DPRD DIY Sampaikan Laporan ke Rakyat

DPRD DIY Sampaikan Laporan ke Rakyat

YOGYAKARTA – Keanggotaan DPRD DIY Periode 2014-2019 resmi berakhir sehubungan dengan akan dilantiknya anggota dewan baru periode 2019-2024 pada 2 September 2019.

Komisi A DPRD DIY merasa perlu menyampaikan laporan kinerjanya selama ini kepada rakyat di provinsi ini.

“Tidak terasa lima tahun sudah berlalu saya ditugaskan sebagai Ketua Komisi A,” ujar Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY, mengawali pembicaraannya dalam konferensi pers, Jumat (30/8/2019).

Adapun capaian kinerja yang sudah diraih selama ini antara lain berupa Peraturan Daerah (Perda) termasuk Perda Inisiatif Komisi A.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Yogyakarta  ini kemudian menyebut perda-perda yang sudah berhasil disahkan.

Yaitu, Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pelayanan Publik, Perda Nomor 9 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan KIA (Kartu Identitas Anak), Perda Nomor 13 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Penyiaran.

Kemudian, Perda Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ketenteraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat serta Perda Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi).

Komisi A, lanjut dia, juga mengajukan raperda inisiatif yaitu Raperda Keterbukaan Informasi Publik, Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan.

Sedangkan Pengawasan Perda meliputi Pengawasan Perda Nomor 13 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Bencana serta  Pengawasan Perda Nomor 2 Tahun 2017.

“Kita masih punya dua PR terkait dengan tugas perda ini mudah-mudahan nanti bisa selesai di tahun anggaran 2020 dan satunya lagi mudah-mudahan selesai tahun anggaran 2019,” kata dia.

Dua raperda inisiatif dari Komisi A tersebut mengenai pengelolaan dan pembangunan wilayah perbatasan.

“Rancangan naskah akademik sudah selesai tinggal kita ajukan ke rapat paripurna untuk bisa menjadi inisiatif DPRD DIY,” kata Eko Suwanto.

Perda lain yang perlu didorong adalah transparansi dan akuntabilitas di lingkungan Pemda DIY.

“Kita juga mengajukan rancangan Perda tentang keterbukaan informasi publik. Dua raperda itu kita munculkan, mudah-mudahan nanti maksimum tahun 2020 bisa dilaksanakan,” tambahnya.

Khusus mengenai Perda Pembangunan Wilayah Perbatasan,  terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai. Pertama, meningkatkan pelayanan dasar di wilayah perbatasan DIY dengan Jawa Tengah.

Kedua, meningkatkan pelayanan dasar di wilayah perbatasan antarkabupaten/kota. “Perbatasan itu termasuk perbatasan terluar di Pantai Selatan,” kata dia.

Tujuan dari Raperda tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mewujudkan keadilan bagi masyarakat di wilayah perbatasan serta meningkatkan tertib administrasi perbatasan.

“Bagaimana patok-patok dan lain-lainnya itu bisa dirawat dan dijaga dengan baik,” kata dia.

Selain Perda, disampaikan pula laporan mengenai program-program yang sudah berjalan selama ini seperti Sinau Pancasila, pembinaan Satlinmas, literasi, desa dan kelurahan tangguh bencana.

Makin berat

Seiring pesatnya kemajuan zaman, tantangan yang dihadapi DPRD DIY ke depan dirasakan makin berat. Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dewan bersama Pemda DIY maupun instansi terkait.

“Kami sampaikan, sikap intoleransi, radikalisme, terorisme termasuk separatisme dan kapitalisme itu nyata-nyata menjadi ancamana bagi DIY karena bertentangan dan berkhianat terhadap Pancasila dan Keistimewaan DIY,” kata Eko Suwanto.

Dia menyampaikan di Provinsi DIY hingga saat ini problem kesejahteraan masih perlu memperoleh perhatian. Kemiskinan masih berada di angka 11,7 persen, kemudian gini rasio atau ketimpangan serta angka pengangguran yang dirasakan masih tinggi.

Dia mengajak semua pihak untuk bekerja keras menyelesaikan persoalan tersebut. Dalam perspektif Komisi A DPRD DIY, tantangan tersebut dijawab dengan pengajuan Raperda tentang Pembangunan Kawasan.

Menjawab pertanyaan sejauh mana kapitalisme menjadi tantangan bagi DIY, Eko Suwanto, menyebut kapitalisme, seperti disampaikan oleh Bung Karno, sebagai sesuatu yang mengisap rakyat.

Korelasinya dengan kondisi DIY saat ini, banyak berdiri hotel, apartemen maupun kondominium yang tidak tidak berizin. Hal itu berdampak langsung pada masyarakat.

“Pertama, masyarakat kehilangan alat produksi. Kedua,  lapangan kerja terbatas karena belum tentu sertifikatnya memenuhi dan lain-lain tetapi yang pasti masyarakat tidak punya saham,” ucap dia.

Menurut dia, investasi-investasi boleh-boleh saja masuk ke DIY akan tetapi harus dikontrol dan dipastikan membawa keuntungan untuk rakyat.

“Apa dampak sosialnya? Orang cenderung kemudian mementingkan diri sendiri. Contoh paling mudah mereka yang tinggal tinggal di kondominium dan apartemen sudah tidak kenal dengan lingkungan sekitarnya. Sudah tidak ada lagi kerja bakti di Minggu pagi,” kata dia.

Dia setuju, masuknya arus modal ke Yogyakata tetap harus berada di dalam kontrol pemerintah.

Hal ini berbeda dengan investasi yang dilakukan oleh pemerintah.

“Investasi negara digunakan untuk pelayanan publik dan hasilnya secara ekonomi dipastikan bermanfaat bagi masyarakat. Rumusnya, seluruh pembangunan itu manfaatnya harus kembali ke rakyat,” kata dia. (sol)