Bupati Beberkan Upaya Penurunan Stunting di Sleman

Bupati Beberkan Upaya Penurunan Stunting di Sleman
Kustini Sri Purnomo. (nila hastuti/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, SLEMAN--Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo, mengatakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman terus melakukan upaya agar stunting di wilayah Kabupaten Sleman terus berkurang.

Langkah-langkah yang dilakukan Pemkab Sleman antara lain dengan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), Tim Pendamping Keluarga (TPK), Kader Pembangunan Manusia (KPM), serta dukungan berbagai pihak.

“Saya berharap pada tahun 2024 target penurunan stunting dari indeks Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) bisa menyentuh 14 persen dari tahun ini sebesar 15 persen,” kata Kustini kepada wartawan, Senin (20/11/2023).

Sementara jika dari EPP GBM (Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) dikatakan Kustini, angka penurunannya ditarget menyentuh lima persen.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan tersebut, Kustini berharap angka stunting di Sleman terus menurun. Oleh karena itu butuh kerja keras dari berbagai pihak seperti Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Dinas Pemberdayaan Perempuan.

“Karena ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Butuh kolaborasi,” tutur Kustini.

Sementara Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, Cahya Purnama menjelaskan, Dinkes Sleman mencatat ada penurunan cukup signifikan kasus stunting pada tahun 2023 ini. Walaupun demikian, jumlah bayi dikategorikan menderita stunting juga cukup banyak.

Cahya mengatakan dari indeks EPP GBM stunting di Kabupaten Sleman menyentuh 4,51 pada tahun 2023. Angka itu turun cukup besar dibandingkan tahun sebelumnya yang menyentuh 6,88.

“Penurunan stunting tahun ini melebihi harapan, target 2023 itu enam kurang sedikit. Namun dengan masifnya penanggulangan stunting tahun ini ternyata cukup bagus penurunannya,” tutur Cahya.

Menurut Cahya, jumlah bayi di Kabupaten Sleman yang saat ini masih menderita stunting ada 2.208 jiwa.Temuan terbanyak ada di Kapanewon Pakem sebesar 8,69 persen dan Seyegan 7,1 persen.

Sementara untuk keseluruhan balita di wilayah tersebut tercatat ada sebanyak 55.213 jiwa. Dari jumlah itu yang dapat dipantau kecukupan gizinya mencapai 48.957 balita atau sudah menyentuh sekitar 85 sampai 90 persen.

Cahya juga mengungkapkan bahwa penyebab stunting tidak selalu karena kemiskinan. Namun penyebab utamanya justru disebabkan faktor salah pola asuh atau kurang tepatnya pemberian gizi.

Cahya menyebut, sebagian orangtua ada yang hanya memberi asupan karbohidrat kepada anaknya. Padahal untuk mengatasi stunting pemberian gizi berupa protein sangat diperlukan.

“Bayi kalau hanya diberi karbohidrat itu hanya gemuk. Padahal memerlukan protein untuk meningkatkan tinggi badannya,” terang Cahya. (*)