Orang Tua pun Ikut Pusing

Orang Tua pun Ikut Pusing

KORAN BERNAS.ID, SEMARANG – “Gendeeengg akuuu.  Ternyata gak cuman aku yang hipertensi dengan pendidikan online selama pandemi Covid 19 ini, tapi banyak ortu yang lain mengalami nasib sama. Apalagi pas upacara 17 Agustusan kemarin,” teriak Rita Hidayati, ibu empat anak dan dua diantaranya anak kembar saat bercerita tentang pendidikan daring salama pandemi.

Penduduk kecamatan Jangli, Kota Semarang ini mengaku pusing apalagi saat menemani dua anaknya yang kembar kelas 5 SD Jatingaleh, Kota Semarang untuk belajar di rumah. Sementara untuk dua kakaknya yang duduk di bangku SMP dan SMA sudah lebih ringan karena mereka berdua sudah lebih bertanggungjawab.

 “Duh kadang-kadang tugasnya aneh-aneh, contoh pelajaran olah raga, gurunya meminta tugas olga ini dikumpulkan. Terpaksa harus membuat video masing-masing anak yang kembar tersebut, dan mereka berdua harus dijaga mood nya, kalau tidak akan saling menggangu,” ujar Rita.

Ada yang lucu juga, misalnya diminta menghapalkan 10 definisi jenis permukaan tanah. Mereka berdua menghapalkan dari pagi hingga malam, selajutnya membuat video menyebutkan hapalan tersebut dengan mata tertutup.

“Ya mau bagaimana lagi harus dikerjakan dan mendampingi mereka,” tambahnya.

Menurut Rita yang juga aktivis perempuan dan anak ini, pembelajaran jarak jauh bikin pusing orang tua. Orang tua tidak semuanya berbasis guru, meskipun mengenyam pendidikan tinggi (kuliah) namun tidak semua ortu memiliki keahlian mengajar.

Terutama yang sangat sulit adalah mengajari anak Sekolah Dasar karena yang disampaikan adalah pengetahuan dasar. “Jika masih seputar hafalan mungkin masih bisa dipelajari dengan membaca berulang ulang,” tambahnya.

Namun, jika yang dikenalkan adalah matematika, orang tua sangat kesulitan menyampaikan pengajaran hingga anak anak paham caranya.

“Orang tua yang berbekal pengetahuan cukup mungkin bisa membantu anak anak mereka. Tetapi yang tidak punya basic mengajar, tentu kesulitan. Meskipun si ortu ini sebenarnya katagori orang berpendidikan loh ya,” kata Rita.

Namun menurutnya saat ini jika dilakukan untuk sekolah tatap muka pun, orang tua belum sepenuhnya rela. Karena anak-anak belum bisa diminta bertanggung jawab dengan keselamatan protokol Kesehatan.

Dua anak kembarnya yaitu Alisa Maida dan Alanis Maura kelas V SD Jatingaleh Semarang dan sekelas. Masing-masing memiliki keunikan tersendiri meskipun mereka kembar.

“Benar-benar harus ada energi esktra. Jadi spesifikasi saya, bertanggung jawab terhadap dua anak sekelas dan duduk di bangku SD. Kalau mengajari harus dua- dua nya memiliki mood baik, dan satu sama lain jika tidak merea bisa saling ganggu,” tambahnya.

Sementara untuk anaknya yang kedua sudah duduk di bangku SMP, hingga saat ini sementara bisa dikontrol lewat grup WA orang tua, demikian juga dengan anak sulungnya yang duduk di bangku SMA.

Alanis dan Alisa maupun kedua anaknya yang lain berkomentar kadang-kadang mereka sesekali ada rasa kangen sama sekolah offline, dan mereka masih menganggap saat ini libur.

 “Saya selalu bilang, ini sekolah tapi di rumah,” pungkas Rita yang berharap pandemi ini segera berlalu.

Emotional Support

Rebecca, seorang guru les Bahasa Inggris, yang dihubungi secara terpisah menceritakan tantangan terbesar dalam mengajar secara online. Menurutnya mengajar  tak pernah mudah.

“Mengajar itu tidak mudah, lebih-lebih secara virtual,” ujarnya.

Diperlukan lebih banyak upaya dan waktu dalam persiapannya dibandingkan mengajar secara konvensional. Penyelenggaraan kelas online juga bergantung pada koneksi internet dan kualitas audio dan video agar materi tersampaikan dengan baik.

“Emotional support dari guru juga lebih sulit diberikan kepada murid,” tambahnya.

Kepala Sekolah MI Al Muta’allimin, Sukirman S.Pd SD. S.Pd.I M.Pd, Meteseh, Kota Semarang yang dihubungi secara terpisah juga mengakui hal tersebut. Ia mengakui bahwa sulit bagi guru untuk dapat mengetahui kondisi nyata para muridnya dalam proses belajar mengajar jarak jauh, karena tidak adanya interaksi langsung.

“Meskipun begitu, keterbatasan tersebut tidak menjadi penghalang karena belajar dapat dilakukan dari mana saja untuk masa depan yang lebih baik,” ujarnya.

Saat ini, menurutnya kita semua berada dalam transisi menuju ‘a new normal’ untuk melanjutkan hidup dan melakukan kegiatan sehari-hari.

