Ketersediaan SDM Nuklir Indonesia masih Sangat Rendah

Ketersediaan SDM Nuklir Indonesia masih Sangat Rendah

KORANBERNAS ID, SLEMAN -- Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN) Yogyakarta mewisuda 66 mahasiswa menjadi Sarjana Terapan Teknik (STr.T). Prosesi wisuda dilaksanakan di Sahid Raya Hotel & Convention, Jl. Babarsari, Depok, Sleman, Yogyakarta, Rabu (13/10/2021).

Mahasiswa yang diwisuda terdiri dari 20 wisudawan program studi Teknokimia Nuklir, 22 wisudawan program studi Elektronika Instrumentasi dan 24 wisudawan berasal dari program studi Elektro Mekanika.

Plt. Ketua STTN, Sukarman mengatakan, sebagai perguruan tinggi vokasi, lulusan STTN telah siap bekerja atau berkarir dalam profesi tertentu ataupun berwirausaha. "Lulusan STTN banyak terserap di tiga kategori yaitu bekerja di industri/instansi/perusahaan, wirausaha, dan melanjutkan studi ke luar negeri," kata Sukarman.

Berdasarkan data lulusan STTN selama kurun waktu 2016 - 2020, jumlah lulusan yang terserap di dunia kerja sebanyak 86,3% tahun 2016, 87,6% tahun 2017, 86,2% tahun 2018, 87,29% tahun 2019, dan 73,43% tahun 2020.

"Menurunnya serapan alumni STTN di dunia kerja pada tahun 2020 dikarenakan dampak pandemi Covid 19 yang mengakibatkan kondisi perekonomian tidak seperti yang diharapkan, sehingga pembukaan kesempatan kerja menjadi terbatas," lanjutnya.

Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) bersama tiga lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) lain seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) baru saja diintegrasikan dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN, BATAN kini menjadi lembaga yang difokuskan pada pengembangan penelitian di bidang nuklir.

Sukarman menjelaskan, saat ini pihaknya juga melakukan perubahan kelembagaan dari STTN menjadi Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia, salah satu program yang dilakukan pasca BATAN melebur ke BRIN. Perubahan ini akan dilakukan sembari menunggu izin Presiden Joko Widodo.

"Perubahan status sedang berlangsung mungkin bulan ini selesai. Kami ikuti regulasi. Kurikulum disesuaikan dengan nuklir teaching industry mulai akselerator, reaktor nuklir, pengolahan limbah, iradiator dan logam tanah jarang yang seluruhnya berhubungan dengan bidang nuklir,” jelasnya.

Melalui perubahan kelembangaan tersebut maka jumlah mahasiswa yang diterima bisa dioptimalkan dalam rangka memenuhi kebutuhan SDM pernukliran Indonesia. Sebab saat ini perguruan tinggi baru bisa memenuhi 5 persen dari kebutuhan industri nuklir di tanah air.

“Kita bisa menerima seribu mahasiswa ketika jadi poltek. Kita bertahap akan melakukannya, karena secara aturan bisa lebih banyak untuk menyiapkan sdm nuklir di Indonesia. Kita perlahan siapkan untuk menyongsong 2040,” imbuhnya.

"Salah satu tujuan diintegrasikannya lembaga litbang, tidak hanya LPNK tapi juga kementerian, litbangnya juga dimasukkan ke BRIN untuk mempercepat teknologi bisa dimanfaatkan di masyarakat. Begitu juga nuklir, gitu lho," ungkap Plt Deputi Sumberdaya Manusia dan Iptek BRIN, Edy Giri Rachman Putra.

Menurut Edy, selama ini BATAN mengurusi banyak hal, mulai dari riset, sumber daya manusia (SDM), kerja sama, anggaran hingga subsidi. Hal ini membuat pengembangan riset di bidang nuklir menjadi tidak fokus.

Karenanya melalui peleburan di BRIN, diharapkan BATAN hanya fokus dalam melakukan riset di bidang teknologi nuklir. Sedangkan urusan lain akan dilakukan melalui bidang lain.

"Dengan seperti itu maka [pengembangan tekknologi nuklir] bisa lebih efektif dan efisien sehingga anggaran yang tidak perlu di BATAN bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur maka percepatan teknologi nuklir," tandasnya.

Selain nuklir, melalui integrasi tersebut maka BATAN bisa ikut berperan dalam pengembangan inovasi di sektor pertanian dan pangan. Di antaranya melalui Rumah Program Pangan, teknologi nuklir berbasis riset dikembangkan agar bisa dimanfaatkan masyarakat.

Rumah program ini dikerjakan bersama-sama oleh BATAN, LIPI dan lainnya, agar tidak terjadi overlap program. Infrastruktur yang digunakan pun tidak lagi sendiri-sendiri namun disatukan melalui peralatan yang canggih dan maju, baik yang dibeli maupun dibuat bersama-sama.

"Dengan kondisi ini maka percepatan teknologi akan lebih cepat tercapai dan cepat terbangun," tandasnya. *