Tak Perlu Takut Gunakan Dana Desa

Tak Perlu Takut Gunakan Dana Desa

KORANBERNAS.ID -- Anggota Tim Asistensi Hukum Nasional Kemenkopolhukam, Dr Teuku Saiful Bahri Johan, menegaskan kepala desa (kades) beserta perangkatnya tidak perlu merasa ketakutan dengan dana desa.

Penggunaan dana tersebut asalkan sesuai aturan  yang berlaku tidak perlu dikhawatirkan lagi.

“Sepanjang ada aturannya. Ada perda, ada surat edaran bupati. Jadi, lakukan sesuatu berdasarkan aturan. Jika belum ada, bikin aturannya,” ujarnya saat mengisi materi Bimbingan Teknis Tata Cara Penguatan Manajemen Bumdes serta Pembentukan Produk Hukum Desa.

Bimtek yang berlangsung di Yogyakarta 29 September sampai 3 Oktober 2019 ini diselenggarakan oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Otonomi Daerah Unggulan. Adapun peserta sejumlah 40-an orang. Mereka adalah para Kepala Desa Kampung Distrik Arso Kabupaten Keerom Papua.

Menurut  Saiful Bahri, jika ingin membangun desa maka mulailah dari membangun masyarakat, antara lain melalui peningkatan intelektual masyarakat.

Kades bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) selain harus memiliki ide-ide juga dituntut  mampu meyakinkan masyarakat supaya tidak bersikap masa bodoh dengan desanya. Melalui kebersamaan semacam itu masyarakat termotivasi ikut berpartispasi membangun desanya.

“Perangkat desa jangan hanya berpikir ini ada uang Rp 800 juta bagaimana menghabiskan, kalau nggak habis kita tidak dapat lagi. Padahal bukan itu yang utama. Kades dan BPD harus bisa bersama-sama masyarakat membangun desa,” kata dia.

Saiful Bahri sepakat masyarakat desa diberikan kewenangan penuh mengurus desanya. Inilah yang disebut sebagai otonomi riil sesuai dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Menjaga adat

Satu lagi yang tidak boleh ditinggalkan oleh kepala desa adalah menjaga adat maupun nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat supaya tetap hidup dan terawat.

“Hak-hak tradisional diakui keberadaannya. Bahasa,  budaya, kebiasaan. Yang paham ini adalah para orang tua, maka perlu diteruskan secara estafet ke generasi berikutnya,” terangnya.

Dia mencontohkan, Bali bukan daerah khusus seperti halnya DIY, Papua atau Aceh. Tetapi di sana semua menghormati adat. Terdapat pecalang yang bertugas menjaga keamanan. Itu sebabnya acara-acara besar sering diselenggarakan di Bali karena keamanannya terjamin.

Saiful Bahri menambahkan, model membangun desa tidak boleh lagi memakai mekansime sistem top down, berdasarkan instruksi dari atas ke bawah. Artinya desa diberikan kewenangan mengurus kepentingan masyarakat serta berdasarkan prakarsa masyarakat.

“Mereka yang tidak bisa bercocok tanam, ajaklah. Berikan bibit, tanam di pekarangan yang kosong. Woo repot Pak ngurusin orang banyak. Memang. Tadinya jalan setapak setiap hujan becek bagaimana tidak becek lagi. Dalam rangka inilah dikucurkan dana desa yang besar,” paparnya.

Menurut dia, kepala desa juga harus memiliki kemampuan tata kelola masyarakat atau social engineering. Kemampuan tersebut tidak bisa diperoleh secara tiba-tiba.

Para kades juga harus memahami pentingnya pemerintah desa sebagai suatu lembaga yang memiliki tujuan menyejahterakan masyarakat. Sedangkan kesejahteraan masyarakat bisa dicapai melalui pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan.

Kepala Distrik Arso, Rahmat Ramadhan, menambahkan kehadiran para aparat kampung dan kepala desa di wilayahnya mengikuti bimtek di Yogyakarta ini dalam rangka menambah pengetahuan dan wawasan.

Dengan menimba ilmu dari Kota Pendidikan diharapkan mereka bisa mengambil apa yang bisa diterapkan di desanya.

“Kita bukan mencontoh tetapi untuk perbandingan, kiat-kiat apa yang bisa digunakan untuk kemajuan desa, disesuaikan dengan kearifan lokal di daerah kami,” kata dia. (sol)