Kembali ke UUD 1945, LaNyalla dan Dokter Zulkifli Mainkan Orkestra Penting

Kembali ke UUD 1945, LaNyalla dan Dokter Zulkifli Mainkan Orkestra Penting

KORANBERNAS.ID, JAKARTA—Perkembangan kehidupan berbangsa, menarik perhatian sejumlah sesepuh bangsa. Salah satunya adalah Jenderal TNI Purnawirawan Try Soetrisno. Mantan Wapres pada zamannya Presiden Soeharto ini, dalam berbagai kesempatan menyerukan pentingnya kembali ke UUD 1945 secara utuh.

Ini pula yang Try Soetrisno pesankan kepada sejumlah tokoh muda. Termasuk kepada Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dan Koordinator Presidium Nasional Majelis Permusyawaratan Bumiputra, dr Zulkifli Eko Mei.

Seperti dikutip dari lanyallacenter.id, Pak Try sempat memberikan wasiat kepada LaNyalla untuk melakukan Kaji Ulang Konstitusi hasil Amandemen tahun 1999-2002 silam, demi penyelamatan bangsa dan negara.

“Saya ini sudah 87 tahun, tidak lama lagi akan meninggal, saya titip wasiat kepada Anda, karena saya tahu Kakek Anda, Pak Mattalitti itu pejuang. Waktu peristiwa perobekan Bendera Belanda di Surabaya, saya masih anak-anak, melihat dari toko Kakek Anda di Tunjungan. Tolong selamatkan bangsa dan negara ini dari kehancuran di masa depan,” ungkap pria kelahiran Surabaya 15 November 1935 itu saat menerima LaNyalla di kediamannya, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.

Bagi pengamat politik dari Duri Institute, Agung Marsudi, pesan sesepuh bangsa ini bukan isapan jempol. Ia mengatakan, pesan itu sarat dengan muatan. Sesungguhnya bukan semata untuk La Nyalla dan Zulkifli, tapi juga untuk tokoh-tokoh lain.

Menurut Agung Marsudi, sosok Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dan Koordinator Presidium Nasional Majelis Permusyawaratan Bumiputra, dr Zulkifli Eko Mei merupakan dua tokoh yang mampu memainkan orkestra bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Duet keduanya, bisa saling mengisi untuk kepentingan bersama. Ibaratnya bermain musik, LaNyalla adalah pemain bass dan dokter Zul pemain drum. Ada saatnya La Nyalla memainkan solo bass, dan dokter memainkan solo drum, tergantung bagaimana situasi panggungnya.

“Boleh jadi bila ketemu pemain lead gitar dan organ, tentu permainan akan lebih atraktif. Apalagi dilengkapi orkestra, makin harmonis. Kewajiban penonton tepuk tangan, selanjutnya melempar botol air mineral, bila dibutuhkan,” kata Agung dalam rilisnya, Rabu (30/11/2022).

Dalam konteks kekinian, jika para pemain jazz yang memainkan lagu “kembali Ke UUD 45”, sementara yang lain, yang mendukung pilpres langsung, ibarat penggemar musik dangdut, yang penting “goyang”, meski lirik lagunya menggambarkan penderitaan.

Bagi Agung, duet LaNyalla dan dokter Zul, seperti sedang memainkan musik Jazz, jelas tidak mungkin diminati penggemar dangdutan, atau diskoplo. Perjuangan kembali ke UUD 1945 asli, sejatinya tidak hanya membutuhkan konsistensi dan energi, tapi juga kegilaan.

“Kegilaan yang nampak terukur, meski tak memakai partitur. Ingat, Michael Foucault, filsuf Perancis (1926-1984) dalam bukunya yang berjudul Histoire de la folie à l'âge classique (Madness and Civilization). “Kegilaan dan Peradaban”,” lanjutnya.

Namun, Agung melanjutkan, bagaimanapun api LaNyalla telah menyala. Dokter Zul sedang menyelesaikan diagnosa, untuk selanjutnya melakukan operasi.

“Tentu, keduanya tak boleh asal bergoyang. Sebab masih ada Pak Try yang mengawal langkah kegilaan ini. Ibaratnya tetap memerlukan tokoh-tokoh sepuh untuk mengawal jalannya orkestra akan harmonis. Perjuangan mempertahankan jati diri bangsa yang luhur, dimulai dari Jawa Timur. Bila itu tuntas, maka garis demarkasi makin jelas. “Proklamasi” dan “Reformasi”. Lalu, rakyat tak perlu diuji, karena setiap pesta demokrasi nasib rakyat hanya diundi,” kata Agung penuh dengan kiasan. (*)