Yogyakarta Kota Kreatif yang Terus Mengalir
Gaya hidup santai di Jogja termasuk budaya nongkrong membuka peluang kreativitas.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Potensi besar skena kreatif Jogja menjadi salah satu bahasan diskusi Beginu on Stage bertajuk Jogja Nyeni: dari Akar ke Arus bersama Wisnu Nugroho.
Acara ini digelar di Panggung Pasar Sastra, bagian dari rangkaian Festival Sastra Yogyakarta (FSY) 2024, Sabtu (30/11/2024), di Taman Budaya Embung Giwangan Yogyakarta.
Sebagai kota kreatif, Yogyakarta dengan segala keramahannya tetap menjadi akar kuat kreativitas yang terus mengalir hingga ke arus nasional, memperkuat posisinya sebagai salah satu pusat seni dan budaya Indonesia.
Sebagai kota budaya dan seni, Yogyakarta terus menunjukkan geliat ekosistem kreatifnya. Jumlah pelaku seni yang kian bertambah membuat kota ini semakin berwarna.
Ekosistem seni
Namun, keberlanjutan ekosistem seni dan budaya di Jogja tetap menjadi tantangan dan perlu dijaga. Para pelaku seni pun tak henti berinovasi agar bisa bertahan dan terus berkarya.
Contoh, kolaborasi Putud Utama dan Rara Kuastra dalam membangun Tempa. Dimulai dengan memproduksi merchandise, karya mereka kini berkembang menjadi lukisan, mural, hingga instalasi seni yang kerap mengangkat tema kehidupan sehari-hari.
Hendra "HeHe" Harsono juga turut memperkaya ekosistem kreatif Jogja melalui karya lukisan, gambar dan instalasi yang sering memotret isu budaya kontemporer dan keseharian. Gaya khasnya yang penuh ironi dan karakter unik menjadi salah satu kekuatan seni visualnya.
Sedangkan A Noor Arief yang dikenal sebagai pencipta Dagadu Djokdja berkontribusi besar menandai pertumbuhan industri kreatif di Jogja. Karya Dagadu menjadi simbol ikonik sekaligus oleh-oleh khas Yogyakarta yang merepresentasikan kreativitas lokal yang mendunia.
Tren terkini
Dalam diskusi tersebut, A Noor Arief menyoroti kekuatan Yogyakarta sebagai ekosistem seni yang subur. Menurutnya, daya tarik produk kreatif Jogja terletak pada kemampuannya menggali konten relevan dengan tren terkini.
“Keunggulan produk Jogja, seperti merchandise pakaian, adalah kemampuannya menyelaraskan kreativitas dengan kebutuhan pasar,” ujarnya.
Sependapat, Putud Utama menyebutkan gaya hidup santai di Jogja termasuk budaya nongkrong, membuka peluang kreativitas. “Ketika energi itu dijalankan sesuai dengan prosesi masing-masing, kreativitas menjadi lebih terstruktur,” katanya.
Selain atmosfer yang mendukung, kolaborasi lintas generasi menjadi kunci keberlanjutan ekosistem seni Jogja. Noor Arief menjelaskan pentingnya belajar dari para senior maupun junior.
Interaksi langsung
“Kami mendatangkan orang-orang senior untuk berbagi pengalaman. Belajar tidak hanya dari buku, tetapi juga melalui interaksi langsung dengan pelaku seni tradisional, seperti wayang,” ungkapnya.
Hendra HeHe Harsono menambahkan suasana Jogja yang inklusif mempermudah kolaborasi. “Orang-orang Jogja sangat welcome. Banyak seniman tinggal di sini, menciptakan lingkungan seni yang mendukung,” ucapnya.
Kompetisi pun tidak menjadi ancaman melainkan bagian dari proses pembelajaran. “Kompetisi di Jogja bersifat organik. Justru banyak pelajaran yang kami dapatkan dari generasi muda,” kata Putud.
Seiring waktu, para pelaku seni Jogja juga terus mengeksplorasi identitas melalui karya mereka. Noor Arief mengungkapkan dalam lima tahun terakhir dirinya belajar menyikapi rasa tidak percaya diri dan membangun karakter dalam produk seni, baik secara visual maupun logis.
Acara Beginu on Stage di Panggung Pasar Sastra menjadi perayaan kreativitas Jogja yang tak pernah surut. Sesi diskusi itu ditutup dengan foto bersama para peserta, menjadi momen kebersamaan yang hangat. (*)