Belum Pulih, Tapi Pelaku UMKM Punya Peluang untuk Lebih Berkembang

Belum Pulih, Tapi Pelaku UMKM Punya Peluang untuk Lebih Berkembang

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Masa tatanan baru (new normal) di Yogyakarta sejauh ini belum membuat para pegiat usaha, termasuk UMKM, nyaman dan tenteram. Alih-alih memulihkan aktivitas usaha seperti sebelum mewabahnya Covid-19, mobilitas masyarakat yang mulai ramai, sejauh ini belum banyak berdampak pada geliat usaha di Kota Gudeg ini.

Pengakuan Bambang Indro, pedagang nasi pecel di Jalan Kaliurang Yogyakarta misalnya. Sejak membuka kembali warung kaki limanya 2 pekan lalu, omset yang berhasil ia bukukan setiap hari masih jauh di bawah standar omset harian sebelum pandemi.

Membuka usahanya sejak pukul 07.00-13.00 WIB, belum mampu menghabiskan 1 magic com nasi. Padahal sebelum pandemi, dalam rentang yang sama, setidaknya dia mampu menjual habis nasi sebanyak 3 magic com.

“Masih jauh dibandingkan saat normal dulu. Dulu, kalau Hari Minggu, malah saya bisa menghabiskan 5 magic com,” katanya.

Untuk mengatasi omzet yang merosot tajam, Indro harus memutar otak. Dirinya mendorong penjualan online bersinergi dengan para driver ojol.

“Saya juga sedang dalam persiapan mengembangkan jaringan penjualan bahan pecel secara online. Terutama sambel pecel Madiun dan peyek yang begitu digemari pelanggan. Dengan cara ini, masyarakat dapat menikmati pecel Madiun dengan tetap berada di rumah dan terhindar dari corona.Sambel pecel saya siapkan dalam kemasan berbagai ukuran. Ke depan bukan hanya sambel pecel, saya juga berencana mengembangkan sambel sambel jenis lain untuk dipasarkan secara online,” tambah Indro.

Sekretaris Tim Gugus Tugas Ketangguhan Ekonomi Kadin DIY, Timotius Apriyanto mengatakan, upaya mendorong kebangkitan para pelaku UMKM bukan perkara mudah. Sejak pandemik melanda, para pelaku UMKM sangat kesulitan dalam hal penjualan produk. Selain karena kebijakan pemerintah melakukan pembatasan aktivitas masyarakat, warga sendiri juga dilanda ketakutan untuk beraktivitas keluar rumah dan daya beli masyarakat merosot tajam.

Survei yang dilakukan oleh tim dari Kadin didukung Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) terhadap 136 responden menunjukkan, hanya dalam tempo sebulan sejak pandemi, sudah terjadi penurunan omset para pelaku UMKM mencapai Rp 46 miliar.

Dirinya yakin, kondisi riil dalam skala yang lebih luas, tidak akan jauh berbeda dengan gambaran dari survey ini, mengingat sebagian besar perekonomian di DIY ditopang oleh bisnis UMKM.

Dunia usaha, katanya, masih punya harapan untuk bisa melangsungkan usahanya. Namun mengingat sebagian besar mengalami penurunan omset, dan bahkan tidak sedikit yang omsetnya nol, maka perlu berbagai stimulus dari pemerintah, berupa berbagai keringanan terkait pajak dan pembayaran angsuran pinjaman. Kebijakan ini, juga perlu diikuti dengan pemberian fasilitas pinjaman lunak, agar para pelaku UMKM dapat mulai menggulirkan usahanya kembali.

“Hal-hal yang dapat memberatkan, harus dihilangkan dulu. Kalau perlu ada negosiasi khusus dengan lembaga pembiayaan. Syukur kalau bisa dilakukan pemutihan. Selama ini, kebijakannya hanya berupa penundaan pembayaran pokok hutangnya, sedangkan pembayaran bunga tetap dilakukan. Harapannya, kalau bisa benar-benar bisa dihentikan dulu kewajiban pembayaran sampai usaha mereka stabil kembali,” katanya.

Selain itu, Kadin, kata Apriyanto, juga merumuskan strategi pembangkitan bisnis UMKM yang baru. Pandemi yang terjadi, membuka ruang untuk pengembangan model bisnis baru, yang ke depannya dapat lebih mendorong kapasitas dan kualitas bisnis UMKM.

Selain strategi berupa menggabungkan banyak usaha dalam satu “ruang bisnis”, para pelaku UMKM juga perlu didorong untuk lebih serius memanfaatkan berbagai simpul teknologi berbasis internet dan memanfaatkan artificial intelligence. Pemanfaatan teknologi perlu dikenalkan dalam setiap siklus bisnis UMKM, untuk mendorong efisiensi dan efektivitas usaha.

Pemerintah dan asosiasi, juga perlu terus menjembatani para pelaku UMKM dengan market hub yang ada. Mereka perlu dikenalkan dan di link kan dengan berbagai platform pasar digital yang sudah dikenal luas, sehingga bisa mengakselerasi bisnis ke depannya.

“Kami akan membuat rancangan desain perekonomian baru. Saat ini masih dalam kajian dan perumusan. Tapi intinya adalah bagaimana mendorong peningkatan bisnis UMKM dengan memanfaatkan teknologi,” kata Apri.

