Asosiasi Advokat Konstitusi Gandeng FIF Group Gelar Diskusi Bahas Industri Pembiayaan
Dalam mengelola kredit macet, proses penagihan dilakukan sebagai upaya mencegah agar tidak terjadi peningkatan kredit bermasalah.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Saat ini industri pembiayaan tengah dihadapkan dengan banyaknya stigma negatif dari proses penagihan yang dilakukan oleh para pelaku usaha pembiayaan dan seluruh pemangku kepentingan.
Sebagai upaya menghilangkan stigma tersebut, Asosiasi Advokat Konstitusi (AAK) menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang mengangkat tema Perlindungan Kepentingan Hukum Perusahaan Pembiayaan dalam Relasi Dengan Profesi Penagih Hutang.
Melalui kegiatan yang berlangsung di Yogyakarta Marriott Hotel itu, AAK menggandeng PT Federal International Finance (FIF GROUP) sebagai salah satu anak perusahaan PT Astra International Tbk yang menyediakan layanan pembiayaan untuk berbagai macam kebutuhan.
Acara tersebut dihadiri sejumlah narasumber yang ahli di bidangnya yaitu Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri, Brigadir Jenderal Veris Septiansyah, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Sobandi, serta Pakar Hukum Jaminan Fidusia Universitas Diponegoro, Siti Malikhatun Badriyah.
Adapun moderator Ketua Asosiasi Advokasi Konstitusi, Bahrul Ilmi Yakup. “Stigma negatif ini tentu merugikan para pelaku di industri pembiayaan, sehingga sangat penting untuk menghadirkan keberimbangan perlindungan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari konsumen, pelaku usaha, hingga bagi para pelaku penagihan,” kata Bahrul, Sabtu (10/8/2024).
Dari kiri, Siti Malikhatun Badriyah, Sobandi, Brigadir Jenderal Veris Septiansyah serta Bahrul Ilmi Yakup saat menghadiri FGD yang diselenggarakan AAK dan FIFGROUP. (istimewa)
Dengan pendekatan yang transparan dan adil, hal ini dapat memperkuat ekosistem bisnis dan mendukung kelancaran pengelolaan kredit. Untuk memaksimalkan manfaatnya, kebijakan dan regulasi yang seimbang sangat penting, sehingga industri pembiayaan dapat terus berkembang dengan sehat dan memberikan manfaat yang optimal bagi semua pihak.
Menariknya, acara ini juga diikuti lebih dari 150 peserta yang secara langsung dan lebih dari 700 peserta melalui platform Zoom secara daring yang terdiri dari Asosiasi Advokat Konstitusi, Aparat Hukum Kepolisian, Organisasi dan Asosiasi Para Pelaku Usaha Penagihan dan karyawan FIF GROUP.
Hadir pula pada kegiatan tersebut Operation Director FIF GROUP, Setia Budi Tarigan. Budi mengaku sangat bersyukur atas terselenggaranya forum ini karena memberikan kesempatan yang seimbang dalam memberikan perlindungan kepentingan hukum bagi perusahaan pembiayaan.
“Dalam mengelola kredit macet, proses penagihan dilakukan sebagai upaya mencegah agar tidak terjadi peningkatan kredit bermasalah, namun akibat dari stigma negatif itu sendiri menyebabkan timbulnya keterbatasan bagi perusahaan pembiayaan dalam beroperasional, sehingga hal ini dapat berdampak terhadap kesehatan industri pembiayaan itu sendiri secara umum,” ungkap Budi.
Pada sesi diskusi, materi dibuka oleh Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri, Brigjen Veris Septiansyah. Veris menyebutkan sangat penting bagi para pelaku profesi penagihan memperhatikan prosedur yang dilakukan.
Penyerahan plakat penghargaan kepada narasumber. (istimewa)
“Seringkali ditemukan adanya tindakan prosedur penagihan yang menggunakan kekerasan fisik ataupun dengan tindakan premanisme, sehingga hal ini lah yang menyebabkan timbulnya sudut pandang negatif terkait dengan prosedur penagihan,” kata Veris.
Menurut dia, para pelaku usaha harus mampu melakukan upaya penagihan sesuai dengan pendekatan peraturan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, seluruh regulasi yang diterbitkan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Putusan Mahkamah Konstitusi, hingga Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.
“Seluruh regulasi tersebut menjadi pedoman dasar yang perlu ditaati oleh perusahaan pembiayaan, sehingga upaya penagihan itu dapat dijalankan dengan baik. Tentunya hal ini juga perlu dipahami oleh konsumen bahwa regulasi ini juga mengikat masyarakat yang menjadi konsumen layanan pembiayaan dalam melakukan kewajibannya, seperti pembayaran angsuran dengan tepat waktu dan melunasi utangnya” kata Veris.
Sedangkan Sobandi menyatakan secara regulasi prosedur eksekusi jaminan fidusia yang sudah ada saat ini harus dipermudah dan disimplifikasi.
“Seringkali dari regulasi yang sudah ada mempersulit upaya penagihan maupun proses eksekusi jaminan fidusia. Bahkan ada pelaku profesi penagihan yang dihakimi oleh warga karena melakukan penagihan, ini menunjukkan adanya kelemahan secara regulasi yang menyebabkan lembaga pembiayaan mengalami kesulitan dalam penagihan,” kata Sobandi.
Sertifikat jaminan fidusia
Namun, lanjut dia, perlu menjadi catatan bahwa ketika kepentingan hukum dilindungi maka perlu diimbangi juga dengan tindakan penagihan oleh lembaga pembiayaan dengan tetap memperhatikan kepentingan perlindungan konsumen.
Dari sudut pandang akademisi, Pakar Hukum Jaminan Fidusia Universitas Diponegoro Siti Malikhatun Badriyah menyampaikan pada dasarnya prosedur penagihan dan pengamanan unit jaminan fidusia dapat dilakukan dengan adanya sertifikat jaminan fidusia.
“Sertifikat jaminan fidusia memiliki kekuatan eksekutorial, namun, perlu diperhatikan keabsahan dari jaminan fidusia itu sendiri yang meliputi dua tahap, yakni pembebanan dan pendaftaran jaminan fidusia,” kata Siti sembari menjelaskan sertifikat ditandatangani oleh pihak debitur maupun kreditur, sehingga berlakunya asas asas hukum penjaminan yang ada di dalam pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Diskusi kali ini memperoleh respons positif dari seluruh peserta, sehingga melalui acara tersebut diharapkan dapat memberikan pemahaman dan kesadaran bagi seluruh pemangku kepentingan akan kehadiran suatu bentuk kebijakan atau regulasi yang berimbang terkait dengan proses eksekusi jaminan fidusia sesuai dengan Undang Undang Jaminan Fidusia yang melindungi kepentingan seluruh pihak yang terlibat.
Proses diskusi berlangsung hangat, narasumber secara lengkap dan detail memberikan jawaban dari pertanyaan audiens. Diskusi dan acara itu secara umum diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai upaya penagihan dan eksekusi jaminan fidusia. (*)