Belum Semua Program Studi di UMY Menerapkan MBKM

Belum Semua Program Studi di UMY Menerapkan MBKM

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) belum bisa menerapkan Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) pada semua program studi (prodi). Namun pada prinsipnya, kampus tersebut selama ini sudah melaksanakan program-program yang ternyata selaras dengan program yang diluncurkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) awal tahun 2020 itu.

Ini terungkap saat berlangsung Focus Group Discussion (FGD) yang membahas Analisis Dampak Implementasi Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dalam Peningkatan Nilai 8 IKU: Studi Kasus pada 20 Program Studi  di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Diskusi yang berlangsung Sabtu (25/12/2021) di Yats Colony Jalan Patangpuluhan 23 Yogyakarta kali ini menggunakan bantuan pendanaan program penelitian kebijakan MBKM dan pengabdian masyarakat berbasis hasil penelitian PTS Ditjen Diktiriatek tahun anggaran 2021.

Dipandu langsung Reni Budi Setyaningrum SH MH selaku peneliti, 20 ketua prodi duduk bersama membahas program MBKM. Satu per satu mereka bergiliran memberikan masukan, kritik maupun saran-saran.

Diskusi berlangsung dinamis. Tidak jarang peserta sampai beranjak dari tempat duduknya demi menyambung paparan dari ketua prodi lainnya.

Eko Purwanti S Pd M Hum Ph D selaku Dekan Fakultas Pendidikan Bahasa menyampaikan meski tidak disebut sebagai MBKM sebenarnya secara eksternal pihaknya sudah melaksanakan program pertukaran mahasiswa.

Student exchange ini juga bagian dari MBKM. Ada magang dan riset. Itu bisa dikatakan sudah melaksanakan MBKM. Mungkin dokumen yang belum siap,” ungkapnya.

Artinya, pelaksanaan MBKM di UMY tidak sekaligus, yang pasti kegiatan itu bisa mendukung ketercapaian delapan  Indikator Kinerja Utama (IKU) Kemendikbudristek.

Adapun delapan IKU tersebut adalah, lulusan mendapatkan pekerjaan yang layak, mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus, dosen berkegiatan di luar kampus, praktisi mengajar di dalam kampus.

Kemudian, hasil kerja dosen digunakan oleh masyarakat, program studi bekerja sama dengan mitra kelas dunia, kelas yang kolaboratif dan partisipasif serta program studi berstandar internasional.

Dr Tunjung Sulaksono SIP MSi dari Program Studi  Ilmu Pemerintahan sempat khawatir pihaknya sudah susah payah menyusun kurikulum namun kemudian hasilnya ditukar dengan 20 SKS.

“Kami sudah susah payah menyusun kurikulum sampai mumet. Komputer kadang-kadang sampai hang, hasilnya kemudian ditukar 20 SKS dengan kegiatan kampus mengajar,” ungkapnya.

Seperti diketahui, melalui program MBKM mahasiswa dapat mengambil SKS (Satuan Kredit Semester) pada prodi yang berbeda di perguruan tinggi yang sama sejumlah satu semester, itu dihitung 20 SKS.

Kekhawatiran serupa datang dari Fakultas Teknik di bawah pimpinan Ir Puji Harsanto ST MT Ph D. Disebutkan, mahasiswa fakultas ini cenderung mengambil mata kuliah yang sama di universitas yang lain. Pertanyaannya adalah apakah hal itu sesuai dengan filosofi MBKM yaitu untuk mendapatkan pengalaman berbeda, ataukah sekadar mengejar konversi.

Masukan serupa juga disampaikan pimpinan program studi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Sebenarnya banyak program dan kegiatan sudah dilaksanakan oleh UMY namun secara dokumen dan administrasi belum dianggap sebagai MBKM. (*)