Kejam Namun Romantis, Guru Sejarah Telusuri Jejak Amangkurat I

Kejam Namun Romantis, Guru Sejarah Telusuri Jejak Amangkurat I

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) DIY bekerja sama dengan Pusat Studi Mataram (Pusam), melakukan penelusuran jejak Amangkurat I di situs makam Ratu Malang Gunung Kelir dan situs Segarayasa Kecamatan Pleret Bantul.

Sejumlah 25 peserta belajar bersama untuk mengungkap kembali peran Amangkurat I yang bertahta di Mataram pada 1646-1677.

“Kami melakukan penelusuran Sabtu (5/9/2020) lalu. Raja Mataram Islam keempat ini memang terkenal kekejamannya. Tetapi di balik kekejamannya itu Amangkurat I berhasil mendirikan keraton Pleret dan danau buatan Segarayasa yang meneruskan proyek ayahandanya Sultan Agung,” kata Wahyudi SPd, Ketua AGSI DIY, kepada koranbernas.id, Minggu (6/9/2020).

Adapun tujuan penelusuran jejak Amangkurat I, lanjut dia, agar peserta memperdalam kisah tentang Ratu Malang yang menjadi Ratu Wetan (permaisuri) walaupun dia berasal dari orang biasa bukan trah Mataram.

“Kecantikan Ratu Malang membuat Amangkurat I tergila-gila walaupun sebenarnya perempuan ini sudah mempunyai suami. Kematian Ratu Malang menjadikan Amangkurat I murka sehingga menghukum semua selirnya karena dituduh meracuni Ratu Malang hingga meninggal dunia,” tambah guru sejarah SMAN 1 Bantul tersebut.

Romantis

Lilik Suharmaji selaku founder Pusat Studi Mataram menambahkan walaupun Amangkurat I terkenal kejam ternyata sangat romantis terhadap kematian Ratu Malang.

“Raja memerintahkan agar perempuan itu dimakamkan di puncak Gunung Kelir. Karena tergila-gila mencintainya siang malam berjaga di samping jenazah Ratu Malang sehingga membuat kepanikan seluruh penghuni istana Pleret. Ratu Malang yang membuat malang Amangkurat I,” katanya.

Peserta melanjutkan penelusuran di situs Segarayasa, danau buatan di selatan keraton Pleret. Danau yang airnya berasal dari Sungai Opak itu pada zamannya tampak indah dan luas. Raja dan permaisurinya menjadikannya sebagai tempat wisata dan pertahanan kerajaan. Bahkan Danau Segarayasa dijadikan pengganti Alun-alun selatan keraton Pleret karena keindahannya.

Walaupun danau itu sekarang sudah tidak tampak lagi tetapi nama kampung Segarayasa masih dipakai sebagai nama kampung di Kecamatan Pleret.

“Hasil dari penelusuran jejak Amangkurat I ini diharapkan menjadikan bekal pengetahuan peserta yang sebagian besar guru-guru sejarah untuk menambah referensi wawasan kesejarahannya sehingga berguna untuk pembelajaran di kelas,”  kata Wahyudi.

Pihaknya berharap  pandemi Covid-19 segera berakhir sehingga kegiatan yang bermanfaat semacam ini dapat diikuti peserta lebih banyak lagi.

Dengan begitu, animo peminat yang besar dapat tertampung semua sehingga pembatasan peserta tidak terjadi lagi di hari mendatang. (*)