Ancaman Gangguan Psikologis Anak di Balik Pembelajaran Daring

Ancaman Gangguan Psikologis Anak di Balik Pembelajaran Daring

 

SUDAH sekitar 6 bulan sejak hari Senin 3 Maret 2020, awal diumumkannya oleh Presiden Joko Widodo tentang adanya 2 WNI yang positif Covid-19 di Indonesia, aktivitas anak di luar rumah mulai dibatasi. Bahkan pemerintah memberlakukan kegiatan belajar mengajar dari rumah dengan menggunakan media dalam jaringan (daring), seperti aturan yang telah disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim yaitu Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 pada Satuan Pendidikan dan Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Namun seperti yang kita tahu, tidak semua siswa mempunyai kemampuan yang setara dan tentunya menimbulkan berbagai dampak psikologis yang berbeda.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA Kementerian Kesehatan, Fidiansjah mengatakan, bahwa gangguan mental yang terjadi diakibatkan oleh kesenjangan fasilitas pendukung untuk pembelajaran daring dan juga karena terjadinya perubahan pola hidup yang signifikan. Menurut Fidiansjah dampak psikososial yang mengkhawatirkan terjadi karena anak bosan tinggal di rumah, khawatir ketinggalan pelajaran karena tidak terbiasa dan merasa takut terkena covid walaupun sudah berada di rumah. Dampak lain dari diberlakukannya pembelajaran daring ini adalah orangtua akan dengan mudah memberikan kekerasan verbal yang kadang tak disadari oleh orangtua atau lingkungan sekitar anak misalnya adalah menjelekkan atau merendahkan anak ketika tidak bisa melakukan tugasnya, seperti menyalakan komputer atau mengerjakan tugas dari guru dan kekerasan fisik seperti mencubit untuk mendisiplinkan, karena tidak bisa mengerjakan tugasnya. Sehingga, selain membuat anak-anak stres karena kesulitan memahami materi pelajaran secara daring, mereka juga mengalami stres karena perlakuan orangtuanya.

Ada beberapa gangguan lain yang juga dapat mengancam psikologi anak selama pembelajaran daring, seperti adanya guru yang kurang paham bagaimana menggunakan fasilitas daring, sebagai media pembelajaran dan menganggap jika siswa memiliki banyak waktu luang di rumah yang membuat guru memberikan beban belajar lebih banyak dari yang biasanya diberikan ketika pembelajaran luar jaringan (luring), hasilnya banyak siswa mulai merasa tertekan dengan banyaknya tugas yang diberikan guru, yang tidak memperhatikan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik siswa, sehingga siswa kesulitan untuk mengatur waktu belajar. Berbeda ketika pembelajaran di sekolah di mana jadwal sudah ditetapkan oleh sekolah, kapan waktunya belajar dan kapan waktunya istirahat, sedangkan sekarang siswa selalu dihadapkan dengan beban tugas yang banyak dan dikerjakan dalam waktu yang singkat. Kesulitan memahami materi dan tidak dapat menerima atau keliru dalam memahami instruksi yang guru berikan, juga cukup membuat siswa stres, karena perubahan kebiasaan yang terjadi. Penyampaian materi serta instruksi yang dilakukan melalui perantara tanpa tatap muka, menyebabkan penyampaian menjadi kurang efektif dan kurang jelas. Keadaan lingkungan yang kurang kondusif  dan rutinitas yang harus dilakukan setiap hari, juga membuat siswa merasa jenuh, sehingga pikiran jadi buyar dan susah fokus. Tidak jarang siswa juga memiliki keterbatasan pengetahuan dalam menggunakan media belajar, mengingat pembelajaran daring yang dilaksanakan secara tiba-tiba dan tanpa persiapan, memaksa siswa untuk mampu mengakses berbagai media belajar yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak sedikit siswa juga mengalami kendala pada fasilitas belajar yang dengan terpaksa membuat mereka tidak mengikuti pembelajaran. Hal ini membuat mereka merasa cemas, karena takut ketinggalan materi dan tugas. Kendala yang sering terjadi adalah hp atau laptop yang tidak memadai untuk menggunakan aplikasi-aplikasi yang digunakan dalam pembelajaran; jaringan yang sangat buruk; seringnya terjadi pemadaman listrik yang tidak hanya membuat listrik padam akan tetapi juga hilangnya jaringan; serta harga kuota internet yang mahal pun menjadi beban tersendiri bagi siswa dan orang tua.

Karena faktor penyebab yang umum dirasakan oleh semua siswa, membuat gangguan psikologis pada anak tidak dapat dihindarkan. Yang dapat dilakukan sekarang adalah pencegahan dengan cara menjadi orang tua yang lebih sabar dalam menghadapi anak, belajar untuk lebih mengerti keadaan anak, serta memahami batas kemampuan anak. Guru sebaiknya juga lebih memperhatikan tugas yang akan diberikan, agar tidak membebani siswa sehingga siswa dapat memulai untuk mengatur jadwal. Selain itu, kita juga dapat melakukan penanganan stres kepada siswa dengan membekali siswa kemampuan untuk mewujudkan emosi diri yang menjamin kesejahteraan, selama menjalani sekolah daring. Program konseling teman sebaya juga perlu dikembangkan untuk membantu siswa, sehingga mereka bisa bersama-sama melewati stres selama pembelajaran daring. *

Miccha Pujiyanti

Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Yogyakarta