapkan oleh DPR RI, yang kedudukannya di atas presiden. Ia mengatakan bahwa yang memperjuangkan rakyat itu adalah anggota DPR RI, yang mengajukan anggaran untuk berbagai sektor, termasuk infrastruktur.

“Jangan hanya pilpres, pileg juga penting karena anggaran yang teken DPR RI. Kedudukan DPR RI di atas presiden. Yang perjuangkan rakyat itu DPR RI,” kata Atik.

Sebagai wakil rakyat dari PPP, Atik mengaku memiliki sejarah panjang dengan PDIP, karena ibunya juga merupakan kader PDIP.

“Kita kongsi mengangkat Pak Ganjar. Di Jakarta, Atikoh (istri Ganjar Pranowo) relawan perempuan Ganjar,” ujarnya.

Atik berharap bahwa masyarakat dapat memberikan suara mereka kepada yang telah berkontribusi untuk kesejahteraan rakyat. Ia juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pileg dan Pilpres 2024, yang akan digelar pada Februari mendatang. (*)