Warga Lempuyangan Menolak Kompensasi PT KAI walau Mendapat Bebungah dari Keraton
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Perselisihan antara warga Tegal Lempuyangan dengan PT KAI semakin memanas, setelah sosialisasi lanjutan terkait kompensasi penggusuran berakhir deadlock di kantor Kelurahan Bausasran, Danurejan, Kota Yogyakarta, Kamis (15/5/2025). Meskipun pihak Keraton Yogyakarta telah turun tangan dengan menawarkan "bebungah" (pemberian) sebesar Rp 750 juta untuk 14 rumah yang akan digusur, penolakan warga tetap keras.
"Warga menolak sosialisasi musyawarah ongkos bongkar yang diberikan PT KAI. Untuk dari keraton akan memberikan bebungah Rp 750 juta untuk 14 rumah, atau per rumah Rp 53,7 juta," ungkap Anton Handriutomo, Ketua RW 001 Bausasran, usai pertemuan yang berakhir tanpa kesepakatan.
Metode Pengukuran Dipertanyakan
Ketegangan semakin meningkat ketika terungkap bahwa PT KAI melakukan pengukuran bangunan dengan cara yang dianggap tidak wajar oleh warga.
"Itungan KAI pakai ukuran terhadap bangunan tambahan diukur dari udara, karena warga menolak pengukuran," tambah Anton.
Dalam sosialisasi tersebut, PT KAI menawarkan kompensasi berdasarkan luasan bangunan di luar bangunan utama dengan besaran berbeda antara bangunan semi permanen dan permanen. Selain itu, warga juga ditawarkan kompensasi tambahan berupa rumah singgah sebesar Rp 10 juta dan uang angkut bongkaran Rp 2,5 juta.
Salah satu alasan kuat penolakan warga terungkap dari pengakuan Anik Sunarjo, warga setempat yang menceritakan pengalaman traumatis saat gempa besar 2006 yang mengguncang Yogyakarta. Saat itu, bangunan tempat tinggal mereka mengalami kerusakan parah dan diperbaiki secara swadaya tanpa bantuan dari PT KAI.
"Kalau ini diklaim aset KAI, kenapa waktu gempa tidak ada tindak lanjut. Selanjutnya ada renovasi mandiri warga, PT KAI tak memberikan bantuan sedikitpun baik material maupun non material," tegas Anik dengan nada kecewa.
Pertanyaan mendasar ini menjadi senjata argumentasi warga dalam menolak klaim kepemilikan lahan oleh PT KAI. Mereka merasa telah mendiami dan merawat properti tersebut selama puluhan tahun, termasuk menghadapi masa-masa sulit saat bencana alam tanpa dukungan dari pihak yang kini mengklaim kepemilikan.
PT KAI Kaji Ulang Internal
Menghadapi penolakan keras warga, Manager Humas KAI Daop 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih, menyatakan pihaknya akan melakukan pembahasan internal untuk mencari solusi terbaik.
"Kami sudah menyampaikan sosialisasi kepada warga bahwa ada semacam ongkos bongkar. Namun warga tetap menolak, karena bahasanya sudah menolak maka kami akan bahas di internal untuk langkah apa yang akan kami ambil," jelas Feni.
"Intinya kami telah menerima aspirasi dan masukan dari warga dan akan menjadi pembahasan internal untuk langkah selanjutnya. Itu dulu yang bisa kami sampaikan karena hasil pembahasan hari ini akan kami tindak lanjuti dulu di internal," imbuhnya.
Sehari sebelum pertemuan tersebut, Penghageng Datu Dana Suyasa Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi, putri sulung Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, telah angkat bicara mengenai polemik ini. Ia menyatakan bahwa kasus tersebut sedang dalam proses penyelesaian dan masyarakat terdampak akan mendapat ganti untung.
"(Polemik Lempuyangan) Iya sedang berproses, jadi sudah ketemu sama warga, saya sudah ketemu sama KAI, ya mudah-mudahan bisa segera selesai," kata Mangkubumi saat ditemui di Kompleks Balai Kota Yogyakarta, Rabu (14/5/2025).
GKR Mangkubumi juga mengisyaratkan akan ada kompensasi finansial untuk warga yang terkena dampak penggusuran.
"Tinggal itung-itungan semuanya, ganti untung, bukan ganti rugi," tegasnya, menekankan konsep kompensasi yang lebih luas daripada sekadar ganti rugi. (*)