Komik Pertama di Indonesia Ramaikan Yogyakarta Komik Week

Komik Pertama di Indonesia Ramaikan Yogyakarta Komik Week

KORANBERNAS.ID--Yogyakarta Komik Weeks (YKW) resmi dihelat. Tidak hanya berisikan workshop komik Indonesia, YKW juga diramaikan dengan pemutaran film, bazaar komik hingga pameran karya komikus profesional dan komikus pemula tingkat SMU digelar selama sepekan penuh.

Perhelatan perdana YKW berlangsung di Museum Seni Budoyo Yogyakarta 8 - 21 Oktober 2019.

Dalam sejarah, komik Indonesia sebenarnya telah berumur cukup lama, sejak abad ke-18 hingga abad 19, cukup banyak naskah Jawa dan Bali yang bentuknya mirip komik.

Bahkan sampai akhir 1970-an, di Keraton Yogyakarta, masih dilakukan penggubahan naskah-naskah tertulis dalam bentuk gambar yang mirip komik.

Sementara komik modern di Indonesia, muncul sekitar 1930-an. Pada waktu itu, komik masih berupa gambar strip bersambung yang dimuat dalam surat kabar dan majalah. Baru sekitar 1950-an, komik Indonesia tampil dalam bentuk buku.

Uniknya, buku komik pertama yang dicetak bangsa ini dipamerkan dalam Jogja Comic Weeks kali ini. Kisah kepahlawanan pendudukan Kota Jogja yang dibuat oleh Abdulsalam (1913 -1983) dan diterbitkan secara berkala pada 1952.

Komik karya Abdulsalam berjudul “Kisah Pendudukan Jogja” merupakan buku komik Indonesia pertama. Susunan komik strip dalam buku ini sebelumnya dihadirkan melalui salah satu surat kabar di Yogyakarta pada tahun yang sama.

Hanya berselang 3-4 tahun dari kejadian aslinya, komik ini bukan hanya menampilkan kronologi mengenai Agresi Militer Belanda yang berusaha menduduki Yogyakarta, namun juga menjadi semacam catatan harian dalam bentuk visual yang mengangkat beberapa kejadian nyata yang unik, kadang lucu, tak sedikit pula yang membuat haru.

Kurator pameran Terra Bajraghosa mengatakan, bahwa setiap negara mempunyai sejarahnya sendiri. Begitupun dengan sejarah komik di Indonesia yang aktif sejak era sebelum kemerdekaan sampai era milenial.

Berawal dari cerita bergambar yang terbit di surat kabar atau majalah, kemudian berjilid dan bersampul menjadi sebuah buku, dan berkembang lagi menjadi sebuah halaman panjang naik turun di layar gadget, komik selalu enak dibaca dan dinikmati.

“Komik juga berfungsi sebagai jembatan literasi, menarik lebih banyak orang untuk suka membaca. Kekuatan visual yang intens dan plot cerita yang menarik, menjadikan komik Iebih asyik dinikmati daripada media literasi yang hanya menampilkan tulisan semata,” paparnya saat ditemui sebelum pembukaan pameran, Selasa (8/10/2019).

Bagi sebagian orang yang tidak terlalu bisa berimajinasi lanjut Terra, komik membantunya dengan gambar-gambar yang intens dimunculkan, sehingga imajinasi setiap orang bisa berkembang dengan sendirinya.

“Cerita yang disuguhkan pun bisa bermacam-macam. Dari sejarah, roman, petualangan, horor, fiksi, hingga kejadian remeh temeh sehari-hari, bisa dinikmati dengan santai bersama gambar-gambar yang saling bertautan. Membaca komik itu asyik, memancing imajinasi yang lebih dan tak terbatas,” tandasnya.(SM)