Si Wolly untuk Jogja Berhati Nyaman
“JOGJA Berhati Nyaman” merupakan slogan yang tidak asing didengar saat kita berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Terkenal dengan makanan manis, masyarakat yang ramah dan sopan dalam bertutur kata, juga destinasi wisata yang tersebar di beberapa kabupaten seperti Sleman, Kulonprogo, Bantul dan Gunungkidul. Yogyakarta, kota yang sangat strategis dan layak untuk dikunjungi oleh masyarakat Indonesia. Namun, dengan adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro (PPKM Mikro) di Daerah Istimewa Yogyakarta yang bermaksud untuk mengendalikan penyebaran virus covid disease 2019 (Covid-19), tentunya membuat masyarakat Indonesia tidak dapat berkunjung ke Yogyakarta. Kalaupun berkunjung harus disertai surat dan bukti negatif Covid-19.
Melalui rekapitulasi total kasus Covid-19 Daerah Istimewa Yogyakarta yang diinformasikan melalui Humas Jogja pada tanggal 21 Juni 2021, menunjukan bahwa sebanyak 53.303 orang terkonfirmasi positif Covid-19, dengan 45.635 orang terkonfirmasi sembuh serta sebanyak 1.367 orang meninggal. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian setiap masyarakat Jogja, untuk selalu menaati protokol kesehatan seperti mencuci tangan menggunakan sabun di air yang mengalir, mengenakan masker saat bepergian dan juga menjaga jarak.
Kasus yang terjadi di Yogyakarta ini menunjukan bahwa pada pertengahan bulan Juni, angka penambahan kasus ini mengalami kenaikan yang signifikan. Bahkan Sri Sultan HB X menghimbau pemerintah kabupaten dan kota se-DIY untuk memberlakukan kebijakan PPKM Mikro secara ketat dan terpadu. Beberapa poin yang disampaikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X ialah melakukan re-inisiasi gerakan Jogo Wargo, Mengendalikan mobilitas dan aktivitas sosial masyarakat agar tidak menimbulkan klaster-klaster baru, mengaktifkan fasilitas shelter komunal berbasis gotong royong di tingkat desa atau kelurahan, dan juga melakukan karantina wilayah dalam sekup lokal setingkat RT dan Padukuhan yang berstatus zoa merah dengan pendampingan instansi terkait.
Tidak kalah dengan virus Covid-19, virus dengue penyebab demam berdarah juga merupakan salah satu penyakit yang harus diperhatikan. Data terakhir yang dijelaskan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DIY, Pembajun Setyaningastutie, terdapat 247 kasus kejadian demam berdarah yang terjadi pada bulan Januari-Maret 2021. Sebanyak 13 kasus terdapat di Kota Yogyakarta, 60 kasus di Bantul, 61 kasus di Kulonprogo, 26 kasus di Gunungkidul, dan yang tertinggi yaitu sebanyak 87 kasus di Sleman. Walaupun terjadi penurunan kasus dari tahun 2020, namun berbagai upaya untuk melakukan pemberantasan demam berdarah ini tetap dilakukan.
Cara konvensional yang dilakukan ialah dengan membiasakan diri untuk melakukan 3M yaitu mengubur sampah, menguras bak mandi secara berkala dan menutup saluran dan penampungan air dengan rapat. Hal ini dilakukan dengan harapan dapat memutus penyebaran kasus demam berdarah. Walaupun hal ini termasuk efektif untuk mengurangi peyebaran virus dengue yang disebabkan oleh gigitan nyamuk sebagai vektor, namun upaya baru berbasis molekuler akan selalu ditinjau dan digerakkan.
”Si Wolly Nyaman” merupakan salah satu upaya atau inovasi baru yang dilakukan oleh pemerintah DIY dalam menekan kasus kejadian demam berdarah. Program penyebaran nyamuk Wolbachia yang dirancang atau diteliti secara molekuler, diketahui telah digerakkan di berbagai wilayah di Yogyakarta seperti di Sleman.
Wolbachia merupakan salah satu jenis bakteri intraseluler yang diketahui terdapat secara alami pada spesies serangga seperti lalat buah, bakteri endosimbiotik intraseluler yang telah diteliti sebelumnya, tentunya aman. Bakteri Wolbachia ini akan ditransfeksikan ke dalam tubuh vektor nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah, sehingga akan memberikan keuntungan reroduktif seperti adanya ketidakcocokan sitoplasma yang akan memfasilitasi introgresi ke dalam populasi nyamuk, sehingga dengan adanya pelepasan vektor nyamuk yang ditransfeksikan bakteri Wolbachia, akan menghasilkan eliminasi penularan demam berdarah lokal secara efektif dan tentunya dapat menurunkan kasus penyakit arboviral.
Teknis yang dilakukan oleh World Mosquito Program (WMP) ini diawali dengan persetujuan oleh masyarakat untuk nantinya bisa menitipkan ember berisi telur Aedes Aegypti ber-Wolbachia, penitipan ini dilakukan kurang lebih 9-12 kali sehingga populasi dari Aedes aegypti di wilayah Sleman ini dapat mencapai 60%. Harapannya, ketika telur yang dititipkan ini menetas menjadi jantan ber-Wolbachia dan kawin dengan nyamuk betina tanpa Wolbachia, maka telur yang dihasilkan tidak dapat menetas sehingga dapat menekan angka kasus demam berdarah di wilayah target. *
Veronica Cahya Nugraheni
Mahasiswi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta