Klaster Sekolah Tatap Muka Bisa Terjadi karena Tertular di Jalan
KORANBERNAS ID, SLEMAN – Uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) di Indonesia tetap dilakukan dengan sejumlah protokol kesehatan dan rekayasa jam pelajaran di sekolah. Walaupun kebijakan PTM ini menimbulkan klaster-klaster baru di sejumlah sekolah, seperti di Semarang dan Bandung, sekolah terpaksa meliburkan sementara kegiatan PTM.
Kebijakan PTM oleh pemerintah ini sejatinya bukan ketergesa-gesaan. Ada hal mendasar bagi sistem pendidikan di Tanah Air sehingga harus dilakukannya pembelajaran tatap muka. Hal ini terlepas dari masalah teknologi informasi pendukung yang belum merata.
"Dengan bertatap muka secara langsung, itu kan ada rasa. Pendidikan, salah satu tumpuannya, tidak bisa hanya dengan daring. Bagaimana menanamkan nilai-nilai, apalagi nilai-nilai budi pekerti, akan sulit untuk disampaikan melalui daring," terang Wiryanta, Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Komunikasi dan Informatika, kepada wartawan, Jumat (5/11/2021).
Wiryanta menambahkan, jika mengingat kasus positif naik dan muncul klaster di sekolah, perlu diperhatikan juga gelombang siswa saat berangkat dan pulang dari sekolah. Karena kontrol di perjalanan ini juga menjadi hal yang penting.
"Untuk mencegah penularan Covid-19 itu, yang utama sekali yang dianjurkan oleh pemerintah pusat yaitu menerapkan protokol kesehatan, termasuk pakai masker dua lapis jika memungkinkan," lanjutnya.
Selain itu, Wiryanta melanjutkan, menjadi tanggung jawab orang tua mengawasi perjalanan anak sekolah, yaitu dari rumah ke sekolahan dan sebaliknya dari sekolah ke rumah. Inilah yang sebetulnya juga dapat menimbulkan klaster-klaster baru di sekolah, apalagi bagi anak usia sekolah, mereka cukup rentan terpapar.
Meskipun demikian, pemerintah memberi hak kepada orangtua siswa untuk mengijinkan putra-putrinya mengikuti pertemuan tatap muka terbatas di sekolah atau masih tetap belajar jarak jauh. Tidak dipungkiri bahwa masih banyak orangtua siswa yang merasa ragu untuk melepas putra putrinya kembali ke sekolah hingga pandemi benar-benar berakhir.
Sementara itu Pengembang Teknologi Pendidikan Ahli Muda Kementerian Komunikasi dan Informatika, Fajar Sukma Pratama, mengatakan tidak dipungkiri kondisi pandemi ini memaksa semua orang punya kemampuan untuk berinovasi.
"Meskipun secara mental juga banyak yang terkena imbasnya, di sisi lain kita bisa bersyukur, literasi digital bagi banyak tenaga pendidik meningkat," terangnya.
"Maka dengan sigap kami berusaha bagaimana supaya pendidikan tetap bisa berjalan. Kami menggunakan metode satu-satunya yaitu daring," lanjutnya.
Pandemi yang tiba-tiba ini pula membuat beberapa sekolah berinovasi membuat learning management system (LMS) secara mandiri. LMS yang ada sebelumnya menjadi pilihan kedua dalam pembelajaran, menjadi hal utama yang terus diperbaiki.
"Ahamdulillah itu menjadi satu nilai plus. Poin-poin tambahan buat guru terutama guru-guru yang mungkin awalnya tidak sama sekali menjamah IT, karena pandemi literasi digital meningkat," tutupnya. (*)