Jejak Spiritualitas Biksu Thudong Warnai Waisak 2025 Menuju Puncak Kedamaian Global

Perjalanan spiritual luar biasa dari 36 biksu Thudong. Mereka telah menempuh jarak 2.763 km dari Thailand, sebuah laku spiritual yang akan mencapai klimaksnya dengan kedatangan mereka di Candi Borobudur pada 10 Mei 2025

Jejak Spiritualitas Biksu Thudong Warnai Waisak 2025 Menuju Puncak Kedamaian Global
Penjelasan terkait rangkaian acara peringatan Hari Raya Waisak 2025. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, MAGELANG–Candi Borobudur, monumen warisan dunia yang megah, kini menjadi episentrum perayaan Tri Suci Waisak 2569 BE, yang puncaknya akan dirayakan pada Senin, 12 Mei 2025. Mengusung tema “Tingkatkan Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan Mewujudkan Perdamaian Dunia”, perayaan tahun ini tidak hanya menjadi momen introspeksi bagi ribuan umat Buddha, tetapi juga seruan universal untuk kebajikan dan harmoni di tengah kompleksitas zaman.

Salah satu sorotan paling menyentuh menjelang puncak Waisak adalah perjalanan spiritual luar biasa dari 36 biksu Thudong. Mereka telah menempuh jarak 2.763 km dari Thailand, sebuah laku spiritual yang akan mencapai klimaksnya dengan kedatangan mereka di Candi Borobudur pada 10 Mei 2025.

Kevin Wu, perwakilan panitia untuk Thudong 2025, mengungkapkan antusiasme hangat masyarakat di sepanjang rute, di mana para biksu dari Thailand, Singapura, Malaysia, dan Indonesia ini disambut di berbagai rumah ibadah, termasuk masjid dan gereja.

“Semoga semangat Thudong ini terus membara, membakar semangat kita untuk menjaga perdamaian dan toleransi,” ujar Kevin, mengapresiasi dukungan banyak pihak, termasuk Macan Ali yang setia mengawal perjalanan.

Penyambutan meriah dengan taburan bunga di Marga Utama Candi Borobudur telah dipersiapkan oleh Majelis Agama Buddha Mahanikaya Indonesia (MBMI) bersama ratusan umat.

Perayaan Waisak kali ini, sebagaimana ditekankan oleh Karbono dari Kementerian Agama Jawa Tengah, diharapkan melampaui seremoni ritualistik.

“Mari kita hadirkan perwujudan nilai-nilai Buddhis dalam praktik kehidupan nyata,” pesannya, menggarisbawahi pentingnya Waisak sebagai sumber transformasi yang memberi manfaat luas.

Senada dengan itu, Bhikkhu Dhammavuddho Thera menjelaskan bahwa makna spiritual Waisak di Borobudur mengajak pada penghayatan ajaran Buddha yang menyentuh kesadaran dan tujuan hidup, mendorong umat untuk menjaga kerukunan melalui enam nilai Saraniya Dhamma Sutta, seperti menyebarkan cinta kasih dalam perbuatan, ucapan, dan pikiran.

Rangkaian Acara

Rangkaian acara yang kaya telah disusun, memadukan tradisi sakral dengan sentuhan modern. Dimulai dengan karya bakti nasional pada 4 Mei, perayaan berlanjut dengan bakti sosial pengobatan gratis untuk 8.000 warga di zona II Candi Borobudur pada 10-11 Mei.

Prosesi pengambilan Api Dharma dari Mrapen dan Air Berkah dari Umbul Jumprit, serta ritual pensakralan Candi Mendut, akan berlangsung pada 10 dan 11 Mei. Puncaknya pada 12 Mei akan diisi dengan Kirab Waisak dari Candi Mendut ke Borobudur, momen detik-detik Waisak pada pukul 23.55.29 WIB, dan pelepasan 2.569 lampion “Light of Peace 2025” dalam dua sesi malam.

Fatmawati, Ketua Panitia Festival Lampion, menyatakan bahwa peserta dari berbagai latar belakang diimbau mengenakan pakaian putih sebagai simbol kesucian.

Menambah kemegahan visual, menurut Fatmawati, akan ada pertunjukan drone show yang inovatif, hasil kolaborasi MBMI dan Drone Show Indonesia. Pertunjukan ini akan memvisualisasikan perjalanan hidup Sang Buddha, dari kelahiran hingga parinibbana.

“Agar makna Waisak lebih dalam dan mudah dimengerti publik,” jelasnya.

Wiwit Kasiyati, Sub Koordinator Museum dan Cagar Budaya Warisan Dunia Borobudur, mengingatkan bahwa Candi Borobudur adalah warisan budaya dunia yang hidup.

“Borobudur tidak hanya menyimpan nilai-nilai spiritual yang humanis, tetapi juga mencerminkan kebesaran peradaban masa lalu,” katanya, mengajak semua pihak memaknai Borobudur sebagai ruang dialog antarbudaya dan pusat kontemplasi.

Wakil Ketua Panitia Waisak Nasional, Karuna Murdaya, menambahkan bahwa seluruh rangkaian ini dirancang untuk memberi dampak spiritual dan sosial, memperkuat semangat kebersamaan dalam keragaman. (*)