Yogyakarta Tuan Rumah Kongres Kebudayaan Jawa III, Mengundang Tiga Gubernur

Yogyakarta Tuan Rumah Kongres Kebudayaan Jawa III, Mengundang Tiga Gubernur

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Yogyakarta menjadi tuan rumah Kongres Kebudayaan Jawa (KKJ) III. Seluruh rangkaian acara yang berlangsung empat hari 14-17 November 2022 dengan sistem hybrid (luring dan daring) itu akan dipusatkan di The Alana Yogyakarta Hotel & Convention Center Jalan Palagan Tentara Pelajar Sleman.

Pemerintah Daerah Derah Istimewa Yogyakarta (DIY) Melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY sebagai mengundang tiga gubernur untuk menghadiri kongres bertema Kabudayan Jawa Anjayèng Bawana tersebut.

“Kegiatan ini rencananya dihadiri tiga gubernur sekaligus yaitu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa,” ungkap Dian Lakshmi Pratiwi, Kepala Dinas Kebudayaan DIY, pada konferensi pers di Ruang Bima Lantai 2 Dinas Kebudayaan DIY Jalan Cendana Yogyakarta, Senin (24/10/2022).

Didampingi Kepala Bidang Pemeliharaan dan Pengembangan Sejarah, Bahasa, Sastra dan Permuseuman, Budi Husada, serta Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Setya Amrih Prasaja, lebih lanjut Dian menyampaikan KKJ III di Yogyakarta diselenggarakan melalui dua tahapan. Tahapan pertama, Pra-Kongres pada 11-13 Oktober 2022 sudah berlangsung sukses.

“Kongres Kebudayaan Jawa III melibatkan peserta dari berbagai unsur dan terdiri wakil delegasi utama dari wilayah Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Timur. Jumlah partisipan dalam kegiatan Kongres Kebudayaan Jawa III ini sebanyak kurang lebih 550 - 600 orang,” jelasnya.

Peserta yang akan mengikuti rangkaian kegiatan Kongres Kebudayaan Jawa III Yogyakarta harus terdaftar dan mendaftarkan diri secara online melalui tautan yang telah disediakan oleh panitia.

Pemilihan tema KKJ III Yogyakarta yaitu Kabudayan Jawa Anjayeng Bawana disertai harapan budaya Jawa dapat mendunia. Tersebarnya masyarakat Jawa di berbagai tempat belahan dunia, membuat mereka tidak melupakan budaya asalnya.

Diharapkan budaya Jawa semakin mampu dirasakan keberadaannya di tengah masyarakat sekaligus menjadi kekuatan besar yang dikenal di berbagai penjuru baik lokal, nasional maupun internasional. Selain itu, juga mampu dikembangkan menjadi kekuatan perubahan dunia sebagai sebuah Gerakan.

Disebutkan, kebudayaan adalah pembahasan yang akan selalu ada. Jawa, sebagai salah satu kata yang merujuk pada bahasa, suku bangsa dan adat istiadat tertentu, menjadi salah satu bahasan yang tak kalah habisnya.

Kebudayaan Jawa telah mewarnai pembahasan kebudayaan di Indonesia sejak masa sebelum kemerdekaan.

Sebagai salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia dan tersebar di berbagai penjuru dunia, Jawa memiliki kebudayaan yang senantiasa berkembang dan bisa menjadi akar perkembangan budaya universal.

Seperti diketahui, pada tahun 1918 tepatnya tanggal 5 sampai 7 Juli 1918 telah dilaksanakan Kongres Kebudayaan Jawa di Surakarta. Kongres ini dicetuskan pertama kali oleh Batavia.

Saat itu, pihak Batavia menghendaki diadakan Kongres Bahasa Jawa namun Pangeran Prangwadono, yang selanjutnya disebut Mangkunegara VII, menolak dan menghendaki pembahasan lebih luas dan menyeluruh.

Tercetuslah Congres voor Javaansche Cultuur Ontwikkeling. Kongres ini dilaksanakan untuk membahas pengembangan kebudayaan Jawa. Meskipun awalnya Batavia tidak setuju, namun karena keteguhan Mangkunegara VII maka KKJ dapat terlaksana.

Saptagati Budaya Jawa

Budi Husada menambahkan, KKJ tiga merupakan tindak lanjut dari KKJ 2 yang berlangsung di Surabaya pada 21-24 November 2018. Saat itu, kongres menghasilkan keputusan yang disebut Saptagati Budaya Jawa atau Tujuh Keutamaan Budaya Jawa.

Pertama, kebudayaan Jawa adalah jati diri nasional bersama kebudayaan lokal lain. Kedua, kebudayaan Jawa adalah sendi dasar pembangunan bangsa, khususnya pada masyarakat Jawa. Ketiga, kebudayaan Jawa adalah kekuatan pilar penyangga kesatuan negara RI.

Keempat, kebudayaan Jawa adalah pagu nilai-nilai luhur perilaku kepemimpinan nasional. Kelima, kebudayaan Jawa adalah benteng penangkal erosi identitas lokal dan nasional. Keenam, kebudayaan Jawa adalah cahaya pemahaman nilai global dalam bingkai nasional.

Ketujuh, kebudayaan Jawa adalah daya mental spiritual tata pergaulan internasional. Saptagati Budaya Jawa tersebut merupakan abstraksi prinsipial yang pada tataran pelaksanaan dinyatakan dalam rekomendasi sebagai satu kesatuan dengan putusan ini. (*)