Generasi Muda Bersaing di Festival Dalang Cilik UNY
Di era anak-anak lebih akrab dengan gadget dan game online, festival semacam ini sangat penting untuk memperkenalkan nilai-nilai budaya kepada generasi muda
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Di tengah derasnya arus modernisasi dan digitalisasi yang kian mendominasi kehidupan anak-anak zaman sekarang, sebuah peristiwa berbeda tengah berlangsung di Pendopo Foodcourt Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Belasan anak usia sekolah dasar dan menengah dengan piawai menggerakkan wayang kulit, menghidupkan tokoh-tokoh Mahabharata dan Ramayana dengan suara yang berkarakter khas.
Mereka adalah 18 finalis terpilih dari 58 peserta Festival Dalang Cilik yang diselenggarakan UNY sebagai bagian dari rangkaian Dies Natalis ke-61. Festival yang berlangsung selama tiga hari mulai 13 hingga 15 Mei 2025 ini menjadi bukti bahwa kesenian tradisional wayang masih memiliki tempat di hati generasi muda Indonesia.
“Melihat anak-anak seusia mereka mampu mendalang dengan penuh penghayatan seperti ini sungguh mengharukan,” ungkap Bayu Widiatmoko, salah satu pengunjung yang membawa anaknya untuk menyaksikan pertunjukan tersebut.
“Di era anak-anak lebih akrab dengan gadget dan game online, festival semacam ini sangat penting untuk memperkenalkan nilai-nilai budaya kepada generasi muda,” kata dia.
Pembukaan resmi Festival Dalang Cilik digelar pada Selasa, 13 Mei 2025 di halaman Foodcourt UNY. Acara ini dibuka langsung oleh Rektor UNY, Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes., AIFO, dan dihadiri oleh jajaran pimpinan universitas, para dekan, kepala lembaga di lingkungan UNY, serta para finalis festival.
Dalam sambutannya, Rektor UNY menegaskan bahwa mulai tahun 2025, peringatan Dies Natalis hanya akan diselenggarakan di tingkat universitas.
“Ini merupakan bagian dari komitmen UNY untuk meningkatkan semangat kekeluargaan di antara sivitas akademika dan menjaga momentum untuk terus berprestasi,” ujarnya.
Meski agenda Dies Natalis tahun ini disederhanakan, Prof. Sumaryanto menekankan pentingnya mempertahankan Festival Dalang Cilik.
“Festival ini merupakan wadah lahirnya talenta-talenta muda berbakat di bidang pedalangan. Oleh sebab itu, saya mohon kepada Dekan FBSB yang baru untuk terus mengapresiasi dan merawat seni di UNY,” tambahnya.
Pelestarian Budaya
Menariknya, festival bergengsi ini merupakan hasil kolaborasi antara Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan Fakultas Bahasa, Seni, dan Budaya (FBSB). Kolaborasi ini menunjukkan bahwa pelestarian budaya bukan hanya tanggung jawab fakultas seni, melainkan memerlukan dukungan dari berbagai disiplin ilmu.
Galang Prastowo, M.A., ketua panitia pelaksana, menjelaskan bahwa para finalis telah melalui proses seleksi yang ketat. “Sebanyak 18 finalis berhasil lolos dari 58 peserta yang berasal dari berbagai daerah di DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Seleksi dilakukan oleh dewan juri melalui pengiriman video kepada panitia,” terangnya.
Menurut Galang, kompetisi ini rutin dilaksanakan setiap tahun dan terbuka untuk peserta jenjang SD hingga SMP. Ini menunjukkan komitmen UNY dalam membina talenta muda di bidang seni pedalangan sejak usia dini.
“Sebanyak 18 finalis berhasil lolos dari 58 peserta yang berasal dari berbagai daerah di DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Seleksi dilakukan oleh dewan juri melalui pengiriman video kepada panitia,” terangnya.
Menurutnya, kompetisi ini rutin dilaksanakan setiap tahun dan terbuka untuk peserta jenjang SD hingga SMP. Ini menunjukkan komitmen UNY dalam membina talenta muda di bidang seni pedalangan sejak usia dini.
Selama tiga hari pelaksanaan, para finalis akan menampilkan kemampuan mereka dalam membawakan kisah-kisah wayang, sebagai bukti bahwa kesenian tradisional masih hidup dan berkembang di kalangan generasi muda. Para siswa dari sejumlah sekolah dasar juga turut menyaksikan secara langsung, menambah semarak suasana festival.
Dengan semangat sak iyeg sak eko kapti, sak iyeg sak eko proyo (bersatu dalam tekad, bersatu dalam upaya), UNY berharap Festival Dalang Cilik tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga wadah pelestarian budaya dan pembinaan seni tradisi sejak usia dini.
Dalam dunia yang terus berubah, inisiatif semacam ini menjadi oase yang menyegarkan, mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kearifan lokal di tengah arus globalisasi. (*)