Mitigasi Bencana Bukan untuk Menakut-nakuti

Mitigasi Bencana Bukan untuk Menakut-nakuti

KORANBERNAS.ID -- Mitigasi bencana idealnya menjadi bagian terintegrasi dari pengelolaan geopark. Mitigasi bencana penting disebarluaskan kepada publik, bukan untuk menakut-nakuti, tapi bertujuan mengurangi korban jiwa jika terjadi bencana.

Masalah itu mengemuka pada Focus Group Disccussion (FGD) “Arah Pengembangan Geopark Karangsambung Karangbolong (GNKK) Menuju Unesco Global Geopark (UGG) “, Kamis (21/11/2019). Kegiatan yang diselenggarakan Balai Konservasi dan Informasi Kebumian (BIKK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Karangsambung, Kebumen sebagai cara menyampaikan hasil validasi geo diversity bio diversity, serta culture diversity di GNKK.

Menurut Edi Hidayat, Kepala BIKK LIPI, FGD selain menvalidasi ketiga hal itu juga menyampaikan hasil peneltiian BIKK LIPI, khususnya potensi bencana di beberapa geosite. Dibalik potensi geosite untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui geowisata, ada potensi bencana sehingga perlu ada publikasi litigasi dan mitigasi bencana di GNKK.

Kawasan GNKK seluas 553 hektar kilometer persegi, terdapat 41 situs geologi, sebagian memiliki potensi rawan bencana. Misalnya di Pantai Menganti. Masyakarat perlu mengetahui potensi bencana di sana, seperti tsunami. Mitigasi dan litigasi bencana penting divalidasi dan diketahui publik, sebagai bagian dari rekomendasi mendukung GNNK menjadi UGG.

Peneliti dari Pusat Penelitian Geopark dan Kebencanaan Universitas Pajajaran Bandung, DR Dicky Muslim, mengatakan beberapa geopark di Indonesia sebagian ada potensi bencana longsor, banjir, tsunami, serta gempa. Informasi potensi bencana semestinya disebarluaskan di semua kalangan yang berhubungan dengan geopark. Mereka bisa anak sekolah, pelaku bisnis di geopark, serta akademisi. Penyebarluasan mitigasi bencana, bukan untuk menakuti nakuti masyarakat.

“Mitigasi bencana untuk kesiapan siagaan dan bisnis berkelanjutan,“ kata Dicky Muslim.

Mitigasi bencana penting agar masyarakat jangan salah bertindak jika sewaku waktu terjadi bencana. Misalnya melihat bencana tsunami. Itu sebagai hal yang keliru. Mestinya ketika melihat tsunami, menjauh dan menyelamatkan ke tempat yang aman. Perilaku menyelamatkan diri jika terjadi tsunami atau bencana alam lain hendaknya menjadi kebiasaan, sehingga bencana tidak menjadi “pembunuh massal”.

Prof Dr PM Laksono, guru besar Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada, memandang perlunya masyakarat di GNKK tahu dan memahami GNKK. Dengan memahami apa itu GNKK, yang diwujudkan dengan seni dan budaya, GNKK bisa menjadi sumber kekayaan kebudayaan. Sejarah kebumian, Karangsambung yang jutaan tahun lalu dasar samudera, bisa diwujudkan dalam bentuk seni dan budaya, seperti ketoprak dan sejenisnya. (eru)