Nenek Samirah Berharap Gubugnya Dilirik Program Bedah Rumah

Nenek Samirah Berharap Gubugnya Dilirik Program Bedah Rumah

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Mengunjungi rumah Samirah (49 tahun), di Dusun Mertan RT 17, Desa Sukoreno, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo, kita akan disuguhi pemandangan yang menyentuh kalbu. Rumah dengan ukuran sekitar 30 meter persegi yang terbuat dari gedhek dan papan itu dihuni oleh 3 orang dewasa, dan dua orang bayi.

Pun saat kaki melangkah ke dalam rumah, jangan berharap kita akan menemukan ruang tamu seperti rumah pada umumnya. Karena ketika masuk ke rumah, langsung terhampar kasur yang dihuni satu  keluarga, yakni Gilang Saputra (25 tahun), Kitri Puji (20 tahun, isteri Gilang) serta dua anaknya Muh Aqif Aqmal (1,5 tahun) dan Titik Aufa  yang baru berusia satu bulan.

Sementara sang nenek, Samirah, tidur di sisi samping rumah dalam ruang yang sangat sempit. Ruang itu hanya cukup untuk menggelar satu kasur tipis dan kecil. Di situlah Samirah mengistirahatkan tubuh dan fisiknya setiap hari.

Selain  ruangan untuk istirahat, di rumah berlantai tanah yang kemudian diberi karpet dari plastik itu hanya ada satu lagi dapur sederhana untuk memasak.

Sementara kalau menerima tamu, keluarga hanya  menyediakan tikar di depan rumah. Tidak ada kursi tamu seperti rumah pada umumnya.

Saat koranbernas.id bertandang beberapa waktu lalu, Samirah menerimanya di depan rumah tersebut yang juga difungsikan untuk menyimpan beberapa barang seperti tempat makanan dan minuman. Karena memang sudah tidak ada ruang yang cukup di dalam rumah, maka banyak kebutuhan keluarga itu yang ditaruh di luar rumah.

“Ya adanya seperti ini. (Sekarang) ini sudah lumayan karena belum lama diperbaiki. Kalau dulu lebih tidak layak,” kata Tri Endarto, saudara Samirah.

Beberapa kali pengajuan untuk dapat bantuan program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dari pemerintah, namun hingga kini belum ada  bantuan yang datang.

“Kami berharap kondisi saudara saya ini mendapat perhatian, karena memang sangat layak. Apalagi kondisinya juga janda. Suami meninggal dan kini saudara saya ini sakit-sakitan,” kata Tri.

Menurut pengakuan Samirah, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, lebih banyak mengandalkan dari gaji anaknya yang bekerja sebagai Satpam di sebuah sekolah di Kuloprogo.

“Nek saya sudah tidak bisa kerja lagi. Kondisi badan saya lemah, sakit-sakitan. HB Cuma 5,” katanya.

Namun dirinya memang tidak pergi berobat karena keterbatasan biaya. Juga kesulitan membeli asupan bergizi, apalagi vitamin. Juga tidak memiliki kartu gratis untuk berobat seperti BPJS kesehatan. Jika memang sudah terasa sangat sakit, paling banter hanya beli obat ke warung terdekat.

“Saya bersyukur kemarin dapat bantuan yang 600-an ribu (rupiah). Ini uangnya saya pakai buat kebutuhan sehari-hari,” kata ibu 4 orang anak yang kini hidupnya berpencar.

Sedangkan Kitri mengatakan, rumah mertuanya tersebut berada di tepi rel, sehingga saat ada kereta lewat akan terdengar sangat jelas suaranya. Selain itu, jika angin berhembus kencang, hawa terasa sangat dingin. Untuk mengurangi dinginya malam, dia dan  suami memasang seperti terpal di papan rumahnya.

Belum lagi saat hujan, air sering kali  masuk ke dalam rumah yang sangat sederhana tersebut. (eru)