Ormas dan Mahasiswa di Bantul Deklarasi Tolak Miras
Konflik sosial di masyarakat salah satu pintu masuknya adalah minuman keras.
KORANBERNAS.ID, BANTUL – Sejumlah ormas dan mahasiswa di Bantul bersatu menolak peredaran minuman keras (miras). Kali ini, Biro Kemahasiswaan dan Alumni (Bimawa) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta menggelar Seminar Miras dan Potensi Konflik Sosial serta Deklarasi Tolak Miras di DIY Senin (25/11/2024), di Kampus UAD IV Jalan Ring Road Selatan Bantul.
Narasumber seminar adalah Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) DIY, Dr Iwan Setiawan. Sedangkan peserta organisasi kemasyarakatan (Ormas) maupun ormas keagamaan di antaranya KNPI, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Dewan Masjid dan mahasiswa dari UAD maupun kampus lain seperti Universitas Mercu Buana Yogyakarta, STTKD maupun UII.
Pembacaan deklarasi dipimpin Salwa Ova Safitri mahasiswa sastra Inggris UAD dan diikuti oleh ratusan peserta. Adapun isi deklarasi, perwakilan seluruh elemen masyarakat DIY menyadari miras perusak bangsa.
Mereka berikrar, pertama, menolak segala bentuk peredaran miras di DIY. Kedua, menyatakan perlawanan terhadap segala penyalahgunaan dan peredaran gelap miras di DIY. Ketiga, mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah Republik Indonesia mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran miras.
Membantu aparat
Keempat, mengerahkan segala kemampuan serta menggerakkan seluruh elemen masyarakat untuk aktif membantu aparat menanggulangi peredaran miras di DIY. Kelima, menyerahkan hukum akibat dampak peredaran kepada pihak yang berwenang.
Dalam.sambutannya Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UAD, Dr Gatot Sugiharto, mengatakan konflik sosial di masyarakat salah satu pintu masuknya adalah melalui minuman keras.
"Misalnya saat kita bersenggolan dengan seseorang dan kebetulan orang tersebut dalam pengaruh minuman keras maka masalah yang kecil bisa menjadi besar. Sesuatu yang awalnya adalah konflik pribadi meluas menjadi konflik masyarakat, jika ini hanya ditangani oleh pihak kepolisian tentu adalah sesuatu yang berat," katanya.
Semua harus bahu-membahu mengatasinya. "Ada teman-teman ormas Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, KNPI dan ormas-ormas yang lain serta mahasiswa kita bersama-sama menentang miras di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ini akan menjadi pekerjaan yang lebih ringan ketika dilaksanakan bersama-sama," katanya.
Sangat mudah
Sedangkan Iwan Setiyawan menyampaikan sangat mudah untuk membeli miras di Yogyakarta ibarat semudah membeli es teh di angkringan. "Bahkan sekarang sudah ada 70-80 outlet miras yang tersebar di Yogyakarta," katanya.
Adapun miras dibagi dua jenis yaitu miras produk lokal atau oplosan dan miras produk nasional atau internasional. Outlet miras melakukan promosi dengan membuat poster dan iklan dengan tema Islami, sehingga ormas Islam berpikir harus menegakkan antara hak dan batil dan menolak masuknya miras di DIY.
"Setelah dilakukan berbagai deklarasi akhirnya MUI, NU dan Muhammadiyah melakukan gerakan tolak berdirinya toko miras. Gerakan ini mendapatkan respons negatif dari para pengedar miras," katanya.
"Namun selalu disampaikan bahwa berkaitan dengan miras kita tidak akan melakukan gerakan kekerasan, urusan penutupan itu adalah urusan aparat dan penegak hukum, sedangkan kami adalah gerakan-gerakan moral,” lanjut Iwan.
Instruksi Gubernur
Setelah itu keluar Instruksi Gubernur DIY No 5/2024 tentang Optimalisasi Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol yang menggarisbawahi respons proaktif terhadap kekhawatiran warga DIY terkait meningkatnya peredaran minuman beralkohol dan dampaknya.
Merujuk data penelitian, miras menjadi pemicu konflik sosial seperti konflik di Kota Sorong Papua Barat, konflik intoleransi antar umat dan konflik antar desa Jikotamo & Taman Sari yang terjadi karena di bawah pengaruh alkohol. (*)