Difabel Asal Bantul Buat Surat Terbuka untuk Jokowi, Isinya?
Di rumah sakit, saya memulai menjalani aktivitas hidup dengan tangan kiri, dari menulis hingga makan.
KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Seorang difabel atau penyandang disabilitas Bambang Nurcahya Suprihandaka (50) asal Sidomulyo Bambanglipiuro Bantul yang kini menetap di Sumberwungu RT 04/017 Tepus Gunungkidul membuat surat terbuka kepada Presiden RI Joko Widodo.
Surat tertanggal 15 Juli 2023 ini juga ditembuskan ke Kementerian Polhukam, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Bawaslu serta Komisi III DPR RI.
Bambang kepada koranbernas.id, Selasa (18/7/2023) mengatakan laporan tersebut berdasarkan fakta pada bulan Agustus dan Juli Badan Pengawasan Pemilu RI membuka lowongan untuk anggota Bawaslu di DIY dan Gunungkidul.
"Waktu itu tim seleksi (timsel) mensosialisasikan pendaftaran anggota Bawaslu ke kelompok rentan termasuk penyandang disabilitas. Timsel menyampaian penerimaan anggota Bawaslu secara inklusif. Sebagai Penyandang disabilitas, saya pikir mempunyai kapasitas dan pengalaman yang relevan ikut mendaftar sebagai calon anggota Bawaslu tetapi pada akhirnya saya tidak lolos tahapan tertulis dan psikotes. Saya merasa bisa menjawab tes tersebut," katanya.
Bambang pun mempertanyakan regulasinya. "Pertanyaan saya, apakah Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Pasal 53 ayat 1 berbunyi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2 % (dua persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja, tidak berlaku untuk Bawaslu RI?” ujarnya.
Jika Bawaslu atau timsel mau adil, semestinya lembaga itu menyatakan dirinya tidak lolos tes serta hasil skor semua peserta seharusnya diumumkan secara transparan.
“Oleh karena itu dengan rendah hati saya mengajukan permohonan untuk proses tahapan rekrukmen Bawaslu Provinsi DIY dan Kabupaten se-DIY diulang serta membentuk timsel yang baru. Hasil semua tahapan tes diumumkan per tahapan," pintanya.
Surat terbuka ini, menurut Bambang, dibuat supaya menghasilkan calon Bawaslu yang inklusif secara realitas tidak hanya pencitraan khususnya di DIY.
"Saya menyampaikan bahwa sistem hukum terkhusus pemenuhan hak dan Perlindungan HAM untuk penyandang disablitas tidak berjalan dengan baik. Dalam praktiknya mengalami banyak stagnasi,” katanya.
Menurut dia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang DisabilIitas) sudah diundangkan ke Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Bambang Nurcahya menceritakan dirinya adalah penyandang disabilitas amputasi tangan kanan, lahir pada 1 Juli 1973 di Kabupaten Bantul tepatnya Desa Sidomulyo Kapanewon Bambanglipuro.
Bambang dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (Universitas Janabadra) tinggal di Desa Sidomulyo. Pada 1984, ketika masih duduk kelas empat SD, dirinya menjadi yatim karena bapaknya meninggal. Satu tahun berselang, pada 1985 dirinya kecelakaan sehingga tangan kanan harus diamputasi.
"Saya dirawat di Rumah Sakit Bethesda kurang lebih empat bulan. Di rumah sakit, saya memulai menjalani aktivitas hidup dengan tangan kiri dari menulis hingga makan dan lain-lain," katanya.
Beragam pengalaman sudah dijalani Bambang. Di antaranya pada Februari 2022 - Agustus 2022 menjadi fasilitator Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Counter Human Traficking yang digelar di Kalimantan.
Lalu, September 2014 - Agustus 2019, Community Engagement, Perserikatan Bangsa - bangsa di Sorong Papua Barat. Pada Oktober 2012 - Mei 2014, District Government Engagement Facilitator, Perserikatan Bangsa - bangsa, Pengurangan Risiko Bencana yang Inklusif di Ciamis Jawa Barat.
Pada Maret 2011 - Maret 2012, Field Project Assistant, Perserikatan Bangsa - bangsa, Implementasi Rencana Aksi HAM, Bengkulu dan Jambi. Maret 2010 - Maret 2011, Livelihood Program, Bengkulu dan Jambi, pada Februari 2009 - Juli 2009, Facilitate Associate United Nation Office Recovery Coordinator, Kabupaten Recovery Forum Aceh dan Mei 2007 - Desember 2009, Senior Community Advocacy, Federasi Palang Merah International (IFRC) Aceh.
"Saya sedang mempelajari kasus ini. Kalau ada celah saya ingin gugat perdata atau PTUN," katanya. (*)