Dulu Bermodalkan Rp 300 Ribu, Kini Farah Button Membuka Gerai di Tokyo dan Hawai

Dulu Bermodalkan Rp 300 Ribu, Kini Farah Button Membuka Gerai di Tokyo dan Hawai
Karya-karya Farah Button by Sutardi pada ajang Jogja Fashion Trend 2023 di Pakuwon Mall Yogyakarta. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Delapan tahun fokus pada pakaian wanita, brand asal Yogyakarta Farah Button kini berhasil mengembangkan bisnisnya hingga ke Tokyo dan Hawai.

Bukan tanpa alasan, desain Farah Button yang mengusung konsep Ready To Wear atau siap pakai sangat cocok dengan tren dan fesyen keseharian di Tokyo dan Hawai.

"Setelah membuka gerai di Bali pada 2022, Farah Button semakin dikenal di pasar internasional," ujar Sutardi atau Suta Mahesa saat ditemui usai menampilkan karyanya di Jogja Fashion Trend (JFT) 2023 di Grand Pakuwon Mall Yogyakarta, Kamis (13/7/2023).

Kebetulan store di Bali banyak dibeli justru oleh wisatawan asing. “Bule-bule suka. Kemudian memang ada yang tertarik, membawa brand kami Farah Button untuk dijual di Tokyo dan Hawai. Kami senang sekali bahkan yang dari Hawai akan datang lagi untuk re-stok pada bulan Agustus nanti," tambahnya.

Menjadi satu-satunya brand Ready to Wear di ajang Jogja Fashion Trend 2023 Suta tidak harus muluk-muluk. Lelaki 38 tahun ini mengambil inspirasi dari pakaian yang sehari-hari digemari istrinya. Istri selalu menjadi inspirasi Suta dalam setiap karya desainnya, bahkan nama brand Farah Button pun diambil dari nama depan istrinya Farah Milayati Dias.

Suta memulai menciptakan Farah Button dari garasi rumah, kini dia memiliki ratusan model pakaian modern perempuan. Selain itu Farah Button menggerakkan 300 penjahit di Yogyakarta ketika mengeluarkan model terbaru ataupun produksi ulang.

"Alhamdulillah kami punya 300 penjahit dari empat konveksi yang berkarya di bawah Farah Button. Seluruh proses produksi dilakukan di Jogja, semua bahan juga lokal. Jadi kami memang brand lokal yang mudah-mudahan bisa mengharumkan nama Jogja ke kancah internasional," terangnya.

Tidak semudah yang dilihat, Farah Button memulai debutnya dengan sebuah kenekatan.

Sutardi, lelaki di balik brand besar Farah Button memulai usahanya dengan modal Rp 300 ribu. Uang tersebut digunakan untuk membayar sewa gerai pameran di sebuah mal di Yogyakarta.

Untuk mengisi booth yang disewa tersebut, Suta meminta pertolongan seorang karibnya untuk mengirimkan pakaian sisa jualan pakaian impor dari Jakarta. Hal ini mengundang perhatian pengunjung termasuk booth yang berdampingan dengannya. Di tengah booth-booth pameran yang tampil maksimal, milik Suta paling simpel dan apa adanya.

"Terus terang Saya sudah tidak memiliki uang untuk mempercantik displai, untuk beli gantungan baju pun kurang," kata dia.

Hari berikutnya gerai Suta mendapat hibah gantungan-gantungan baju dari pemilik gerai di sebelahnya. Gantungan ini diberikan dengan alasan sudah tidak terpakai, padahal Suta tahu semua gantungan tersebut masih baru dan tentu sengaja dibelikan untuknya.

"Pada plastik pembungkus gantungan baju masih ada harga yang lupa dilepas, harganya tidak murah dan masih baru," ujarnya.

Mendapatkan semangat dari orang-orang baik, akhirnya Suta dan istri terus mengikuti pameran fashion di sejumlah mal. Mencoba membuat nama brand sendiri dengan mengambil nama sang istri Farah, mereka pun mengajak penjahit dari Solo untuk membuatkan labelnya.

Tak punya kendaraan bermotor, pasutri ini membeli satu sepeda untuk membawa tumpukan dagangan baju untuk pameran dari satu mal ke mal lain. Setiap pagi  bersepeda agar bisa membuka lapak pameran pada pukul 10:00.

Karena tak tahu rute jalan di kota ini, mereka harus berputar-putar hingga menemukan mal tempat berpameran hingga suatu ketika sepeda miliknya pun rusak.

"Akhirnya setelah diperbaiki, saya membeli satu sepeda lagi untuk istri saya. Ini kami lakukan terus sampai akhirnya bisa membuka toko sendiri pada 2017 di daerah Kledokan. Berkat bersepeda setiap hari, kami berdua jadi sehat dan punya keturunan, padahal sebelumnya kami didiagnosa susah punya anak," kata dia.

Pada 2015 Suta mendirikan Farah Button dan kian berkembang. Dia mendesain sendiri labelnya. Ternyata desain baju banyak diterima masyarakat dan selalu repeat order. Satu model baju bisa tiga kali produksi setiap bulannya.

Lalu dia memberanikan diri membuka gerai di mal, Suta pun mem-branding nama Farah Button sebagai label berkelas atas dengan harga yang ramah di kantong. Customer pun semakin melirik produk tersebut hingga akhirnya Suta berhasil membuka tujuh gerai di semua mall di Yogyakarta serta mall lain di Bekasi.

Penghasilannya tak main-main. Mempekerjakan lebih dari 300 penjahit lokal asal DIY dan sekitarnya, Suta saat ini mampu menjual sekitar 10 ribu pakaian setiap bulannya. Omzetnya pun cukup fantastis. Sebulan dia bisa mengatongi sektiar Rp 600 juta hingga Rp 1 miliar lebih.

"Kenapa saya pilih fashion, karena dulu saya dan istri tidak mampu membeli baju walau hanya sehelai. Sekarang istri kalau ingin, tinggal ambil di gerai," ungkapnya. (*)