“Oleh karenanya kami berupaya keras menciptakan solusi terbaik, termasuk bagi para guru,” tambahnya.

Pihaknya menyediakan sebuah wadah bagi para pengajar untuk dapat saling berkomunikasi dan berbagi pengetahuan. Dengan demikian, guru dapat menciptakan inovasi dan berkarya tanpa batas dalam menyediakan program pembelajaran online terbaik.

Di sekolah ini platform pendidikan dengan sistem belajar campuran atau blended learning (online dan offline) dengan variasi program. Pendidikan offline sebagi kunjungan guru atau wali kela ke murid biasanya seminggu sekali atau dua kali, dengan catatan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Kuliah Gaya Baru di Er Tatanan Baru

Pandemi Covid-19 tak menyurutkan semangat Universitas Negeri Semarang (Unnes) untuk mendorong mahasiswa menyelesaikan skripsi juga memberi kontribusi ke desa-desa melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN). 

Rektor Unnes, Prof Dr Fathur Rokhman, M.Hum dalam Surat Edaran tertanggal 20 Juli 2020 menyatakan bahwa mahasiswa yang mengambil mata kuliah kurang dari atau sama dengan 6 satuan kredit semester (SKS) di semester 9, 11 dan 13 untuk program sarjana atau semester 7 dan 9 untuk mahasiswa program diploma tiga membayar 50% dari UKT (Uang Kuliah Tunggal).

Kebijakan tersebut sangat meringankan para mahasiswa yang hanya mengambil atau melanjutkan skripsinya. Meskipun ada yang harus memperbaharui proporsalnya karena terkendala penelitian.
“Meski harus melakukan revisi proporsal, saya tetap semangat apalagi ada keringanan biaya UKT,” kata Yeye, salah satu mahasiswa jurusan Bahasa Inggris, Unnes.

Namun memang ada yang berbeda dengan proses bimbingan skripsi sebelum terjadinya pandemi, sebelumnya dilakukan dengan tatap muka atau langsung bertemu dengan dosen pembimbingnya. Namun saat awal pandemi, bimbingan dengan dosen dilakukan dengan daring. Tetapi sejak Juli 2020 bimbingan untuk skripsi dilakukan lagi secara offline atau tatap muka. 

“Puji Tuhan, meskipun pandemi Covid 19 belum lewat, namun skripsi bisa berjalan, kurang revisi dan bimbingan sekali dan test TOEFL sebelum sidang,” ujar Adisty mahasiswa jurusan Bahasa Inggris, Unnes.

Hal sama juga dilakukan oleh beberapa teman lainnya, meskipun di awal pandemi ada kekhawatiran kesulitan melakukan penelitian, namun bersyukur beberapa mahasiswa Unnes sudah selesai sidang skripsi.

Mahasiswa Unnes juga mengikuti KKN online di masing-masing tempat tinggalnya. Berbeda dengan sebelumnya yang diterjunkan oleh kampus. Dalam kondisi normal Unnes biasanya menerjunkan mahasiswanya secara langsung secara berkelompok untuk mengabdi di desa-desa dan tinggal selama 40 hari.

"Secara umum KKN dilakukan secara daring. Sebab, tidak memungkinkan dalam kondisi sekarang mahasiswa ke lapangan dan tinggal di tempat KKN selama 40 hari,” jelas Nuel Christian D,  mahasiswa jurusan Akutansi Unnes.

“Selama KKN ini kami pasang MMT, menananm tanaman di lading yang disediakan warga dan membagikan masker Bersama mahasiswa satu KKN di kelurahan yang sama kepada warga,” ujar Nuel yang menyelesaikan KKN tanggal 22 Agustus 2020.
Meski sebenarnya jika diminta memilih tentu ingin melakukan KKN seperti mahasiswa sebelumnya, terjun langsung ke masyarakat. Namun karena pandemic harus patuh terhadap peraturan kampus dan pemerintah.

Sebagai orang tua, Heydi, ibu Nuel yang dihubungi secara terpisah menyatakan respon positif terhadap kebijakan kampus putra tunggalnya tersebut.

“Pastinya semua pihak harus mengikuti semua peraturan dari atas, baik pemerintah maupun kampus tempat kuliah. Kami juga sangat berterim kasih terhadap warga masyarakat yang telah membantu saat KKN seperti ini,” tambah Heidy.  

Dengan adanya KKN daring, maka mahasiswa melakukan kegiatan KKN dari kos atau rumah. Mahasiswa dibimbing oleh dosen pembimbing lapangan (DPL) secara daring sesuai dengan tema edukasi yang disesuaikan dengan kondisi daerah KKN-nya.

 "Sekarang ini mahasiswa diarahkan untuk terus menyampaikan informasi-informasi yang benar terkait Covid-19 ke masyarakat, berperang melawan hoaks," ujar Nuel.

Edukasi tentang Covid-19 yang benar sangat diperlukan dalam situasi saat ini. Mengingat masih banyak informasi-informasi yang keliru tentang virus corona jenis baru maupun pencegahannya. Hal tersebut disampaikan melalui grup wa warga RT dimana dia melakukan KKN.(ran)