Kepala Dinas Koperasi UMKM DIY, Srie Nurkyatsiwi mengakui, pandemi Covid-19 membawa dampak sangat serius terhadap bisnis UMKM di DIY. Namun Siwi mengungkapkan, khusus untuk UMKM yang bergerak di bidang kuliner, termasuk yang segera bisa bangkit di masa tatanan baru/new normal ini.

Dinas, kata Siwi, terus melakukan monitoring dan pendampingan, agar para pelaku UMKM bisa segera bangkit dan pulih dalam beraktivitas bisnis. Pendampingan dilakukan secara rutin melalui sistem daring.

Selain itu, melalui kerja sama dengan banyak pemangku kepentingan, Dinas Koperasi dan UMKM juga mengembangkan berbagai platform yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis, termasuk UMKM, guna meningkatkan bisnis mereka.

“Ada beberapa platform yang kita tawarkan lengkap dengan fasilitas termasuk free ongkir. Sejauh ini mulai ada UMKM yang masuk dan memanfaatkan. Tapi masih jauh lebih banyak pelaku UMKM yang belum bergabung,” katanya.

Siwi menegaskan, dengan tatanan baru ini, artinya para pelaku UMKM juga harus memiliki tatatan baru dalam beraktivitas bisnis. Mereka harus mengubah mindset dan perilaku, baik dalam proses produksi, dalam pemasaran dan lain sebagainya.

Selain lebih efisien dan efektif, pebisnis juga harus bisa memastikan produk mereka benar-benar bersih dan sehat, sehingga konsumen merasa nyaman dan aman untuk membeli.

“Arahnya semua ke digital. Memang bukan hal yang mudah, tapi mau tidak mau ya ke sana,” kata Siwi.

Astri Wahyuni bersama sejumlah pejabat dalam acara penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Tokopedia dan Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mendukung program pengembangan ekonomi digital dan pelayanan publik awal 2020. (istimewa)

Diakui, cukup banyak pelaku UMKM yang ingin bergabung ke platform yang dikembangkan dinas bersama stakeholder. Namun masih banyak dari mereka yang belum bisa masuk lantaran sejumlah kendala. Misalnya menyangkut kelengkapan dokumen termasuk perizinan.

“Ya ini kan menjadi bagian dari pembinaan kami juga. Bagaimana ke depan para pelaku UMKM makin sadar dan paham, bahwa bisnis harus semakin baik. Semakin berkualitas dan segala hal terkait perizinan juga beres,” imbuh Siwi.

Dari sekitar 43 ribu yang terdaftar di platform, baru sekitar 300-an yang dapat memanfaatkan fasilitas free ongkir. Selain masalah kelengkapan dokumen, masih banyak pelaku UMKM yang terkendala dalam hal jaminan dan kepastian kontinuitas produk, kualitas produk dan lain sebagainya.

“Ada lho yang ketika konsumen pesan, ternyata penjual libur. Ini kan jadi salah satu kendala. Belum lagi kalau bicara branding sebagai salah satu hal penting dalam bisnis online,” ujar Siwi.

Terkait populasi UMKM di DIY, Siwi mengatakan, jumlahnya lebih dari 250 ribu. Dari jumlah tersebut, sebagian besar yang sudah bergabung dalam platform digital masih di bidang kuliner. Kerajinan, fesyen dan yang lain, belum banyak yang ikut memanfaatkan.

Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Tokopedia, Astri Wahyuni, di sisi lain mengatakan bahwa Tokopedia, sebagai perusahaan teknologi Indonesia yang terus bertransformasi menjadi Super Ecosystem, terus berupaya mengakselerasi pemerataan ekonomi secara digital di Indonesia.

Salah satunya melalui #JagaEkonomiIndonesia, Tokopedia mempercepat adopsi digital bagi pegiat usaha lokal terutama UMKM, lewat berbagai kolaborasi bersama mitra strategis, misalnya pemerintah.

“Bersama sejumlah instansi di Yogyakarta, baik di tataran provinsi, daerah, kota, kabupaten dan instansi lainnya, kami telah melatih dan memberdayakan ribuan UMKM di Yogyakarta. untuk memulai dan mengembangkan usaha melalui kanal digital, dalam hal ini ekosistem Tokopedia,” katanya.

Pelatihan ini dilaksanakan demi mempersiapkan para pegiat UMKM untuk bersaing dan berkontribusi lebih terhadap perekonomian di era digital sekaligus tatanan baru.

Saat ini, terdapat lebih dari 8,1 juta penjual di Tokopedia yang 94%nya berskala ultra mikro. Pihaknya, kata Astri, terus berkomitmen memberikan panggung seluas-luasnya bagi mereka untuk berjuang, khususnya di tengah pandemi Covid-19.

Tokopedia juga menyiapkan halaman dan kampanye khusus untuk untuk mempermudah masyarakat Yogyakarta memenuhi kebutuhan sehari-hari dari penjual yang juga berdomisili di Yogyakarta sehingga bisa lebih efisien.

“Dengan berbagai inisiatif ini, Tokopedia berharap dapat ikut mempercepat peningkatan perekonomian digital daerah, mengingat UMKM lokal adalah penyokong lebih dari 60% pendapatan Indonesia,” pungkas Astri. (SM)