Dua UPT Badan Karantina Indonesia Raih Sertifikat Green Building
Bangunan hijau mengedepankan hemat energi, hemat air dan keberlanjutan untuk mengurangi emisi karbon.
KORANBERNAS.ID, BANDUNG -- Kepala Badan Karantina Indonesia (Barantin) Sahat M Panggabean mengapresiasi dua Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang meraih sertifikat Excellence in Design for Greater Efficiencies (EDGE) Green Building atau bangunan hijau.
Adapun dua UPT tersebut adalah Balai Besar Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Karantina) Bali dan Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Yogyakarta.
"Saya apresiasi atas raihan sertifikat Green Building ini, (Karantina) Yogyakarta dan Bali. Ini merupakan komitmen kita untuk berkontribusi mengurangi emisi karbon pada isu global," ujar Sahat pada pembukaan Rapat Evaluasi Nasional dan Lokakarya Rekonsiliasi Data Laporan Keuangan Semester I Tahun 2024 lingkup Barantin di Kota Bandung, Rabu (17/7/2024).
Sahat mendorong UPT lainnya supaya dapat menerapkannya, baik yang sudah ada maupun bangunan kantor baru yang akan dibangun. Hal ini sejalan dengan program dunia, ketika dia menjadi delegasi Indonesia penanganan dampak efek rumah kaca salah satunya melalui penerapan bangunan hijau.
Emisi karbon
"Ini baru ada dua, kurang banyak (UPT-nya). Jumlah UPT Barantin ada 40. Tadi saya tanya apakah nilai emisi sebelum dan setelah dapat diukur. Ternyata bisa. Program ke depan semua gedung-gedung kita harus bersertifikasi. Dulu saya adalah delegasi Indonesia yang berkomitmen mengurangi emisi karbon. (Ini) bisa menjawab isu-isu global," jelasnya.
Bangunan hijau memiliki konsep bangunan dengan desain, konstruksi, sarana prasarana hingga interior yang mengurangi atau menghilangkan dampak negatif bagi lingkungan maupun penghuninya. Bangunan hijau mengedepankan hemat energi, hemat air dan keberlanjutan untuk mengurangi emisi karbon.
Sertifikat EDGE Green Building, menurut Sekretaris Jenderal Green Building Council Indonesia Iparman Oesman, sangat penting tidak hanya sekadar penghijauannya. Pengukurannya adalah kinerja bangunan dalam mengurangi emisi karbon.
"Apabila bangunan sudah mendapatkan sertifikat, kami menjamin bahwa bangunan sudah hemat energi, hemat air dan konservasi air, kesehatan udara dalam ruang. Ini berpeluang dapat meningkatkan produktivitas penghuni di dalamnya, tepat guna lahan di dalamnya, sehingga patuh terhadap peraturan pemerintah," kata Iparman.
Sebagai jaminan
Dia menambahkan, manajemen bangunan jangan dilupakan. Manajer bangunan yang bertanggung jawab sangat penting menjaga kinerja bangunan sebagai jaminan berkelanjutan atau sustainable.
"Targetnya pada tahun 2030 bangunan-bangunan baru harus menerapkan konsep net zero. Sedangkan secara dunia, targetnya pada tahun 2050 seluruh bangunan, baik bangunan yang sudah ada maupun yang akan dibangun, harus dalam konsep net zero," harapnya.
Pengertian net zero bukan berarti sama sekali tidak ada emisi karbon. Tetapi perimbangan penggunaan energi yang renewable atau terbarukan dengan konvensional dalam kondisi yang seimbang. Penggunaan dari dua sumber energi itu dalam kondisi yang sama.
"Sejak April 2024 proses sertifikasi ini telah dirintis atas kerja sama yang diinisiasi oleh Biro Perencanaan dan Kerja Sama Sekretariat Utama Barantin. Sudah terpenuhinya kriteria bangunan yang berkelanjutan dan layak mendapatkan sertifikat EDGE," ucapnya.
Iparman mengapresiasi sangat tinggi karena konsep bangunan hijau sebagai wujud tanggung jawab terhadap dampak dari climate change atau perubahan iklim. Menurutnya konsep tersebut dapat menekan biaya operasional bangunan. (*)