Beberapa Tempat Pengolahan Sampah Tak Dikelola Serius

Beberapa Tempat Pengolahan Sampah Tak Dikelola Serius

KORANBERNAS.ID, KLATEN -- Program pengolahan sampah dengan sistem TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Recycle, Reuse) yang diluncurkan Pemkab Klaten layak diapresiasi dan didukung semua warga. Sebab program itu bertujuan mengurangi permasalahan sampah di lingkungan masing-masing melalui pemberdayaan warga sekitar.

Sebagai wujud keseriusan dalam penanganan masalah sampah di wilayahnya, Pemkab Klaten melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) membantu membangun gedung TPS3R berikut sarana dan prasarana pengolahan sampah. Selain itu, membantu biaya operasional sementara sebelum diserahkan pengelolaannya kepada desa.

Pada tahun 2018, DLHK mengawali membangun 14 unit gedung TPS3R berikut sarana dan prasarana pendukung, termasuk satu unit mobil Grandmax pikap di setiap TPS3R. Diantaranya, Desa Ketandan Kecamatan Klaten Utara, Desa Kalikotes Kecamatan Kalikotes, Desa Kedungampel Kecamatan Cawas, Desa Krajan Kecamatan Jatinom, Desa Delanggu Kecamatan Delanggu, Desa Pundungan Kecamatan Juwiring dan Desa Jatipuro Kecamatan Trucuk.

Setelah pembangunan gedung selesai dan sarana prasarana lengkap, TPS3R tersebut beroperasi di awal 2019. Pengelolaannya pun diserahkan kepada KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) desa setempat. DLHK tetap mendampingi sebelum pengelolaannya diserahkan kepada desa masing-masing.

Namun, kenyataan di lapangan tidak seperti yang diharapkan. Permasalahan muncul saat TPS3R diserahkan ke desa. Tidak sedikit TPS3R itu vakum, tidak beroperasi, bahkan tutup sama sekali. Namun ada segelintir saja yang tetap beroperasi seperti TPS3R Desa Jatipuro Trucuk.

Kondisi ini sangat disesalkan karena komitmen warga untuk ikut serta dalam penanganan masalah sampah masih rendah. Padahal anggaran untuk membangun gedung TPS3R berikut sarana prasarana tidaklah sedikit. Seperti TPS3R Desa Ketandan Klaten Utara misalnya, menelan anggaran Rp 602 juta.

Terkait dengan kondisi itu, DLHK Kabupaten Klaten baru-baru ini memanggil pengelola TPS3R yang tidak efektif. "Yang kami undang Kedungampel, Ketandan, Tambakan Jogonalan dan Kemalang. Jogonalan kurang maksimal," kata Dwi Maryono, Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan DLHK, Klaten.

Senada dikemukakan Kepala DLHK, Srihadi, saat dihubungi melalui telepon. Menurutnya, TPS3R yang diluncurkan pemerintah sedianya bertujuan untuk menangani masalah sampah di hulu. Artinya, sebelum membuang sampah di tempat sampah di depan rumah atau TPS sementara di lingkungan masing-masing, warga terlebih dahulu memilah-milah sampah organik dan non-organik.

"Sampah warga itulah yang kemudian diambil oleh penngurus atau pengelola untuk selanjutnya dibawa ke gedung TPS3R untuk di olah," ujar mantan Kabag Perekonomian Setda Klaten itu.

Dia berharap semua warga ikut bertanggung jawab dalam penanganan masalah sampah dan pengendaliannya lingkungan masing-masing.

Sampah organik bisa diolah menjadi pupuk organik. Sedangkan non-organik bisa diolah lagi menjadi barang yang bisa dijual dan mendatangkan pendapatan untuk menunjang operasional TPS3R. Sementara sampah yang benar-benar tak bisa dimanfaatkan, dibuang ke TPA milik Pemkab Klaten di Desa Troketon, Kecamatan Pedan. (*)