Mengenang Gempa Dahsyat, 15 Tahun Lalu

Mengenang Gempa Dahsyat, 15 Tahun Lalu

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Gempa dahsyat mengguncang wilayah Bantul dan sekitarnya pada 27 Mei tahun 2006 silam. Untuk mengenang 15 tahun gempa, digelar sarasehan dan doa bersama di tugu prasasti episentrum gempa bumi di Dusun Potrobayan, Kalurahan Srihardono, Pundong, Kamis (27/5/2021), dengan tema “Merawat Ingatan Masyarakat Dalam Mewujudkan Bantul Tangguh Bencana”.

Acara dibuka oleh Wakil Bupati Bantul, Joko Purnomo, dengan pemukulan kentongan dan diikuti para pejabat yang hadir, yakni anggota DPR RI Drs HM idham Samawi, Sekretaris Utama (Sestama) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan M.Si, Ketua Juruan Teknik Geologi UPN Veteran Jogja DR Jatmika Setiawan, Kepala BPBD Bantul Dwi Daryanto dan dihadiri puluhan tamu undangan dari berbagai elemen masyarakat.

Kegiatan diisi dengan pertunjukan Gejog Lesung “Sentung Lestari” Nangsri Srihardono, pemutaran video gempa yang berkekuatan 5,9 SR pada pukul 05.53  di hari Sabtu pagi, video Bantul bangkit serta doa bersama bagi para korban yang jumlahnya ribuan meninggal dunia.

Dwi Daryanto mengatakan, peringatan 15 tahun bukan hanya untuk mengingatkan bencana, namun juga kearifan lokal yakni  nilai-nilai  gotong royong, guyub rukun, bersatu padu membangun Bantul.

"Kegiatan ini untuk mengenang sekaligus mendoakan korban gempa 15 tahun lalu. Dan memahamkan kembali tentang sadar bencana bagi kita semua," kata Dwi.

Pembangunan monumen episentrum gempa, menurut Dwi, bisa menjadi tempat wisata edukasi. Sehingga mereka yang lahir setelah tahun 2006 bisa belajar dan tahu cara menyelamatkan diri atau mitigasi bencana ketika terjadi gempa bumi.

“Kendati kita tidak pernah berharap, namun kewaspadaan tetap harus selalu kita lakukan,” katanya.

Sementara HM Idham Samawi, anggota FPDIP DPR RI yang saat gempa menjabat Bupati Bantul, mengatakan saat kejadian dirinya baru memberi makan ayam di belakang rumah dinas di Trirenggo.

"Tahu-tahu daun gresek gresek pelan. Saya pikir gempa akibat aktifitas Gunung  Merapi. Ternyata getaran semakin kencang. Badan saya sudah tidak seimbang, sempoyongan," katanya.

Kolam ikan  yang ada di kompleks rumah dinas juga airnya keluar separo, berikut ikan-ikannya. Lukisan berjatuhan dan rumah juga retak, padahal bangunan kuat.

“Saya bayangkan bagaimana kondisi rumah warga saat itu. Dan saat keluar rumah, saya melihat sudah banyak kendaraan ke arah RS membawa pasien. Saya segera cek ke Panembahan, ternyata sudah penuh hingga selasar, termasuk kamar jenazah. Saat itu kira-kira jam tujuh (pagi),” kata Idham tergetar.

Melihat kondisi tersebut, dirinya melakukan koordinasi dengan Dandim serta pihak-pihak terkait, termasuk meredam isu tsunami yang sempat menyeruak.

“Saya saat itu meminta kita semua harus bergerak, bersatu padu dan tetap harus bekerja sesuai dengan pekerjaan kita masing-masing agar roda kehidupan terus berjalan. Jangan sampai kita mengemis. Itu bukan watak orang Bantul. Tetapi kita gotong royong, bangkit bersama. Maka untuk menyemangati, kita membuat banyak spanduk yang kita pasang di berbagai penjuru Bantul sebagai bentuk dukungan kepada warga Bantul,” katanya.

Dalam jangka waktu 2 tahun, dampak gempa bisa tertangani dan Bantul mendapat apresiasi dari banyak pihak, termasuk pemerintah pusat.

“Semua karena gotong royong dan kebersamaan, keterpaduan semua pihak. Saat itu untuk membangun rumah, bantuan pemerintah di Bantul dibentuk kelompok masyarakat (pokmas) yang saling membantu satu dengan lainya. Juga kita mendapat bantuan tenaga dari para relawan,” kata Idham.

Melihat perjalanan panjang tersebut, dirinya mendukung ketika episentrum tersebut menjadi wisata edukasi. Sehingga pembelajaran   dan cara menghadapi gempa menjadi ilmu yang bisa dipelajari oleh semua orang. Tidak hanya di Bantul, namun juga siapa pun mereka yang datang.

“Saat saya menjadi bupati juga telah dilakukan kegiatan simulasi agar warga, termasuk anak-anak sekolah, tanggap bencana. Begitu pun di pesisir pantai, telah diberi petunjuk arah kemana harus lari untuk evakuasi dan titik tempat pengungsian dengan jarak minimal 7 kilometer dari bibir pantai. Petunjuk-petunjuk ini harus dirawat,” katanya.

Lilik Kurniawan juga mendukung tempat tersebut menjadi lokasi wisata edukasi. Nantinya tentu akan ada penambahan sarana prasarana, seperti adanya tempat untuk pemutaran film gempa dan juga penanganananya.

Menanggapi hal tersebut, Joko Purnomo mengaku Pemkab Bantul juga mendukung lokasi itu menjadi tempat wisata edukasi. ”Hasil pertemuan hari ini akan saya laporkan kepada pak bupati untuk membuat langkah kelanjutan ke depnanya,” katanya. (*)