Lolos dari Badai Saat Tiba di Jerman

Lolos dari Badai Saat Tiba di Jerman

KORANBERNAS.ID, KOLN – Pada tulisan sebelumnya penulis telah mencoba naik Flix Bus dari Paris ke Fribourg, Swiss  selama 9 jam. Kemudian Fribourg, Swiss ke Roma, Italia selama 16 jam dengan transit satu jam di Milan.

Jarak tempuh yang lumayan lama, tetapi keuntungannya bisa mengurangi budget penginapan. Dengan menggunakan bus malam, bisa bobok di bus. Tarif menjadi lebih murah. Hanya jarak tempuh yang lebih lama.

Kali ini penulis menceritakan perjalanan dari Roma ke Cologne, Jerman, menggunakan pesawat Ryan Air dengan dua jam perjalanan. Jika menggunakan bus, bisa ditempuh seharian. Memang harus berani mencoba naik berbagai jenis transportasi.

Namun ada sedikit drama saat membeli tiket bus seharga 7 Euro per orang untuk satu hari. Rencananya, tiket one day pass ini akan kami gunakan untuk explore di Vatican dan Roma serta perjalanan menuju bandara.

Ternyata tiket bus ke bandara berbeda dengan tiket bus angkutan umum. Inilah pengalaman yang mahal harganya. Meski sudah dipersiapkan sebelumnya, masih ada saja hal yang terlewat. Tidak apalah, jadi pelajaran berharga. Terpaksa kami harus beli tiket baru menuju bandara.

Pelajaran berharga lainnya terjadi saat pemeriksaan di imigrasi bandara Ciampino. Uang receh kembalian saat membeli tiket bus on the spot ke bandara saya taruh di hidden belt.

Ketika melewati pintu pemeriksaan badan, berbunyilah alarmnya. Mana sepatu boot dan jaket penulis juga harus dilepas. Dengan suhu 3 derajad, dinginnya terasa menusuk tulang. Kemudian petugas imigrasi meminta penulis berdiri menunggu di satu kotak kecil bertulisan wait hingga selesai pemeriksaan barang yang dibawa. Duh deg degan...

Meski hanya beberapa menit diperiksa, baik barang bawaan yang berada di tas backpack juga tas kecil, rasanya lama sekali, plus deg degan. Petugas mengolesi tangan dan barang dengan selembar kertas tipis kecil yang dimasukkan scanner khusus, membuat penulis was-was juga...

Petugas dengan tegas mengatakan ada cairan dan cream yang isinya dibawah 100 ml, harus dimasukkan ke plastik. Meski begitu petugas imigrasi tersebut tetap sangat ramah menjelaskan dan memasukan cream serta cairan magnesium oil penulis ke plastik yang tersedia di bandara.

Petugas juga berpesan, lain kali jangan diulang peristiwa dan pengalaman tersebut. Harus benar-benar diingat. Terima kasih, para petugas imigrasi Bandara Ciampino, Roma yang ramah dan baik hati..

Puji Tuhan. Akhirnya lolos juga dari pemeriksaan imigrasi gara-gara koin yang tersimpam di hidden belt yang memicu bunyi alarm. Dua jam perjalanan dengan Ryan Air akhirnya terlewati juga.

Lolos dari badai

Satu catatan kecil lainnya didapat penulis dari seorang sahabat, Renjani yang tinggal di Brusell.

"Mbak beruntung. Dirimu ke Italia semalam sebelumnya. Minggu malam sampai Senin ada badai besar lewat United Kingdom, Belgia ke arah Jerman dan Swiss. Banyak mobil nabrak," kata Renjani melalui chat-nya.

Hal sama juga disampaikan Tessa. Sebelum kami ke Jerman, badai dan cuaca tidak menentu terjadi di negara ini. Angin, hujan es, dan badai.

Sungguh luar biasa penyertaan Tuhan dalam perjalanan pertama ke Eropa. Kami dihindarkan dari hal-hal di luar dugaan. Banyak sahabat yang juga mengingatkan kami.

