Komposer Muda Berkolaborasi Mengembalikan Tren Musik 90-an
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Kejayaan musik tahun 90 hingga 2000-an membawa pengaruh besar bagi insan musik tanah air. Grup band berkelas dan melegenda seperti Potret, GIGI, Slank, Dewa 19 hingga yang lebih baru Padi dan Cokelat menciptakan karya-karya besar pada periode ini. Solois pun demikian. Ada Nicky Astria, Mel Shandy, Inka Christie hingga Ruth Sahanaya dan Poppy Mercury berkibar pada masa ini.
Musik terus berkembang, platform musik digital dan kemudahan telekomunikasi mempermudah pendistribusian sebuah karya musik hingga ke seluruh dunia. Kemudahan ini pula menjadikan salah satu penyebab tren musik mirip antara satu dengan yang lainnya.
"Menurut saya pribadi, saya rasa saat ini musisi-musisi yang seumuran saya hanya condong ke satu genre, yaitu indie yang mungkin indie-nya berkiblat ke salah satu artis saja," terang Louise Mercy Eunice, kepada koranbernas.id, saat ditemui usai meluncurkan single perdananya bersama vokalis Dyani Dee di Djiwa Coffee The Ratan Sabtu (5/2/2022) petang.
Menurt Mercy, memang benar perkembangan musik dari tahun ke tahun semakin bagus, saat ini semakin banyak teknologi yang bisa mendukung pekerjaan musik. Selain itu, banyak cara marketing yang bisa ditempuh untuk memperkenalkan musik secara luas.
"Tapi saya pribadi akan tetap mengikuti ideologi. Saya tidak mau terlibat dan terbawa arus saat ini. Hanya saja ya saya akan membuat sesuatu yang bisa membaur," lanjutnya.
Salah satu karya komposisi musik perempuan berusia 20 tahun ini adalah single Cintamu Bukan Untukku. Lagu pop melow yang memadukan gitar akustik dan gamelan Yogyakarta ini diluncurkan di seluruh platform musik digital pada Jumat (4/2/2022).
Selain audio streaming, video musik single ini pun telah dibuat dan ditayangkan di YouTube dalam waktu yang sama, bahkan baru 24 jam setelah diluncurkan video musik ini telah ditonton lebih dari 3.000 kali.
Single ini berangkat dari kisah nyata Mercy yang menceritakan kisah cinta yang tidak memungkinkan di antara dua sejoli. Karya ini juga merupakan hasil kontemplasinya selama masa pandemi.
“Aku ingin lagu ini menjadi anthem sederhana bagi insan yang pernah mengalami kuldesak, antara untuk tetap mencinta atau berhenti. Tapi tentunya dengan komposisi yang mewakili kisah yang kubawa,” ungkap komposer yang akrab dengan Dewa Budjana itu.
Cintamu Bukan Untukku menjadi sebuah pengingat bahwa tidak semua yang pernah, masih dan akan ada, sepenuhnya akan tetap tinggal menjadi tempat pulang pagi setiap manusia.
Sebagai anak dari penyiar sebuah stasiun radio swasta pada era akhir 80-an, Mercy akrab dengan musik-musik rock yang beragam, Pink Floyd dan Rush adalah dua grup band rock yang digemari. "Se-menye-menye-nya ya saya dengerin Peabo Bryson atau James Ingram," tambahnya.
Mercy mengakui, Pemilihan Dyani Dee yang menyanyikan Cintamu Bukan Untukku hanya butuh waktu semalam. Baginya karakter vokal Dyani punya potensi mengembalikan musik-musik era 90-an.
Dyani Dee atau akrab disapa Dyani adalah vokalis perempuan Yogyakarta yang tergabung dalam grup musik Hip-hop yang cukup terkenal pada sepuluh tahun silam. Ini adalah single pertama Dyani Dee bersama Omah Watu Art (Production). Dyani merasa lagu ini cocok untuk kembali ke panggung musik.
"Liriknya pas dengan pengalaman hidup saya. Karena hampir sama, maka penghayatan lagunya pun mudah," katanya.
Kelana Halim selaku sound designer dan arranger pada lagu ini, mengungkapkan lagu ini sangat dipengaruhi oleh lirik dan juga progresi chord dasarnya. Rasa yang ingin ditimbulkan adalah keputusasaan, kesedihan dan kesepian.
Nuansa lagu juga dibuat sepi dan menggaung seakan seseorang berada sendirian di dalam ruangan hampa yang besar. Selain itu, terdapat unsur etnis dengan masuknya alat musik tradisional gamelan untuk memberi nuansa etnis yang bisa membaur.
“Chorus terakhir dibuat lebih menggelegar untuk menambahkan klimaks sebelum musiknya padam dan kembali menjadi sepi, sesuai dengan kalimat terakhir dalam liriknya kutahu kau takkan milikku," kata Kelana. (*)