Target Prevalensi Stunting 14 Persen Butuh Kerja Keras Pemangku Kepentingan

Target Prevalensi Stunting 14 Persen Butuh Kerja Keras Pemangku Kepentingan
Seminar Pencegahan Stunting yang diselenggarakan oleh RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA—Kolaborasi dan kerja keras pemangku kepentingan, sangat diperlukan guna menyukseskan target prevalensi stunting di angka 14 persen tahun 2024. Banyak faktor yang menjadi penyebab stunting. Maka, pengenalan dan pencegahan berat badan bayi lahir rendah pada kehamilan sangat perlu diperhatikan.

Hal ini mengemuka dalam seminar "Pencegahan Stunting" yang diselenggarakan oleh RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (6/12/2023). Seminar menghadirkan Dr. Dr. Neti Nurani, M.Kes, Sp.A(K) dari RSUP Dr Sarjito Yogyakarta, dr. Sulistiari Retnowati, Sp.OG, serta Dr. Apt. Endang Yuniarti, S.Si., M.Kes.

Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas terselenggarannya seminar ini, karena pentingnya pencegahan stunting serta penanganan yang tepat terhadap stunting, karena dengan itu maka pertumbuhan balita akan dapat tumbuh dengan baik dan sehat.

Stunting tidak hanya masalah kesehatan, tetapi juga dapat berdampak pada kehidupan sosial. Banyak faktor yang menjadi penyebab stunting, maka dari itu pengenalan dan pencegahan berat badan bayi lahir rendah pada kehamilan sangat perlu diperhatikan.

“Pencegahan kehamilan dengan berat badan bayi rendah adalah hal yang penting,” tutur dr, Retno Sulistiari Retnowati.

Faktor-faktor yang menyebabkan berat badan bayi lahir rendah ada beberapa penyebab, seperti kehamilan pertama, merokok, kurangnya gizi saat kehamilan, hingga beberapa penyakit seperti diabetes, atau darah tinggi. “Beberapa penyakit seperti diabetes, dan tekanan darah tinggi bisa menjadi salah satu penyebab berat badan bayi rendah,” lanjutnya.

Dr Neti Nurani menambahkan, monitoring menjadi salah satu kunci untuk mencegah kasus stunting di Indonesia. Ia berharap, monitoring dilakukan secara rutin dan paling lama setiap bulan guna mendeteksi lebih dini risiko munculnya kasus stunting.

Seluruh pemangku kepentingan, termasuk kader kesehatan, di tiap-tiap dusun musti paham dan aware dengan kasus ini.

“Lakukan evaluasi setiap bulan. Begitu ada indikator tidak baik atas kondisi anak, segera rujuk ke puskesmas. Terus lakukan pendampingan ke bawah,” katanya.

Neti Nurani mengaku, perlu kerja keras semua pihak untuk memastikan target penurunan stunting bisa diwujudkan. Mereka juga harus meningkatkan senergi dan kolaborasi.

Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dr H Mohammad Komarudin, SpA, mengatakan, seminar ini sebagai bentuk refreshing dan refleksi untuk menghadapi stunting. Ia menjelaskan bahwa stunting menjadi persoalan yang harus segera dituntaskan, sehingga dengan penyelenggaraan kegiatan ini ia sangat mengharapkan bisa memberikan pendalaman pengetahuan bagi warga masyarakat.

Stunting dalam beberapa tahun terakhir menjadi tema besar di dunia kesehatan, khususnya kesehatan anak. Karena angka prevalensinya juga masih tinggi. Dan ini juga menjadi target pemerintah untuk menurunkan,” katanya.

Melalui seminar ini, diharapkan akan muncul persepsi yang sama bagaimana melalukan pendekatan diagnosis sampai beberapa penanganan (stunting) terkini.

“Karena di lapangan masih kerap ditemukan mengenai perbedaan persepsi (penanganan stunting),” jelasnya. (*)