Transaksi Jabatan (lagi)

Transaksi Jabatan (lagi)

TRANSAKSI jabatan rupanya belum menjadi kalimat purba. Ia tak pernah berhenti juga di muka bumi pertiwi ini. Terakhir, praktik jual beli jabatan menyeret Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Selain itu, Polri juga menetapkan tersangka empat camat dan satu mantan camat (kompas.com, 11/5/2021).

Praktik kelam sebelumnya telah dimainkan oleh mantan Bupati Klaten Sri Hartini, mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, mantan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, mantan Bupati Nganjuk Taufiqurrachman, eks Bupati Kudus, M Tamzil. Juga mantan politisi parpol, Romahurmuziy dan Walikota Tanjungbalai, M Syahrial

Hasil penelitian KASN yang dilakukan sepanjang 2019 di seluruh provinsi, kabupaten dan kota, transaksi dalam pengisian jabatan di lingkungan pemerintah kabupaten/kota urutan pertama (95%). Menyusul, pemerintah provinsi (89,5%), lembaga (49%) dan di level kementerian mencapai 39,5%.

Harap diwaspadai, jika ada suap dalam proses pengisian jabatan itu, maka ada risiko korupsi berlapis atau efek domino dari korupsi itu, yang akan terjadi ketika pejabat yang mendapatkan jabatannya dengan suap, maka ketika dia menjabat bukan tidak mungkin dia akan mengumpulkan pengembalian uangnya atau akan melakukan korupsi lebih lanjut.

Dengan kata lain, pemerolehan jabatan yang salah jalan itu sangat rentan terhadap praktik korupsi, gratifikasi maupun pungli. Barangkali pengalaman yang telah dijalani pejabat itu selama ini akan dipraktikkan oleh orang-orang yang akan berebut satu jabatan tertentu. Dengan demikian, meskipun mereka kaya secara materi, namun sejatinya miskin, kurus hati dan rapuh jiwanya.

Setidaknya, kalau mau jujur orang-orang ini sudah tidak percaya lagi kepada dirinya sendiri, atas kemampuannya, potensi dan branding-nya. Inilah barisan pejabat yang kurang percaya diri. Lebih memilih cara-cara yang tidak genial, hanya mengandalkan konteks ketimbang konten. Pada ranah lain, acap kita dapati pemberitaan di media soal jual beli gelar akademik, jual beli ijazah dari kampus-kampus bodong, jual beli kursi, dll.

Memperdagangkan jabatan ini akan leluasa bergulir lebih pada banyaknya orang baik yang diam, yang berakibat kontrol atau pengawasan internal menjadi lemah bahkan powerless. Bisa saja aksi nyinyir ini kian gendut seiring besarnya dinasti kekuasaan maupun praktik oligarki. Jual beli jabatan tidak dibenarkan lewat dalih apapun. Namun harap dicatat, politik dinasti tak bisa digebyah uyah. Kalau memang mampu dan punya kapasitas, why not. Namun sekali lagi, praktik transaksi buruk ini tidak mengedukasi masyarakat. Padahal ASN maupun pejabatnya merupakan elit sebagai role model dalam hal kebaikan, kelurusan dan kesalehan.

Gemuknya jual beli jabatan disokong atas tidak diterapkannya sistem penempatan jabatan berbasis kompetensi. Model seleksi lelang jabatan yang sudah dimulai pada beberapa kementerian, lembaga maupun daerah masih layak dan relevan untuk diimplementasikan pada masa mendatang.

Bangsa ini mau dibawa kemana kalau jabatan saja mesti dijualbelikan? Perdagangan jabatan jelas sudah melenceng dari cita-cita besar aparatur pemerintah yang bersih. Hal itu bukan saja menunjukkan rapuhnya mental para calon pejabat, tapi mereka telah mengingkari sumpah dan janji tatkala diangkat atau dilantik sebagai PNS. Sebentuk pragmatisme, penginnya enak dan tak berliku untuk menembus kursi jabatan, akhirnya menempuh jalan instan yang serba cepat dan tak melelahkan.

Intimitas

Barangkali sudah saatnya perlu ditinjau ulang dengan dilakukan reassessment dan itu menjadi kewenangan siapa (pusat, provinsi atau kabupaten/kota). Ikhitiar ini diambil agar jalannya roda pemerintahan, birokrasi dan pelayanan publik tidak terganggu dan menyorongkan semangat rasa keadilan (fairness) di kalangan ASN. Hal ini lebih berorientasi masyarakat, utamanya dalam hal pelayanan, yang harus mudah, murah dan cepat, sehingga rakyat tidak dikorbankan.

Proses reassessment akan menjadi pertaruhan bagi pemerintah yang selalu disorot dan dipelototi masyarakat. Untuk itu, proses penilaian atau seleksi ulang harus berjalan baik, transparan, jujur sehingga mampu menempatkan orang-orang yang memang kapabel pada posisinya. Proses reassessment oleh pansel independent untuk kebaruan penempatan personil juga harus cepat, bergerak paralel dengan talent scouting sehingga tenggat 1-2 bulan paripurna.

Kita ingin segera mengembalikan trust rakyat pada birokrasi pemerintah yang tercederai. Maka kembalikan kepercayaan tersebut dengan semangat kejujuran, transparan dan akuntabel dalam semua kegiatan yang dilakukan. Kita ingin birokrasi yang berintegritas jempolan, melayani rakyat dengan baik dan punya terobosan dan gebrakan kreatif inovatif untuk memajukan pembangunan dan mensejahterakan rakyat.

Praktek kotor jual beli jabatan, apapun alasannya hanya melukai dan menyakiti hati rakyat. Untuk itu pengawasan berbasis komunitas akan sangat membantu dalam mengawal proses pengisian pejabat baru. Selaras dengan spirit pembinaan, pemberdayaan, maka membuka kanal-kanal aduan bagi publik baik lewat media nyata maupun virtual menjadi penting. Tak kalah penting adalah merevolusi mental para pejabat. Terdapat intimitas integritas, etos kerja dan gotong royong dalam kerja, kerja dan kinerjanya. Karena tanpa itu, kita hanya akan menciderai silabus besar integritas. **

Marjono

Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng