John Raymond Pamerkan 25 Karyanya di LAV Gallery, Menikmati Jeda, Keheningan dan Sendiri

John Raymond Pamerkan 25 Karyanya di LAV Gallery, Menikmati Jeda, Keheningan dan Sendiri
Pelukis John Raymond di antara karyanya yang dipamerkan di LAV Gallery. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Puluhan lukisan John Raymond dipamerkan selama empat pekan di LAV Gallery Jalan Panjaitan 66 Mantrijeron Yogyakarta. Melalui lukisan-lukisan bergaya ekspresionisme abstrak ini dia mengajak penikmat seni untuk memberi ruang kepada kosong dan sendiri dalam keheningan. Keheningan kini menjadi ruang langka di tengah dunia yang riuh informasi dan gaduh di lini masa internet.

Dari 25 karya yang dipamerkan, Raymond mengekspresikan dirinya yang sejatinya adalah seorang introvert ke bentuk-bentuk liris gestural yang lembut seolah mengalun. Warna-warna dingin yang dipilihnya sangat tepat untuk memvisualkan keheningan tersebut.

"Secara general yang ingin saya sampaikan adalah lebih banyak tentang ketenangan atau pencarian tentang keheningan. Karena saya sendiri juga sangat senang dengan ruang kosong yang tidak ada orang lain dan saya menikmatinya. Maka dalam setiap karya saya pasti menyediakan ruang-ruang kosong di dalam satu bidang kanvas," papar John Raymond saat pembukaan pameran, Sabtu (6/5/2023).

Pada pameran tunggal berjudul Ataraxia yang dalam bahasa Yunani Kuno berarti ketenangan jiwa ini, secara umum Raymond banyak memilih warna biru. Hal ini berdasarkan riset dan apa yang ia rasakan secara pribadi. "Karena berbicara abstrak itu adalah hal yang sangat personal, bagi saya warna biru ini sangat mewakilkan si ketenangan itu," ujarnya.

Raymond menyebut, teori dasar yang paling cocok untuk karyanya adalah dikotomi kendali. Dalam stoikisme dikatakan ada hal yang bisa dikendalikan, tapi ada juga yang tidak bisa dikendalikan. Dalam konteks melukis goresan kuas dan warna-warna cat itu bisa dikendalikan, tapi waktu tertuang ke dalam kanvas itu banyak elemen surprise dan tak terduga.

"Surprise ini kemudian melahirkan garis-garis dan corak yang tidak saya duga sebelumnya. Nah itulah yang saya sebut tidak terkendali. Sama seperti dalam hidup, yang bisa kita kendalikan hanya diri kita sendiri, kita tidak bisa mengendalikan orang lain apalagi alam," lanjutnya.

Semua karya yang dipamerkan kali ini dibuat Raymond pada awal 2023. Namun perenungan dan konsep sudah disiapkannya sejak 2022. Sebagai alumni Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung maka proses kreatif yang dilakukannya melalui tahapan riset, kalibrasi warna dan komposisi.

"Dari konsep saya latihan dulu, riset warna dulu, coba-coba lalu mengkomposisikan perpaduan tersebut. Lalu eksekusinya dari Januari 2023 sampai April 2023," jelasnya.

Dalam pameran tunggal Ataraxia ini Raymond ingin menyampaikan pesan bahwa dalam hidup tidak ada salahnya istirahat sejenak, tidak masalah punya jeda. Karya-karya ini mengingatkan agar memberi ruang istirahat.

"Karena justru pada istirahat tersebut hati kita diisi kembali dan tenaga kita pun diisi kembali. Sehingga waktu berkarya selanjutnya bisa lebih maksimal lagi. Jadi dari ketenangan dan kesepian itu justru bisa menimbulkan kepenuhan," kata dia.

Pengunjung pameran memperhatikan detail karya-karya John Raymond di LAV Gallery. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)

Sementara seniman Citra "Rawraw" Pratiwi selaku kurator mengaku sudah cukup lama mengenal John Raymond lewat karya-karyanya yang bergaya abstrak ekspresif serta memiliki kekuatan pada gerakan gestural yang bisa dilihat di seluruh lukisan.

Walau banyak garis lengkung seperti gerakan menari dan juga bersifat liris, Raymond tidak banyak menggunakan teknik yang keras atau tarikan yang bersifat tajam. “Dalam karya tersebut kita melihat bahwa ketika di dalam kehidupan sekarang kita perlu berdiam dengan diri kita sendiri,” ujarnya.

Bertambahnya lapisan di dalam ruang kehidupan melalui ruang digital, membuat manusia berada dałam kepungan informasi, hiruk pikuk berita yang berganti-ganti, berlangsung dalam hitungan detik bahkan stimultan yang meminta perhatian.

“Ketika kita mengikuti peristiwa yang terjadi di sekeliling kita seperti mengikuti berita, melihat aktivitas terkini dari selebriti yang kita kagumi, atau bahkan informasi harga murah, informasi ini membawa kita ke dałam sensasi pikiran dan perasaan,” kata dia.

Raymond selalu meninggalkan ruang kosong pada kanvasnya. Hal ini unik, tidak seperti seniman yang bidang kanvas harus terisi penuh.

"Ruang atau sisi kosong yang ia sebut 'Jeda' menjadi tempat kita berhenti sejenak. Karena di kehidupan sekarang kita sulit sekali berdiam untuk diri sendiri dan bahagia saat kita tidak diganggu oleh siapa pun," tandasnya.

Jika melihat judul-judul dałam pameran tunggal Ataraxia karya-karya ini berisikan ajakan untuk memberikan diam dan jeda untuk merasakan bahagia. Ketenangan menjadi sebuah pilihan untuk membiarkan ruang menjadi kosong membiarkan jiwa hening dan tenang meskipun chaos itu ada. (*)