Dr Ryu Hasan: Membangun Moral Berpolitik Itu Perlu Latihan

Dr Ryu Hasan: Membangun Moral Berpolitik Itu Perlu Latihan
Diskusi buku Neuropolitik dan Social Decision Making di MAP UGM. (warjono/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA—Budaya berpolitik di Indonesia, sarat dengan saling hujat yang menjurus ke konflik sosial jangka panjang. Bahkan, ketika di tataran elit politik pertikaian itu sudah mereda dan terjadi rekonsiliasi, tak jarang di tingkat akar rumput suhunya masih panas tak kunjung padam.

“Itu fenomena yang sejak dulu terjadi dan menjadi keprihatinan kita semua. Kedewasaan dan moral berpolitik kita masih mmeprihatinkan,” kata dr Ryu Hasan, Sp,B.S, saat diskusi buku “Neuropolitik dan Social Decision Making, di Program Magister Administratsi Publik (MAP) UGM, Jumat (24/5/2024). Diskusi juga menghadirkan penulis buku Dr Wahyu Riawati M.P dan mantan Kepala Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Prof Dr Agus Pramusinta.

Dr Ryu mengatakan, perlu upaya serius dari seluruh pemangku kepentingan untuk membangun kedewasaan dan moral berpolitik di Indonesia. Salah satu yang bisa dilakukan, adalah dengan memperkuat latihan, dengan membiasakan adanya perbedaan terhadap masyarakat sejak masih anak-anak.

Dr Ryu yang juga menjadi penulis buku Neuropolitik dan Social Decision Making mengungkapkan, berdasarkan neurosains pada dasarnya setiap manusia tidak akan bisa netral. Apabila dikaitkan dengan dunia politik, maka hal yang wajar ketika terjadi polarisasi yang bahkan memuncak dan menjurus ke konflik sosial.

Di sisi lain, setiap manusia sejatinya memiliki keterbatasan kemampuan otak dalam hal membangun kerjasama.

“Maksimal manusia bisa membangun pola kerjasama maksimal dalam populasi 100 orang. Lebih dari itu sudah gak mampu. Itu akan menjelaskan, betapa pentingnya program-program latihan tadi, agar kita bisa membangun budaya dan moral berpolitik secara massif untuk kepentingan semua,” lanjutnya.

Prof Dr Agus Pramusinta mengatakan, neurosains menjadi alternative cara pandang dalam menyikapi berbagai persoalan yang terjadi di negeri ini. Ia menilai, banyak hal salah kaprah yang sehari-hari bisa dilihat dalam masyarakat di Indonesia. Sementara para pejabat, seringkali mmebuat kebijakan yang dinilai seenaknya dan hanya mementingkan kelompok tertentu, bukan kepentingan rakyat.

Melalui tayangan media dan medsos, publik juga dipertontonkan dengan perilaku tak elok para tokoh atau figur, termasuk kalangan politisi, yang bisa seenaknya sendiri bergonta-ganti pernyataan, ketika mereka juga berganti posisi dalam dunia perpolitikan.

“Saya kira, ilmu ini akan sangat baik kalau bisa diterapkan guna menyeleksi figur-figur calon pemimpin masyarakat dan pemimpin negara. Kan kita bisa melihat kecenderungan seseorang demgan ilmu ini,” tandasnya.

Dr Wahyu Riawati, M.P. (warjono/koranbernas.id)

Sementara, Dr Wahyu Riawati M.P mengungkapkan, buku Neuropolitik dan Sosial Decision Making adalah karya interdisipliner yang menggabungkan ilmu politik, neurosains, dan psikologi sosial, untuk memahami proses pengambilan keputusan dalam konteks politik dan sosial. Buku ini memberikan pemahaman yang mendalam mengenai bagaimana otak manusia berperan dalam mengambil keputusan politik dan sosial, serta bagaimana faktor-faktor sosial memengaruhi proses pengambilan keputusan tersebut.

Dr Ria yang juga seorang birokrat di Pemda DIY ini mengatakan, ilmu ini memberikan perspektif baru membaca fenomena sosial dari ilmu biologi.

“Juga bisa memberikan perspektif alternatif baru dalam melihat produk kebijakan publik. Saat kita memberi rekomendasi kebijakan publik, maka pendekatannya dan alternatif baru dan ini scientific,” jelasnya. (*)