UMK Kesulitan Ekspor, Ternyata Penyebabnya Sepele

UMK Kesulitan Ekspor, Ternyata Penyebabnya Sepele

KORANBERNAS.ID—Kerajinan dari Yogyakarta selama ini dikenal memiliki kualitas yang baik. Selain digemari di pasar domestik, produk kerajinan dari Yogyakarta juga menjadi primadona di pasar internasional. Sayangnya, sebagian besar Usaha Menengah Kecil (UMK) dari Yogyakarta, selama ini masih belum mampu mengekspor sendiri produk kerajinan mereka.

“Bukan karena produk mereka tidak laku di manca negara. Tapi karena penyebab yang sepele. Rata-rata UMK kita belum punya cukup pengetahuan tentang prosedur ekspor,” kata Dr Evi Gravitiani, SE M.Si, dalam rilisnya sehubungan dengan Workshop Prosedur Ekspor Produk Kerajinan, yang digelar Juli 2019 di Ruang Pamer CV Ragil Craft, Desa Gamplong, Moyudan, Sleman. Peserta workshop ini adalah 23 perajin produk anyaman berbahan dasar serat alam dan benang rajut, dari Sleman dan Kulonprogo.

Dosen FEB Universitas Sebelas Maret ini mengatakan, melihat persoalan inilah, Riset Grup Sustainable Development and Green Business, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS, mengadakan workshop tentang mekanisme dan tatalaksana ekspor. Workshop terwadahi dalam skema pengabdian Program Pengembangan Produk Ekspor (PPPE).

Skema hibah PPPE dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan kuatitas produk UMK agar berdaya saing tinggi untuk pasar dalam dan manca negara. Juga sebagai bagian dari upaya aktif menjaga keberlangsungan warisan budaya lokal.

Program hibah PPPE, kata Evi yang juga ketua tim, merupakan hibah multi tahun yang dimulai tahun 2018 sampai dengan 2019. Program diperuntukkan bagi UMK-UMK mitra. Yakni CV Ragil Craft yang beralamat di Desa Gamplong, Moyudan, Sleman dan diQ’s Craft di Banggan Tuksono Sentolo Kulon Progo. Kedua pelaku UMK ini, mempunyai basis input yang hampir sama, yaitu serat alam seperti pandan, serat agel, enceng gondok, lidi kelapa, mending dan akar wangi. Bahan-bahan alami ini ditenun atau dianyaman dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dan juga materi dari benang nilon.

Anggota tim, Erni Ummi Hasanah, SE M.Si menambahkan, kedua UMK ini telah memproduksi puluhan produk berbahan serat alam. Produk mereka, diantaranya adalah taplak meja, karpet, tempat tisue, lepek makan, beragam tas wanita, juga tas seminar, sepatu rajut dan tas rajut wanita.

Peserta workshop dan narasumber berfoto bersama. (istimewa)

Produk dari dua pelaku usaha mikro ini, merambah di berbagai kota di Indonesia. Bahkan, melalui bantuan trader, produk yang sama juga mampu menembus pasar internasional. Diantaranya ke Norwegia, Jerman, Jepang, Australia dan Amerika Serikat.

Peluang pasar domestik ataupun ekspor untuk produk-produk kerajinan berbahan serat alam, terus mengalami peningkatan. Namun di saat yang sama, persaingan juga seakin ketat. Bukan semata dengan perajin lain di dalam negeri, tapi juga dengan pesaing dari negara lain.

“Maka tantangan yang perlu segera dijawab adalah, bagaimana UMK kita mampu meningkatkan skala produksi, mendorong pemasaran terutama pemasaran online, dan meningkatkan skill SDM. Tidak kalah penting adalah membekali mereka pengetahuan yang cukup mengenai prosedur ekspor. Dengan cara ini, para perajin kita diharapkan akan lebih mandiri dan punya wawasan global, tidak lagi tergantung dengan trader,” kata Erni.

Dalam rangka membantu optimalisasi produksi inilah, Tim PPPE juga menyerahkan bantuan berupa mesin. Untuk mitra CV Ragil Jaya Craft diberikan bantuan berupa mesin ATBM dimodifikasi dengan dinamo listrik. Alat ini akan membantu penenun untuk tidak lagi menginjak dan mendorong ATBM, sehingga lebih efisien untuk menghasilkan hasil tenunan serat alam.

Sedangkan mitra UMK diQ’s Craft memperoleh bantuan pengadaan mesin jahit untuk pembuatan tas wanita. Sehingga produk-produknya bisa lebih berkualitas dan dapat mengikuti perkembangan fashion tas saat ini.

“Kami juga memberikan pelatihan untuk marketing online, perbaikan manajemen dan administrasi keuangan,” kata anggota Tim PPPE Dr AM Soesilo M.Sc. (*/SM)