Warga Desa Wadas Curhat ke Komnas HAM

Warga Desa Wadas Curhat ke Komnas HAM

KORANBERNAS.ID, PURWOREJO – Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat ada laporan bullying yang dialami anak dan perempuan di Desa Wadas Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo Jawa Tengah (Jateng).

Ini terungkap saat Sumadi, warga setempat sekaligus kakak dari Sabar selaku ketua warga protambang, bertemu Komnas HAM.

"Istri saya sepulang dari bekerja, berjalan melewati kerumunan warga kontra tambang disoraki. Mereka beramai-ramai menyoraki istri saya, sampai istri saya menangis menahan rasa malu," ujarnya pada pertemuan di mushala Pedukuhan Beran desa setempat, Minggu (13/2/2022).

Sumadi mengatakan dirinya dan keluarganya adalah orang kecil, apabila mendapat perlakuan seperti itu harus mengadu ke mana. "Beruntung saya bisa ketemu Komnas HAM, saya bisa curhat," sebutnya.

Sehari sebelumnya komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menemui warga kontra tambang. Kedatangan tim ini untuk menerima segala keluhan warga.

Salah seorang tim Komnas HAM yang menyebut dirinya Tama mengatakan pihaknya mencatat terjadi bullying terhadap anak dan perempuan. "Bullying anak dialami oleh anak Pak Sabar dan bullying terhadap perempuan dialami oleh istri dari Pak Sumadi,” kata dia.

Dalam kesempatan tersebut Komnas HAM mempersilakan warga protambang menyampaikan aspirasi. "Kedatangan kami untuk menghimpun aspirasi warga Wadas protambang," jelas Tama.

Menurut dia, Beka Ulung sedianya menemui warga Wadas protambang tetapi berhubung ada kegiatan lain sehingga berhalangan hadir ke Desa Wadas.

Ketua warga protambang Desa Wadas, Sabar, mengeluhkan suasana desanya yang tidak nyaman. Sabar menilai warga Desa Wadas sangat guyub rukun. Sebagian menjadi kontra tambang besar kemungkinan dipengaruhi oleh orang dari luar desa.

"Mereka (orang luar Desa Wadas) dengan bebasnya bisa tidur di Wadas berhari-hari bahkan bertahun-tahun. Jika kondisi demikian gimana orang mau sadar (warga kontra bisa mendengarkan kajian ilmiah dan menerima tambang)," ujar Sabar.

Dia menambahkan hal tersebut tidak mungkin apabila masih ada ahli kompornya. "Banyak orang luar dengan ciri-ciri (maaf) bertato, datang ke Wadas. Kalau seperti itu orang Wadas (kontra tambang) kapan sadarnya," tandasnya.

Dia menambahkan 66 orang yang diamankan polisi pada Selasa (8/2/2022)  itu sudah semestinya karena brutal. “Kalau tidak brutal, 66 orang tidak mungkin diamankan polisi. Kami sering kali mendapatkan tindakan intimidasi dari warga kontra tambang. Saya yakin,  kalau tidak ada orang dari luar, warga Wadas akan sadar sesadar-sadarnya seperti dulu lagi," paparnya.

Wasis, tokoh masyarakat desa setempat, juga turut menyampaikan keberatan terhadap Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, karena setelah menemui warga kontra tambang langsung memberikan statemen ke media yang menyudutkan aparat.

Padahal lanjut dia, kedatangan polisi ke desanya semata-mata karena permintaan warga protambang. "Kami dulu mau melakukan pengukuran tanah kami terdampak tambang, dan selalu dihalang-halangi oleh kelompok kontra tambang, untuk itu pengukuran pada Selasa (8/2/2022), kami meminta pengawalan polisi. Kenapa Pak Beka tidak menemui kami dulu," jelasnya.

Dia memohon Komnas HAM bersedia melakukan statemen ulang, jangan menyudutkan. "Kami berharap kehadiran Komnas HAM di tengah-tengah kami mampu jadi jembatan bagi kami," sebutnya.

Setelah mendengarkan aspirasi dari banyak warga protambang, Tama selaku perwakilan tim Komnas HAM berjanji akan melaporkan semua ke Beka Ulung.

Usai dialog dengan warga protambang, Tama tidak bersedia memberikan keterangan kepada wartawan. "Tugas kami hanya menyerap aspirasi warga protambang untuk dilaporkan kepada Komisioner Komnas HAM," terangnya.

Krisna Tambah dari LBH Nyi Ageng Serang selaku kuasa hukum warga protambang mengatakan pihaknya sangat senang dan bahagia karena Komnas HAM bersedia menyerap aspirasi langsung dari warga protambang. Harapannya pemberitaan miring dan hoax yang tersebar bisa hilang. (*)