Ini Pantangan bagi Pemilik Blangkon

Ini Pantangan bagi Pemilik Blangkon

KORANBERNAS.ID -- Kota Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata banyak menguntungkan warga yang mau berusaha. Ketersediaan aneka kuliner dengan semua tingkatan harga tumbuh subur di mana-mana.

Kaos dengan tulisan atau gambar khas Yogya juga tak pernah sepi pembeli. Suvenir berupa batik dari yang mahal sampai yang termurah laris manis. Juga aneka produk menggunakan bahan dasar kain batik berupa tas, dompet dan juga blangkon banyak dibeli wisatawan untuk oleh-oleh.

Blangkon aksesoris yang harganya murah itulah yang dibidik Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Sorosutan Kecamatan Umbulharjo untuk bisa menjadi usaha ekonomis produktif meningkatkan pendapatan keluarga.

Selama dua hari, Sabtu sampai Minggu (24-25/8/2019) 20 orang terdaftar mengikuti pelatihan membuat blangkon aksesoris gaya Yogyakarta dengan ciri khas mondholan, di aula Kantor Kelurahan Sorosutan.

17 peserta yang hadir, mereka  membuat blangkon di bawah bimbingan Andi, perajin blangkon asal Karangmojo Gunungkidul yang sudah menetap di Kotagede Yogyakarta.

"Ini blangkon aksesoris. Bukan blangkon kualitas bagus yang terbuat dari kain utuh," kata Dody Ruliawan, pengurus LPMK Sorosutan menjawab pertanyaan koranbernas.id di sela-sela menunggu pelatihan.

Pilihan blangkon ini merupakan usulan dari masyarakat yang dijaring lewat Rukun Warga. Pelatihan gratis, biayanya berasal dari block grand Pemkot Yogyakarta. Peluang bisnis blangkon masih terbuka, harganya murah sehingga tidak butuh banyak modal.

Satu lembar kain batik atau jarik, menurut Dody, bisa menjadi delapan blangkon. Bahan lainnya berupa lem dan karton pelapis dari daur ulang sehingga harganya murah. Juga jarum dan benang.

Satu blangkon harga setoran Rp 15.000. Menurut Dody perajin bisa memperoleh margin Rp 5.000 per biji. “Kalau jumlah besar tinggal mengalikan. Belum lagi kalau bisa menjual eceran paling tidak Rp 20.000,” jelasnya.

Peserta dengan hasil karyanya masing-masing. (arie giyarto/koranbernas.id)

Awalnya rumit

Menurut Mulyaningsih, salah seorang peserta sekaligus pengurus LPMK karena belum pernah membuat blangkon, awalnya agak rumit.

"Butuh ketelatenan, kesabaran dan ketelitian. Itulah makanya dari seluruh peserta hanya dua pria. Selebihnya wanita dengan usia peserta di atas 30 sampai 68 tahun," kata dia.

Karena masih berlatih, satu blangkon membutuhkan waktu sekitar satu jam. Tapi menurut Andi, kalau sudah terbiasa, cukup 10 sampai 20 menit saja.

Mulyaningsih, guru TK Al Furqon yang juga  punya usaha kerajinan itu berkisah, sebenarnya tahun 2018 sudah ada pelatihan membuat blangkon. Tapi yang asli.

“Harganya mahal, membuatnya rumit. Ongkos produksinya di atas Rp 100.000 per blangkon. Blangkon aksesoris prosesnya tempel dengan lem. Kain sudah dipotong-potong sesuai pola. Karena kekuatannya pada lem, blangkon aksesoris tidak bisa dicuci. Juga tidak boleh kehujanan,” kata dia.

Mulyaningsih, pengurus LPMK Kelurahan Sorosutan. (arie giyarto/koranbernas.id)
 

Pasar terbuka

Meski banyak perajin menyetor ke pedagang di pasar Beringharjo maupun di tempat wisata, tetapi pasar blangkon masih terbuka.

Andi yang dulunya mengecerkan blangkonnya, sudah sejak beberapa lama bisa menjadi juragan. Memasok blangkon aksesoris pada pedagang di obyek wisata Candi Borobudur.

LPMK punya obsesi,  ke depan blangkon bisa menjadi salah satu usaha ekonomis produktif. Karena bisa dikerjakan mulai dari remaja sampai orangtua.

Tidak perlu meninggalkan rumah, para ibu tetap bisa melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga, sekaligus mengawasi anak-anaknya sehingga tetap terjaga.

Blangkon aksesoris di Pasar Beringharjo dipasok antara lain oleh perajin dari Bugisan, Bintaran serta Kotagede. Namun karena Yogyakarta selalu diserbu wisatawan terutama pada musim liburan, maka suplai blangkon pun tetap terbuka.

Bayangkan, terutama wisatawan remaja bisa dengan bangga pulang mengenakan blangkon hanya dengan harga sekitar Rp 20.000 sampai Rp 25.000.

Atau keluarga-keluarga yang berlibur ke Yogya, menjadikan blangkon aksesoris sebagai oleh-oleh. Bukan sekadar gudeg, bakpia atau yangko yang habis dimakan. Blangkon bisa bertahan bertahun-tahun asal tahu pantangannya. Jangan kena air! (sol)