Mendongeng Itu Seperti Menghipnotis

Mendongeng Itu Seperti Menghipnotis

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Sebanyak 30 peserta, yang sebagian besar berprofesi pendidik, mengikuti workshop cipta dongeng (mendongeng) yang digelar oleh Dinas Kebudayaan DIY. Peserta guru dari Sleman 10 orang, Kota Yogyakarta 5 orang, Gunungkidul 4 orang, Bantul 4 orang, Kulon Progo 3 orang dan peserta yang bukan guru 4 orang. Kegiatan dibuka Kepala Parniradya Keistimewaan DIY, Aris Eko Nugroho, M.Si.

Narasumber yang dihadirkan adalah seniman teater Broto Wijayanto S.Sn. Secara spontan kegiatan diawali mendongeng oleh Slamet Nugroho, guru SMAN 8 Yogyakarta yang bercerita tentang tikus yang cerdik, disusul guru MTsN 3 Bantul Drs Sutanto yang bercerita tentang pencuri bernama Degsura yang harus bertekuk lutut di hadapan mBah Jaya.

"Kegiatan workshop dilaksanakan dua hari pada Kamis dan Jumat lalu di auditorium 2 Museum Sonobudoyo," kata Sutanto dalam rilis yang dikirim ke redaksi koranbernas.id, Sabtu (29/5/2021) sore.

Pada hari pertama, Kamis (27/5/2021), materi yang diberikan adalah "Pembinaan dan Pengembangan Sastra Lisan di Masyarakat" oleh Kabid Pemeliharaan dan Pengembangan Sejarah, Bahasa, Sastra dan Permuseuman Disbud DIY, Rully Andriadi SS.

Kemudian, pembicara kedua dosen Sastra Jawa Fakultas Ilmu Budaya UGM, Dr Sri Ratna Saktimulya, yang mengupas "Dongeng Jawa Klasik dan Manuscrip Dongeng Yogyakarta".

Pada hari kedua, Jumat(28/5/2021), menghadirkan penggiat sastra dan aksara Jawa sekaligus pimpinan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS), Akhmad Fikri S.Hum, yang secara gamblang menjelaskan "Etnografi Sastra Lisan di DIY dan Penulisan Mendongeng".

Pada puncak acara, Broto Wijayanto dengan pengalamannya di dunia akting mampu memotivasi semua peserta tampil dengan penuh percaya diri.

“Untuk bisa menguasai panggung, bisa diawali latihan berjalan, memandang mata orang lain. Yang penting kuasai dirimu agar bisa menguasai penonton, barulah bisa mendongeng dengan nyaman. Mendongeng itu seperti menghipnotis,” tegas Broto.

Menurut Broto, hal yang perlu diperhatikan adalah intonasi, karakter bermain kata, dan agar penampilan makin menarik ditambah adanya properti bisa menggunakan benda atau tubuh.

Pada sesi penutup, Rully Andriadi mengingatkan, setelah workshop selesai peserta diharapkan segera menyusun rencana yang matang agar semua dapat menghasilkan karya sampai dengan 30 Juni 2021 dengan mematuhi ketentuan yakni cerita tentang asal-usul nama tempat di wilayah DIY, asal usul terjadinya sesuatu di wilayah DIY, segala sesuatu yang memiliki cerita lisan sekitar wilayah DIY.

“Saya berharap hasil workshop dapat diimplementasikan dalam dongeng yang dibuat sehingga dapat menghasilkan karya yang berkualitas, bisa dibukukan dan dijadikan acuan mendongeng, khususnya untuk anak maupun masyarakat umum,” pungkas Rully. (*)