Bayar Tak Masalah, Asal Tempatnya Layak untuk Jualan

Bayar Tak Masalah, Asal Tempatnya Layak untuk Jualan

KORANBERNAS.ID, KLATEN -- Tidak terasa sudah 13 tahun lamanya ratusan pedagang anggota Paguyuban Pedagang Pasar Delanggu (P3D) memutuskan berjualan di sekitar lapangan Merdeka Delanggu. Mereka berjualan di atas trotoar di sepanjang jalan bekas pabrik karung sebagai wujud penolakan untuk menempati bangunan pasar yang dibangun investor PT Karsa Bayu Bangun Perkasa (KBBP) pada tahun 2007.

Selama 13 tahun itu pula para pedagang merasa nyaman dan aman berjualan bersama teman-temannya saat di Pasar Delanggu dulu, tanpa ada yang mengganggu. "Sudah tiga belas tahun lamanya kami berjualan di sini. Kami nyaman di sini karena teman-teman juga kompak semuanya," kata Marsiyem, pedagang pasar di sekitar lapangan Merdeka Delanggu.

Meski berjualan di pinggir jalan namun mereka tetap beraktivitas setiap hari. Susah senang ditanggung bersama seperti ketika mereka berjualan di Pasar Delanggu sebelum di tahun 2007.

Namun beberapa waktu lalu, kenyamanan mereka terusik saat petugas dari Pemerintah Desa Delanggu datang ke lokasi tempat berjualan. Petugas meminta mereka agar segera mengumpulkan foto kopi KTP. Tanpa ada penjelasan detil oleh petugas, para pedagang banyak yang menolak mengumpulkan, meski ada juga yang telah mengumpulkan foto kopi KTP.

"Dari awal kami tidak pernah diajak musyawarah, kok tiba-tiba disuruh mengumpulkan foto kopi KTP. Kalau memang kami mau dipindah ke pasar desa, mbok ya dari kemarin-kemarin kami diajak musyawarah. Tidak seperti ini caranya. Kami tidak tahu caranya nanti bagaimana, untuk apa dan layak tidaknya tempat kami berjualan nanti. Kalau tempatnya layak, kami bayarpun tidak masalah," ujar Marsiyem didampingi pedagang lainnya.

Pedagang Pasar Delanggu yang telah berjualan lebih dari setengah abad itu menjelaskan, jika Pemerintah Desa Delanggu ingin mengumpulkan foto kopi KTP seluruh pedagang di sekitar lapangan Merdeka, cukup berkoordinasi dengan pengurus P3D. Pasalnya, P3D memiliki data lengkap seluruh anggotanya.

"Jadi tidak seperti ini caranya. Mendatangi satu-satu para pedagang untuk mengumpulkan foto kopi KTP," ujarnya.

Para pedagang justru mencurigai adanya pihak lain yang bukan pedagang di sekitar lapangan Merdeka yang ikut mendaftar dan mengumpulkan foto kopi KTP agar mendapat tempat berjualan di pasar desa.

Penolakan juga disuarakan Nanik, pedagang ikan bandeng. Seperti halnya pedagang yang lain, dirinya juga menolak mengumpulkan foto kopi KTP dengan alasan tidak pernah diajak musyawarah oleh pemerintah desa.

Menurutnya, waktu pengumpulan foto kopi KTP hanya tiga hari sejak Selasa (11/2) hingga Kanis (13/2). Namun karena tidak pernah diajak musyawarah, banyak pedagang yang menolak mengumpulkan.

Berbeda dilakukan Tugiyem, pedagang bumbu dapur. Warga Teras Boyolali itu mengaku telah mengumpulkan foto kopi KTP kepada petugas yang mendatanginya. "Disuruh ngumpulkan ya saya kumpulkan,” ujarnya.

Saat ditanya kapan akan dipindahkan ke pasar desa yang sudah dibangun oleh Pemerintah Desa Delanggu, para pedagang mengaku tidak tahu. Namun, kata mereka, jika nanti ukurannya hanya 1,5 x 2 meter jelas-jelas tidak layak.

"Kalau ukurannya cuma 1,5 x 2 meter, sangat tidak layak. Buat meja saja sudah habis. Apalagi bagi pedagang bumbu, kelontong dan buah. Pokoknya tidak layak dengan ukuran segitu," terang beberapa pedagang.

Pasar Desa Delanggu yang dibangun di tanah kas desa di depan SD Negeri Delanggu itu terdiri dari 3 unit los. Dua los dibangun pada tahun 2019 oleh TPK (Tim Pengelola Kegiatan) Desa Delanggu. Kepala Desa Delanggu, Purwanto, menjelaskan dengan estimasi ukuran 1,5 x 2 meter per pedagang maka bangunan kios bakal bisa menampung 270-an pedagang. (eru)