Belajar Agama Jangan Lewat Medsos

Belajar Agama Jangan Lewat Medsos

KORANBERNAS.ID, BANTUL Mendalami ajaran agama menjadi hal yang disarankan. Tapi kalau belajarnya melalui media sosial, justru bisa berbahaya. Pemahaman agama harus berasal dari sumber yang jelas, bukan malah dari media sosial atau mesin pencarian.

“Jangan mencari informasi agama dari media sosial, tapi dari sumber terpercaya. Misalnya kiai atau ustadz yang memang memiliki pemahaman agama yang mumpuni,” ujar Iptu Sudiasih, Kanit Bintibmas Sat Binmas Polres Bantul, saat memberikan pemaparan dalam sebuah seminar di SMP & SMA Kesatuan Bangsa, Rabu (15/1/2020).

Dalam rilis yang dikirimkan ke koranbernas.id, Humas SMA Kesatuan Bangsa, Ahmad Ihsanudin, mengatakan selain siswa dan guru, hadir pula pada seminar tersebut Kepala Sekolah SMP Kesatuan Bangsa Ahmad Fauzi dan Kepala SMA Kesatuan Bangsa Ahmad Nurani.

Ipu Sudiasih menambahkan, zaman sekarang peran media sosial juga tidak bisa diabaikan. Medsos telah menjadi satu faktor yang mengubah perilaku dan sikap masyarakat. Masyarakat dunia saat ini telah terintegrasi secara global, sehingga mudah bisa diketahui di Indonesia.

Diantara berbagai isu, masalah paparan radikalisme adalah satu hal yang harus diwaspadai. Untuk mencegah hal itu, pemahaman agama dinilai penting bagi anak didik di sekolah.

Karena radikalisme adalah ideologi yang ingin melakukan perubahan sistematis dalam masyarakat, maka perlu ada upaya yang sistematis pula untuk mengatasinya. Salah satunya dengan mendalami ajaran agama dari sumber-sumber terpercaya.

“Jangan mencari informasi agama melalui medsos. Apalagi medsos jadi penyebaran informasi yang tidak benar,” sambungnya.

Ahmad Ihsanudin mengatakan, mengantipasi paparan radikalisme, selain pemahaman agama yang benar, juga dituntut adanya keterbukaan pikiran dan kewaspadaan terhadap upaya perekrutan kelompok radikal. Hal ini harus disadari oleh semua pihak, termasuk kalangan sekolah, untuk mencegah berkembangnya paham radikalisme di kalangan anak muda.

Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius, menyebut internet menjadi salah satu media penting dalam penyebarluasan radikalisme dan terorisme.

“Selain menjadi kekuatan, internet juga menjadi ancaman dalam penyebaran hoaks, radikalisme, penipuan, pornografi, bullying, prostitusi, SARA, narkoba, dan masih banyak lagi ancaman dari internet tersebut,” ujarnya.

Data Kementerian Kominfo, selama tahun 2018 telah dilakukan pemblokiran konten yang mengandung radikalisme dan terorisme sebanyak 10.499 konten. Terdiri dari 7.160 konten di Facebook dan Instagram, 1.316 konten di Twitter, 677 konten di Youtube, 502 konten di Telegram, 502 konten di filesharing, dan 292 konten di situs website. (eru)