Sutanto Menyedekahkan Buku untuk Kanwil Kemenag

Sutanto Menyedekahkan Buku untuk Kanwil Kemenag

KORANBERNAS.ID, BANTUL--Guru Seni Budaya MTs Negeri 3 Bantul, Drs. Sutanto untuk kesekian kali melakukan sedekah buku. Dalam rilis yang dikirim ke redaksi koranbernas.id, Selasa (12/20/2021) Sutanto menjelaskan sedekah buku kali ini9 ditujukan untuk Kanwil Kemenag DIY.

“Penyerahan dilakukan Senin 11 Oktober 2021 kemarin,” kata Sutanto.

Buku diterima Kasi Kelembagaan Bidang Dikmad, Fahrudin. Adapun buku yang diserahkan ada 2, yakni kumpulan 222 Pantun “Untaian Kata Penuh Makna“ dan buku kumpulan 15 cerita anak “Pahlawan Ketapel”. Buku ini diterbitkan melalui Komunitas Yuk Menulis (KYM) pimpinan Vitriya Mardiyati yang diikuti Sutanto sejak Maret 2020.

Dalam kesempatan yang sama Sutanto memberikan cindera mata “Buku Gurit Lima Telu” untuk Pranata Humas Kanwil Kemenag DIY, H. Bramma Aji Putra, S.Kom.I.

“Saya mengucapkan terimakasih atas sedekah buku dari Pak Sutanto. Menurut saya, buku cerita anak Pahlawan Ketapel sangat berguna bagi guru SD/MI yang membutuhkan banyak referensi tentang cerita anak,” kata Fahrudin.

Menurutnya, buku tersebut dapat dikonsumsi dan bisa dipakai sebagai bahan penanaman karakter bagi anak didik. Selain itu buku ini cukup inspiratif. Karena yang menulis adalah guru madrasah, tentunya di dalamnya sudah masuk pendidikan karakter yang saat ini sedang dicanangkan pemerintah.

“Daripada menceritakan hal yang bersifat khayalan atau kurang mendidik, buku Pahlawan Ketapel sangat pas untuk dipilih,” katanya.

Sedangkan buku kedua berupa kumpulan 222 pantun bisa memberikan gambaran tempat tempat wisata dan kuliner yang ada di Sleman, Jogja dan Gunungkidul. Buku ini juga sangat bagus, sebab bagian lampiran berisi informasi wisata dan kuliner. Sedangkan bagian isi berupa nasihat sebagai pengingat diri agar menjadi insan yang berpribadi baik.

“Pak Sutanto telah memberikan hasil karya yang luar biasa. Saya mengharap sekali bapak ibu guru di lingkungan Kanwil Kemenag DIY mempunyai karya seperti serupa. Membuat buku bisa bermakna poin untuk dinilaikan sebagai angka kredit dan bernilai poin,” pungkas Fahrudin.

Bramma menyambut baik dan bangga dengan apa yang ditulis Sutanto berupa kumpulan geguritan yang diberi judul “Gurit 53” sesuai umur penulis. Buku bisa menjadi penanda jejak langkah seseorang hidup di dunia ini.

“Ada beberapa penulis yang menulis buku sejumlah umurnya. Misal saat berusia 40 tahun dia menulis 40 buku, usia 50 tahun menulis 50 buku. Sedangkan Sutanto membuat bentuk 5 baris, 3 baris untuk setiap geguritan yang dia buat. Karya tersebut luar biasa apalagi menulis tentang geguritan (puisi berbahasa Jawa-red) yang patut diperkenalkan kepada generasi milenial,” katanya.

Meski demikian, geguritan dengan Bahasa Jawa ngoko maupun krama tetapi mengangkat konteks kekinian, ada protokol kesehatan terkait Covid-19, penyakit masyarakat, ada tema dakwah seperti pengingat kematian, menjaga lisan. Jadi buku bisa menjadi lahan dakwah untuk jangkauan yang lebih luas.

“Buku itu kelak akan menjadi warisan yang sangat berharga bagi anak cucu kita. Akan terus abadi menjadi pahatan terukir, ide, gagasan, benak, wacana dan lontaran-lontaran. pemikiran kita yang itu tertuang melalui tulisan. Terimakasih dan selamat atas terbitnya buku geguritan ini, semoga bermanfaat lintas zaman sampai pada akhir nanti,” pungkas Bramma. (*)