Tumpukan Sampah Masih Banyak Ditemukan di Wilayah Klaten
TPS 3R tutup karena sulitnya mencari orang yang peduli terhadap sampah.
KORANBERNAS.ID, KLATEN -- Tumpukan sampah masih banyak ditemukan di sejumlah wilayah di Kabupaten Klaten. Tumpukan sampah itu justru ditemukan ketika Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten dan Pemerintah Pusat gencar-gencarnya membangun TPS 3R dan bank sampah di beberapa lokasi.
Pembangunan bank sampah dan TPS 3R dimaksudkan agar masalah sampah bisa diminimalisir di hulu, sebelum residunya dibuang ke TPA Troketon Pedan.
Sepuluh unit bank sampah yang dibangun tahun 2015 justru tutup. Lebih memprihatinkan lagi, kondisi bangunannya mangkrak dan rusak. Bahkan pengelola sampah yang sudah terbentuk saat itu juga membubarkan diri.
Sepuluh bank sampah yang dibangun tahun 2015 dan kondisinya memprihatinkan di antaranya bank sampah Desa Tegalgondo Kecamatan Wonosari, bank sampah Desa Tambakboyo Kecamatan Pedan, bank sampah Desa Karanglo Kecamatan Klaten Selatan, bank sampah Desa Mayungan Kecamatan Ngawen dan bank sampah Desa Sabrang Kecamatan Delanggu.
Tumpukan sampah di pinggir jalan di perbatasan Desa Prawatan dan Desa Rejoso Kecamatan Jogonalan. (masal gurusinga/koranbernas.id)
Tujuan Pemkab Klaten membangun bank sampah berikut peralatannya dimaksudkan agar kelompok swadaya masyarakat (KSM) pengelola sampah memiliki kegiatan mengelola sampah di desanya.
Beberapa peralatan yang disediakan di bank sampah yakni mesin cacah, mesin ayak dan mesin pres. Sedangkan operasional di lapangan diberikan juga sepeda motor roda tiga.
Menurut warga, sebenarnya program awal waktu itu sudah bagus, artinya sampah rumah tangga diambil oleh petugas dan dibawa ke bank sampah untuk dipilah dan diolah. Sebab sampah rumah tangga itu masih ada yang bernilai ekonomis seperti kardus, botol-botol plastik.
Setelah dipilah dan diolah, residu atau sampah yang benar-benar tidak bermanfaat lagi dibuang ke TPA. "Lha, ini sudah dibantu semua kok malah tutup dan bubar," kata warga di sekitar bank sampah Desa Tegalgondo Kecamatan Wonosari, Kamis (15/5/2025).
Kondisi bank sampah Desa Tegalgondo Kecamatan Wonosari Klaten. (masal gurusinga/koranbernas.id)
Senada diungkapkan warga di sekitar bank sampah Desa Karanglo Kecamatan Klaten Selatan. Mereka menceritakan bank sampah di desanya sudah lama tutup. Tidak ada kegiatan di dalam gedung. Hanya ada tumpukan sampah.
Tiga tahun kemudian atau tepatnya 2018, Pemkab Klaten kembali membangun 14 unit TPS 3R berikut peralatannya. Bahkan kendaraan operasional yang diberikan pun mobil grand max pikap.
Ke-14 TPS 3R yang dibangun itu di antaranya TPS 3R Desa Jatipuro Kecamatan Trucuk, TPS 3R Desa Pundungan Kecamatan Juwiring, TPS 3R Desa Delanggu Kecamatan Delanggu, TPS 3R Desa Krajan Kecamatan Jatinom, TPS 3R Desa Kalikotes Kecamatan Kalikotes, TPS 3R Desa Kedungampel Kecamatan Cawas dan TPS 3R Desa Ketandan Kecamatan Klaten Utara.
Dua unit TPS 3R yakni TPS 3R Desa Kedungampel Cawas dan TPS 3R Desa Ketandan Klaten Utara sudah lama tutup karena tidak adanya warga yang berminat mengelola sampah.
Karena sulit
Kepala Desa Ketandan, Hefi Sudarmawan, dikonfirmasi baru-baru ini mengakui TPS 3R di desanya tutup karena sulitnya mencari orang yang peduli terhadap sampah. Senada diungkapkan Kades Kedungampel Cawas, Karmo. Akibat lamanya tidak ada kegiatan pengolahan sampah di desanya, mobil grand max bantuan Pemkab Klaten akhirnya ditarik oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Pasca banyaknya bank sampah dan TPS 3R yang tidak beroperasi, fenomena yang muncul yakni maraknya aksi buang sampah di sembarang tempat oleh beberapa warga. Aksi ini tidak terlepas dari kebiasaan buruk yang tidak perlu ditiru.
Pengamatan di lapangan, beberapa lokasi yang terdapat tumpukan sampah dalam jumlah banyak yakni pinggir jalan dekat TPS 3R Desa Pluneng Kecamatan Kebonarum, pinggir jalan pertigaan Desa Prawatan dan Desa Rejoso Kecamatan Jogonalan, bawah jembatan perbatasan Desa Nglinggi dan Gayamprit Kecamatan Klaten Selatan.
Tumpukan sampah tersebut belum tertangani karena diklaim sampah-sampah itu bukan dari warga sekitar, melainkan sampah warga dari desa lain yang dibuang saat mereka berangkat kerja atau pergi dari rumah. (*)