Mengendalikan Polusi, Pemprov DKI Harus Serius Pada Pengendalian BBM Bersubsidi

Mengendalikan Polusi, Pemprov DKI Harus Serius Pada Pengendalian BBM Bersubsidi

KORANBERNAS.ID, JAKARTA—Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, diminta lebih serius untuk mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi. Intervensi melalui kebijakan diperlukan, agar masyarakat lebih “patuh” dan tidak menggunakan BBM bersubsidi untuk kendaraan pribadi mereka.

Hal ini menjadi sebagian dari kesimpulan “Diskusi Publik Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di Wilayah DKI Jakarta”, yang diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), 8 Novermber 2022.

Dalam diskusi ini, Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, kota selevel Jakarta, seharusnya sudah jauh lebih serius dalam hal kebijakan mengenai pemakaian bahan bakar kendaraan. Berkaca pada pengalaman kota-kota besar di negara lain, kendaraan yang beroperasi diwajibkan menggunakan bahan bakar dengan kualitas tinggi atau terbaik. Bahkan, kebanyakan sudah menggunakan bahan bakar yang mengacu standar Euro 4 atau bahkan Euro 5.

  1. coba kita lihat di Jakarta, penggunaan bahan bakar bersubsidi masih dominan. Bahkan, belakangan pertumbuhan kendaraan roda 2 semakin memuncak. Ini artinya, penggunaan BBM bersubsidi yang kualitasnya rendah dan sangat polutif makin meningkat,” kata Tulus sebagaimana rilis yang dikirimkan ke koranbernas.id, Kamis (10/11/2022).

Tulus menilai, kebijakan yang bisa memaksa penurunan konsumsi BBM berkualitas rendah, menjadi pilihan terbaik saat ini. Sebab kebijakan lain seperti penyediaan dan memperbaiki kendaraan atau angkutan umum, dan belakangan mendorong penggunaan kendaraan listrik, nyatanya belum mampu mengatasi persoalan.

“Data yang kami peroleh, 35 persen kendaraan pribadi khususnya mobil, masih berputar di Jakarta dan kota-kota penyangga lain yakni Jabodetabek. Kemudian 70 persen polusi di Jakarta berasal dari kendaraan pribadi. Sehingga sangat urgent untuk pengendalian konsumsi bahan bakar bersubsidi. Jadi kendaraan umum terus didorong, tapi harus ada juga langkah nyata mengendalikan kendaraan pribadi. Pengendalian BBM bersubsidi itu harus secara operasional dalam arti harus ada insentif dan disinsentif,” lanjutnya.

Tulus menyebut, insentif yang dimaksud adalah Pemprov DKI harus mendorong sebanyak mungkin penyediaan transportasi publik massal sehingga terjadi migrasi ke angkutan umum.

“Itu akan berkontribusi untuk menurunkan emisi,” ujar Tulus.

Untuk disinsentif, kata Tulus, bila masyarakat masih tidak mau menggunakan angkutan umum yang sudah disediakan, berarti dia harus menggunakan bahan bakar yang lebih mahal.

“Karena dia telah mencemari lingkungan dengan bahan bakar yang digunakan kendaraan pribadinya. Bisa juga misalnya dengan kebijakan untuk mengenakan biaya parkir progresif yang jauh lebih mahal untuk kendaraan pribadi yang tidak lolos uji emisi. Dengan cara ini, diharapkan perlahan masyarakat akan mau beralih ke angkutan umum massal,” ujar Tulus.

Safrin Liputo dari Dinas Perhubungan Pemprof DKI mengakui, upaya untuk mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi terus dilakukan secara masif. Upaya tersebut mencapai hasil jauh lebih baik setelah keberhasilan mengintegrasikan angkutan publik atau angkutan umum di Jakarta.

Safrin mengatakan, tahun 2016-2017 sebelum angkutan massal terintegrasi, rata-rata tingkat keterisian Trans Jakarta misalnya masih sekitar 350 ribu perhari. Tapi setelah terintegrasi, ada lompatan tingkat keterisian menjadi 1.041 juta perhari.

“Bagaimana dampaknya terhadap konsumsi BBM bersubsidi dan penggunaan kendaraan pribadi, tentu masih memerlukan riset. Tapi kami yakin dampaknya sangat positif,” katanya.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, revisi Perpres 191/2014 masih dibahas. Dalam bahasannya ini melibatkan berbagai kementerian. Mulai dari Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, hingga Kementerian Keuangan yang berkaitan dengan besaran subsidi dari dana pemerintah.

“Kalau menurut saya itu, kita sudah bahas itu posisinya bukan di Kementerian ESDM, jadi kita koordinasi antar kementerian, nanti harus diselesiakn antar kementerian supaya satu (pemahaman), jadi kondisinya kita masih diskusi antar kementerian,” paparnya. (*)