AMPD Bantul Serahkan Bukti Baru Kasus Dugaan Mark Up Proyek
KORANBERNAS.ID -- Aliansi Masyarakat Peduli Desa (AMPD) Bantul mendatangi kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantul, Selasa (12/11/2019). Kedatangan mereka untuk menyerahkan bukti baru (novum) kasus dugaan mark up pembangunan Gedung Serba Guna Riptaloka dan Pendopo Desa yang dianggarkan dalam APBDesa tahun 2017 dan 2018.
Mereka yang datang ke Kejari Bantul itu diantaranya ketua aliansi Agung Prasetyo, sekretaris Jati Kusumo dan para anggota dengan didampingi oleh anggota, Kuasa Hukum Tubagus Tutung SH, Ketua BPD Muh Basori dan tokoh masyarakat H Ciriban. Berkas diserahkan kepada jaksa Heny Indri Astuti SH.
Bukti baru yang diserahkan tersebut adalah hitungan dari aliansi dimana salah satu anggotanya Baru Suwardana pernah menjabat di bagian perencanaan saat akan dilakukan pembangunan dua gedung tersebut. “Yang kita serahkan adalah hitungan volume kayu, lalu volume luasan granit yang berbeda dengan Rencana Anggaran Belanja (RAB) bangunan,” kata Bari.
Ia mencontohkan, untuk granit misalnya, ada selisih 30 meter, lebih banyak tertera di RAB dari hitungan aliansi. Begitu juga untuk hitungan yang lain.
“Menghitung nilai suatu bangunan harus ada ahlinya. Untuk kasus Tipikor ada instansi yang menghitung. Jadi kita kerjasama kesana. Nanti yang diseahkan ini akan kita terima sebagai data tambahan. Namun tentunya secara resmi kami akan meminta intansi terkait dari Pemkab Bantul untuik menghitung nilai bangunan tersebut,” kata Heny Indri Astuti SH.
Sementara Tubagus Tutung SH mengatakan kedatangan mereka ke Kejaksaan Negeri Bantul adalah untuk menindaklanjuti perjalanan proses pembangunan yang diduga ada penyelewengan. “Kira-kira ini sudah masuk 1 tahunan kasusnya,” katanya.
Kedatangan aliansi juga untuk mengetahui dan membuktikan sejauh apa keseriusan Kejari Bantul dalam mengusut kasus ini. “Dari hasil pertemuan diketahui jika kasus ini baru sampai tahap pengumpulan data. Dan kami dari aliansi siap mendukung seandainya memang dibutuhkan data tambahan yang mereka minta, kami siap carikan. Seperti hari ini, perhitungan juga dari permintaan pihak kejaksaan,” katanya.
Selain soal data penghitungan bangunan, mereka juga pernah menyerahkan kuitansi fiktif dan bukti-bukti lain, termasuk kesiapan saksi jika dibutuhkan. “Disana juga sudah ada namanya siapa di kuitansi tersebut,” katanya.
Sementara Ketua BPD Desa Bantul, Muh Basori, mengatakan saat ini masyarakat Desa Bantul setiap saat banyak yang menanyakan perkembangan kasus ini. Karena obyek pembangunan belum selesai sementara LKPJ sudah selesai kendati belum di Perdeskan. “Kami tidak membuat Perdes karena memang bangunan secara fisik belum selesai,” kata Basori.
Misalnya, lanjut Basori, masih ada bangunan di pendopo desa yang belum dikeramik dan ada juga trap pendopo yang kasusnya sama. Sementara jika melihat dari hitungan APBDes 2017 dan 2018 harusnya sudah mencukupi untuk menyelesaikan dua bangunan, maka tidak dianggarkan lagi di APBDesa 2019. “Pernah akan dianggarkan di tahun 2019 tetapi tidak disetujui karena memang dari hitungan dua tahun anggaran harusnya bangunan itu sudah jadi,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Aliansi Masyarakat Peduli Desa Bantul menginginkan Desa Bantul menjadi desa yang bersih dan transparan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Termasuk dalam penggunaan anggaran pembangunan di desa, sewa menyewa tanah kas desa, penertiban aset desa dan juga soal perekrutan pamong atau perangkat agar tranparan dan akuntabel.
Semangat ini dimaksudkan agar jangan sampai ada persoalan dan gejolak sebagaimana terjadi tahun 2016 silam hingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Maka aliansi mendorong adanya penegakan hukum, dan berharap Lurah Desa Supriyadi memiliki keberanian dan ketegasan sikap untuk bisa mengatur semua pamong desa bekerja sesuai aturan hukum.
Mereka juga telah membentangkan spanduk tuntutan di depan Balai Desa Bantul, serta melaporkan dugaan penggelapan dana desa ke Kejari Bantul. Diantaranya, aliansi melaporkan dugaan penyimpangan dana pada pembangunan dua gedung yakni Gedung Pertemuan Riptaloka dan pendopo desa. Hingga dua tahun anggaran dengan kucuran dana sekitar Rp 380 juta, ternyata pembangunan belum selesai. (eru)