60 Persen Luas Kota Yogyakarta Kawasan Cagar Budaya 

60 Persen Luas Kota Yogyakarta Kawasan Cagar Budaya 
Kegiatan Sosialiasi Warisan Cagar di Hotel Jambuluwuk Yogyakarta. (anung marganto/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Sekitar 60 persen luas wilayah di Kota Yogyakarta merupakan Kawasan Cagar Budaya yang merupakan aspek penting dari keistimewaan DIY.

Ini terungkap saat Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Warisan Budaya Cagar Budaya dan Panduan Arsitektur Bangunan di Kawasan Cagar Budaya Pakualaman, Senin (12/6/2023), di Jambuluwuk Malioboro Hotel Yogyakarta.

Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, Yetty Martanti, menyatakan sosialisasi ini penting untuk menyebarluaskan informasi mengenai pelestarian dan perawatan bangunan berstatus Warisan Budaya maupun Cagar Budaya (WBCB) yang dimiliki oleh masyarakat.

“Masyarakat sebagai pemilik bangunan WBCB merupakan ujung tombak pelestarian bangunan-bangunan ini. Setiap pembangunan diperlukan penyesuaian fasad bangunan agar selaras dengan kondisi KCB,” ucapnya.

Yetti Martanti menambahkan kegiatan sosialisasi ini juga sebagai sarana publikasi mengenai aturan-aturan arsitektur bangunan di Kawasan Cagar Budaya bagi masyarakat yang akan melakukan kegiatan pembangunan atau konstruksi.

“Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) memiliki tim ahli (TP2WB) yang bertugas memberikan arahan dan rekomendasi bentuk fasad bangunan yang akan didirikan. Masyarakat dapat bertanya dan berkonsultasi kepada tim tersebut, tidak dipungut biaya,” kata Yetty.

Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya, menjelaskan Kawasan Cagar Budaya merupakan aspek penting dari keistimewaan di DIY.

“Tata ruang yang ada ini dianggap istimewa dan menjadi modal bagi pertumbuhan pembangunan dan perekonomian,” jelasnya.

Menurut dia, perlindungan Cagar Budaya dan pertumbuhan perekonomian harus diharmonisasikan.

“Pelestarian Cagar Budaya harus dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang menguntungkan masyarakat. Yogyakarta punya potensi pelestarian Cagar Budaya berbasis kawasan, sehingga dua aspek perlindungan Cagar Budaya dan pertumbuhan ekonomi tidak dipertentangkan,” tegas Aman.

Harmonisasi ini bisa dijalankan dengan penguatan aspek-aspek di dalam Kawasan Cagar Budaya. Ini bisa dilakukan dengan penguatan ekosistem. Semua stakeholder yang ada di dalam Kawasan Cagar Budaya didorong terus melakukan kolaborasi dan komunikasi yang berkesinambungan.

Sehingga, kata dia, ditemukan cara-cara efektif untuk tetap melestarikan Cagar Budaya dan meningkatkan perekonomian.

Anggota Komisi D DPRD Kota Yogyakarta Bambang Anjar Jalumurti menyampaikan sesuai dengan undang-undang dan aturan-aturan mengenai Cagar Budaya semua kegiatan pelestarian harus berujung pada kesejahteraan masyarakat.

Ini menjadi tanggung jawab bersama bahwa pengembangan Cagar Budaya dapat juga mensejahterakan.

“Peningkatan ekonomi bukanlah tujuan utama pada pelestarian Cagar Budaya, namun efek positif atas lestarinya Cagar Budaya,”kata Bambang.

Setiap pengembangan Cagar Budaya, lanjut dia, yang dilakukan harus sesuai aturan yang berlaku.

“Aturan mengenai perlindungan dan pelestarian mengenai Cagar Budaya dirasa sudah cukup lengkap dan kuat. Setiap orang yang ingin melakukan pengembangan, pelestarian dan pemanfaatan Cagar Budaya harus mematuhinya,” tambahnya.

Tim Ahli Cagar Budaya Kota Yogyakarta Benny Kristiawan selaku narasumber menjelaskan strategi pengembangan dan pelestarian Kawasan Cagar Budaya yang selama ini dilakukan bersama Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.

Menurutnya, Kawasan Cagar Budaya dapat dilestarikan salah satunya dengan mempertahankan citra kawasan yang memiliki ciri gaya arsitektur yang berbeda-beda.

Di Kota Yogyakarta terdapat empat Kawasan Cagar Budaya yang memiliki gaya arsitektur berbeda-beda. “Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 40 tahun 2014, KCB Pakualaman memiliki gaya arsitektur Tradisional Jawa atau Indis. Hal ini dilandasi oleh sejarah Pakualaman yang dipengaruhi oleh keberadaan Kadipaten Pakualaman dan sebaran WBCB yang bergaya arsitektur Indis atau Tradisional Jawa, sehingga bangunan baru yang berada di KCB Pakualaman direkomendasikan untuk mengikuti gaya  arsitektur tersebut,” ucap Benny. (*)