LPS Mengakui, Sektor Keuangan Masih Dihantui Rendahnya Literasi dan Ketimpangan Akses

Kondisi ini menjadi perhatian utama LPS.

LPS Mengakui, Sektor Keuangan Masih Dihantui Rendahnya Literasi dan Ketimpangan Akses
Dari kiri, Sekretaris LPS Dimas Yuliharto dan Plt Kepala Kantor Persiapan Penyelenggaraan Progam Restrukturisasi Perbankan dan Hubungan Kelembagaan Hermawan Wibowo. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengakui sektor keuangan di Indonesia masih menghadapi tantangan. Terutama menyangkut tingkat literasi masyarakat yang masih rendah serta ketimpangan akses ke jasa keuangan.

Sekretaris Lembaga LPS, Dimas Yuliharto, mengatakan kondisi ini menjadi perhatian utama LPS, dalam kaitan dengan tugas dan fungsi kelembagaan ke depan.

“Masih menghadapi tantangan berupa rendahnya literasi keuangan dan ketimpangan akses ke jasa keuangan yang dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Terlebih di tengah disrupsi teknologi yang semakin masif. Maka diperlukan upaya terus menerus untuk meningkatkan literasi dan akses ke jasa keuangan. Salah satu yang kami jaga adalah kepercayaan nasabah,” ujar Dimas saat acara LPS Media Gathering 2023 di Yogyakarta, Jumat (4/8/2023).

Sebagaimana diketahui, mulai 2023 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki tugas baru. Seiring dengan amanat dalam UU nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Dalam UU tersebut kewenangan LPS ditambah yaitu penjaminan polis asuransi dan penempatan dana.

ARTIKEL LAINNYA: Berikan Layanan Kesehatan Anak, JIH Bakal Memiliki Pediatric Tower

Terkait penjaminan polis, Dimas menerangkan, ada aturan dalam UU P2SK yaitu hanya penjaminan polis dengan unsur proteksi produk asuransi lini usaha tertentu. Kemudian pengalihan portofolio polis/pengembalian hak pemegang polis/ tertanggung/peserta bagi polis aktif.

Juga pembayaran klaim penjaminan bagi klaim polis. Ada pengecualian program asuransi sosial dan asuransi wajib. Terdapat pula batas maksimal penjaminan.

“Untuk penjaminan polis dimulai pada 2028, tapi dua tahun setelah UU P2SK aturan turunan dalam PP harus selesai,” ungkapnya.

Plt Kepala Kantor Persiapan Penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) dan Hubungan Kelembagaan LPS, Hermawan Wibowo, menambahkan perubahan utama pengaturan terkait LPS sebagaimana yang tercantum di dalam UU P2SK, di antaranya terkait Penjaminan dan Resolusi Bank, Kelembagaan dan Perluasan Wewenang, Program Penjaminan Polis dan Penempatan Dana.

ARTIKEL LAINNYA: Jangan Dicap Negatif, Stunting Tak Pandang Keluarga Kaya atau Miskin

Terkait penjaminan dan resolusi bank sesuai amanat UU P2SK, LPS dilengkapi dengan sejumlah instrumen resolusi bank. Di antaranya mekanisme likuidasi atau metode resolusi dengan cara menjual aset-aset milik Bank Dalam Resolusi (BDR) guna menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh bank. Lalu, Penyertaan Modal Sementara (PMS) atau memberikan tambahan modal kepada BDR dengan tujuan untuk diselamatkan.

Kemudian, Purchase and Assumption (P&A) atau mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan atau kewajiban BDR kepada bank penerima.

Dan terakhir, opsi pengalihan sementara melalui metode Bridge Bank atau mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan atau kewajiban BDR kepada Bank Perantara atau bank yang didirikan oleh LPS.

“Berbagai opsi tersebut adalah metode yang dipilih LPS, untuk melakukan penanganan atau penyelesaian permasalahan bank yang tidak dapat disehatkan oleh otoritas terkait dan diserahkan kepada LPS,” ujar Hermawan yang akrab dipanggil Awan.

ARTIKEL LAINNYA: Setelah 72 tahun, IBI Bantul Memiliki Gedung Sendiri

Sejak beroperasi 2005 hingga kini, LPS telah membayar klaim penjaminan 118 BPR/BPRS dan 1 Bank Umum. Selain itu, LPS juga telah meresolusi 1 bank umum dengan metode Penempatan Modal Sementara (PMS) dan telah didivestasi kepada investor di tahun 2014. Nilai klaim penjaminan yang dibayarkan sejak LPS beroperasi tahun 2005 hingga kini sebanyak 1,75 triliun (simpanan layak bayar). (*)