Demikian juga soal hebohnya wabah virus Corona. Padahal, kami sama sekali tidak memakai masker selama di Eropa. Di Paris setelah landing, kami sempat menggenakan masker. Namun, kami jadi bingung sendiri karena menjadi perhatian banyak orang.

"Kesehatan di sini sangat penting. Untuk itu asuransi harus dimiliki setiap orang. Kalau sakit, baru menggunakan masker," kata Pono Geneng yang disampaikan saat di Fribourg, Swiss.

Pono Geneng yang sudah tinggal 25 tahun di Swiss juga menjelaskan bahwa menjaga kesehatan dan mengkonsumsi makanan yang sehat sangatlah penting. "Bisa memasak sendiri adalah lebih baik, karena di Swiss semua mahal," ujar Pono, mantan tukang becak yang pandai memasak tersebut.

Gereja Gothic

Sesampai di bandara Koln kami dijemput sahabat kami, Tessa, yang menjadi volunteer di Jerman selama setahun. Semua papan petunjuk di sana menggunakan bahasa Jerman. Huh..

Oh ya, jangan lupa menggunakan data seluler ketika jalan-jalan di Eropa. Ini penting untuk searching, juga untuk google map atau translate.

Kemudian, dengan kereta dari bandara kami menuju ke tempat penginapan di Hostel Hardrock Motown Hostel, di Sporergasse 2A 3.Et. +4.Et, 50667 Koln, Jerman. Penginapan ini recomended. Selain bersih, harga terjangkau dan yang terpenting ada kitchen sehingga bisa masak sendiri buat bekal saat jalan-jalan di seputar kota.

Customer service di front office juga ramah. Selain itu, seputar penginapan banyak tempat yang bisa di eksplore, terutama gereja Gothic terbesar keempat di dunia.

Setelah menaruh koper di kamar, Tessa mengantar kami makan kebab di dekat hotel. Satu porsi cukup buat empat orang dan sangat kenyang.

"Di sini porsi kebab memang besar. Daging juga banyak. Bisa pilih beef atau chicken. Jangan khawatir, bagi umat muslim juga banyak makanan halal," ujar Tessa yang sudah beberapa bulan di Jerman.

Malam pertama kami explore ke gereja Gothic. Di Jerman banyak pilihan destinasi traveling. Salah satunya adalah kota Cologne yang terkenal akan kemegahan katedralnya, Kolner Dom atau katedral Cologne.

Gereja Gothic yang sangat memukau ini merupakan katedral tertinggi keempat di dunia. Uniknya, pembangunan Kolner Dom memakan waktu hingga ratusan tahun. Lokasi gereja ini hanya ditempuh 200 meter dari tempat kami menginap.

Cukup lama saya mengagumi keindahan Kolner Dom atau katedral Cologne. Makanya, saat traveling ke Eropa, saya memutuskan mengunjungi Cologne.

Tujuan utama saya adalah mengunjungi Kolner Dom atau katedral Cologne yang menjadi ikon kota ini. Ternyata katedral ini mudah dicapai karena lokasinya tepat berada di pusat kota, tepatnya persis di seberang Haupfbanhof atau stasiun pusat Cologne.

Kolner Dom atau katedral Cologne bergaya arsitektur gothic yang didominasi warna keabuan. Katedral setinggi 157,38 meter ini merupakan katedral tertinggi keempat di dunia.

Tak cuma menjadi ikon kota Cologne, katedral Cologne juga menjadi landmark Jerman yang paling sering dikunjungi. Sekitar 20.000 turis mengunjungi katedral Cologne setiap harinya.

Disebut sebagai katedral gothic tercantik di dunia, sebenarnya katedral Cologne memerlukan waktu 632 tahun hingga selesai dibangun. Sempat mengalami kebakaran, dan juga hancur karena bom sekutu pada perang dunia kedua, katedral Cologne akhirnya dibangun kembali dan selesai pada tahun 1956. (eru)